ni . shinjitsu
noun, means truth.───────
Amanat hari ini adalah ingat untuk selalu mandi di pagi hari. Karena barangkali husbumu akan menjadi nyata.
Seusai mandi, dua kalimat itu ditulis dengan cepat oleh (Y/n) di dalam buku catatan gabutnya. Dalam hatinya (Y/n) merasa berdebar-debar. Baru saja ia membayangkan jika ia akan memimpikan Nagi Seishiro ketika tidur tadi. Tetapi, takdir bersikap baik padanya. Ia malah mendatangkan Nagi itu sendiri sebagai wujud nyata ke dunia ini.
Rasanya (Y/n) ingin berteriak sekencang mungkin. Namun, tidak mungkin. Ia tidak ingin merusak image-nya menjadi lebih parah di hadapan Nagi. Mengingat penampilan kusutnya tadi telah menjadi hal pertama yang Nagi lihat dari dirinya. Sungguh first impression yang begitu buruk.
Tetapi, di dalam hatinya gadis itu merasa bersyukur. Bersyukur sebab ia memutuskan untuk bolos di hari pertama masuk sekolah kelas dua SMA. Jika tidak, kemungkinan besar dirinya tidak akan bertemu dengan Nagi Seishiro, bukan?
"Nagi?"
Keluar dari kamar, menatap ke sekitar, namun tidak menemukan sosok yang ia cari di manapun. (Y/n) mengernyit heran. Ke mana lelaki itu pergi? Apakah ke luar rumahnya?
Ukuran rumah (Y/n) yang tidak terlalu besar memudahkannya untuk mencari keberadaan Nagi. Pertama-tama ia pergi ke halaman belakang rumahnya. Di sana terdapat sebuah kolam ikan berukuran kecil, juga seorang lelaki bertubuh tegap.
"Nagi Seishiro."
Yang memiliki nama seketika menoleh. Sontak ia bersitatap dengan (Y/n) yang sudah tampak lebih rapi. Piyamanya tadi telah berubah menjadi sebuah hoodie hitam berlengan pendek dan celana selutut. Setelah memandangi perubahan itu, Nagi kembali menatap (Y/n).
"Bagaimana kau bisa berada di sini?" tanya gadis itu. Ia memang merasa senang dan terkejut karena kehadiran Nagi secara tiba-tiba. Namun, di sisi lain (Y/n) juga merasa penasaran. Tidak mungkin tak ada sebabnya, bukan?
Nagi melirik ke arah lain. Ia mengacak-acak surai putih miliknya. "Entahlah, aku tidak tahu. Yang pasti ini sangat merepotkan," ujarnya datar. "Kau juga belum menjawab pertanyaanku. Dari mana kau tahu namaku?"
Sial. Rupanya otak jenius milik Nagi masih mengingat hal itu. Ya, tidak mungkin pula dirinya akan lupa hanya dalam waktu beberapa menit saja. (Y/n)-lah yang terlalu berharap demikian.
"Ah, tentang itu..." (Y/n) tampak gelagapan. Ia tidak bisa mengatakan yang sebenarnya. Nagi pun pasti tak akan percaya. "Aku, aku hanya menebaknya," ucapnya dengan raut wajah yang meyakinkan.
"Menebaknya?" ulang Nagi.
"Y-Ya, itu."
Untuk beberapa detik, Nagi memandang (Y/n) dengan tatapan datarnya. Sepertinya ia hendak memastikan kebenaran dari perkataan gadis itu. Apakah ia berbohong? Atau tidak?
"Oh, begitu," sahutnya.
Sontak (Y/n) menghela napas lega. Entah sejak kapan ia menahan napasnya sendiri. Namun, melihat Nagi yang tak menaruh rasa curiga padanya, ia merasa sangatlah lega. Semoga saja Nagi tidak akan bertanya banyak lagi.
"Kalau begitu, kau ingin makan sesuatu?" tawar (Y/n). Juga sebagai bentuk peredaan dari rasa canggung.
Nagi diam sejenak. Kemudian, ia mengangguk. Anggukan kepalanya itu membuat (Y/n) merasa senang. Raut wajahnya seketika berubah menjadi sumringah.
"Okay! Tunggu ya, Nagi!"
Seusai berkata demikian, (Y/n) hendak berbalik masuk ke dalam rumahnya. Namun, tidak jadi. Gadis itu kembali berjalan mendekati Nagi.
"Ah, kau boleh menunggu di dalam. Di sini 'kan cukup panas," ujar (Y/n) menawarkan.
Anggukan kepala diberikan oleh Nagi. (Y/n) hanya melemparkan senyum kepadanya. Lalu, berjalan masuk ke dalam. Berbicara dengan Nagi membuat lehernya terasa pegal. Sebab dirinya harus terus mendongak. Ah, perbedaan tinggi yang menyebalkan.
Selepas kepergian (Y/n), Nagi hanya diam. Netranya bergerak ke sana kemari mengikuti pergerakan ikan-ikan yang berenang di dalam kolam. Hidup kumpulan ikan itu terlihat menyenangkan. Hanya berenang, makan, dan buang air di tempat yang sama.
Panas matahari yang cukup terik-sesuai perkataan (Y/n) tadi-membuat Nagi merasa gerah. Tetapi, Nagi selalu menyukai musim semi. Di mana kuncup bunga mulai bermekaran, musim dingin telah musnah, juga mulai terhirup harumnya angin musim semi. Musim dingin terlalu merepotkan bagi seorang Nagi. Sebab itulah ia lebih menyukai musim semi. Musim semi yang menyingkirkan musim dingin.
"Nagi! Ayo makan!"
Seruan itu menyadarkan Nagi dari buana lamunannya. Sedetik setelahnya, ia beranjak mendekati (Y/n) yang sudah menunggu di dalam. Aroma masakan yang masih hangat tercium oleh indra penciumannya. Yang seketika membuat perut Nagi terasa lapar. Meraung-meraung, meminta untuk segera diisi.
"Ini untuk Nagi," ucap (Y/n) seraya menggeser sebuah piring beserta makanan yang masih hangat di atasnya, "dan ini untukku." Kini ia mengambil piring lain tanpa pemilik di atas meja.
"Selamat makan!"
Melihat Nagi yang mulai menikmati makanannya, membuat (Y/n) tersenyum senang. Ia bahkan menunggu lelaki itu menyuap telur omelette tersebut ke dalam mulutnya. Jantung berdebar, tetapi diri tak sabar akan komentar dari Nagi.
"Bagaimana? Bagaimana?" tanyanya menggebu-gebu.
Nagi menatap (Y/n) beberapa detik sebelum berkata, "Enak."
Diam-diam, (Y/n) bersyukur di dalam benaknya. Selama memasak tadi, ia merasa khawatir akan rasa masakannya sendiri. Terlebih yang memakannya adalah Nagi. Sosok yang paling ia dambakan untuk menjadi kekasihnya. Yang semula tidak mungkin terjadi, kini angan itu sudah berada di depan mata. Kemustahilan memang masih ada, tetapi sudah mulai pudar.
"Nagi, aku juga membuat sesuatu untukmu," ujar (Y/n) memecahkan keheningan.
Tidak ada respon apapun yang Nagi berikan. Ia hanya memperhatikan gerak-gerik (Y/n) yang beranjak mendekati kulkas. Dari dalam sana, gadis itu mengeluarkan sesuatu dan berbalik menghadap Nagi.
"Ini untuk Nagi dan juga untukku." (Y/n) meletakkan segelas minuman berwarna cokelat terang. Kumpulan es batu di dalamnya memberikan estetika yang sederhana, namun memanjakan mata.
Dengan sedikit keraguan, Nagi menyesapnya perlahan. "Teh lemon?" gumamnya.
Tidak mendengar jawaban apapun dari (Y/n), Nagi kembali menatap gadis itu. Dari situlah ia tahu bahwa (Y/n) tengah tersenyum padanya. Kepuasan tersirat di wajahnya. Rasa teh lemon yang baru saja Nagi cicipi menyapa lidahnya dengan baik. Tidak asam, juga tak terlalu manis. Rasa yang tepat. Juga merupakan kesukaan Nagi. Entah mengapa, rasa teh lemon itu lebih enak daripada teh lemon dalam kemasan yang biasa ia beli.
Gadis itu... sepertinya mengenal Nagi dengan baik.
"Kau... siapa namamu?"
Pertanyaan tidak terduga itu hampir membuat (Y/n) tersedak. Ah, ia baru teringat jika Nagi belum mengetahui namanya. Mengingat "nama" adalah topik yang sensitif sejak pertemuan pertama mereka hari ini. (Y/n) hanya khawatir apabila Nagi kembali menyinggung persoalan dari mana ia tahu namanya.
"Namaku (F/n) (Y/n). Kau boleh memanggilku (Y/n), jika tidak merepotkan dirimu."
Nama yang asing. Namun, terdengar hangat.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
END ━━ # . 'As It Happens ✧ Nagi Seishiro
Fanfic"Sebelumnya aku masih bertanding di Blue Lock, mengapa tiba-tiba aku berada di sini?" Bukan tanpa sebab, kebetulan, ataupun ketidaksengajaan. Tetapi, entah bagaimana seorang Nagi Seishiro berhasil masuk ke dalam dunia yang tidak ia kenali. Berada di...