san . nagi no koto
noun, means about nagi.───────
Kehadiran Nagi yang tiba-tiba awalnya sempat mengejutkan (Y/n). Namun, seiring berjalannya waktu, presensinya sudah bukan lagi dianggap sebagai bug atau kesalahan sistem. Kini semua hal tentang Nagi, (Y/n) hampir mengetahuinya. Sebab ternyata hanya dengan menonton anime-nya saja, dirinya tidak cukup dibekali banyak tentang Nagi.
Pernah suatu hari Nagi bertanya pada (Y/n), "Orang tuamu? Di mana mereka?" (Y/n) pun hanya menjelaskan bahwa ia memang tinggal sendiri saat ini. Orang tuanya terlalu sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing sehingga, mungkin, melupakan (Y/n). Sungguh ironis.
Penjelasan (Y/n) itu sempat membuat Nagi tertegun. Bukan karena merasa iba atau kasihan, melainkan ia juga merasakan hal yang sama di kehidupannya sendiri. Orang tuanya pun jarang berada di rumah. Nagi hanya diberikan kebutuhan dan uang saku untuk jajan. Tetapi, bukan kasih sayang yang ia dapatkan.
Semakin lama Nagi mengenali tentang (Y/n), semakin penasaran dirinya. Semua tentang gadis itu tampak menarik di mata Nagi. Hal-hal yang menurutnya merepotkan, menurut (Y/n) malah sebaliknya. Nagi pandai dalam pelajaran Sejarah. Sementara (Y/n) memiliki nilai pas-pasan di pelajaran itu.
"Untuk apa menghafal nama-nama orang yang sudah mati?" ujar (Y/n) sarkas. "Itu 'kan menyusahkan, tahu."
Nagi yang tak tahu harus berkata apa hanya memilih untuk diam. Mungkin (Y/n) memang payah dalam mata pelajaran Sejarah. Di mana dunia ini dikulik lebih dalam lagi hingga ke dasarnya. Seperti filsafat. Menggunakan pemikiran dasar di dalam filsafat, yaitu mendasar, mendalam, dan menyeluruh. Terdengar memusingkan, namun memang itulah cara untuk mengenali sejarah lebih dalam.
Sudah dua minggu penuh Nagi berada di dunia ini. Selama itu pula, ia tinggal di rumah (Y/n). Entah solusi dan ide dari mana, tetapi (Y/n)-lah yang menawarkan. Bukan karena ia merupakan perempuan murahan yang seenak jidat mengundang lelaki manapun. Tetapi, mengingat Nagi tidak berasal dari dunia ini, tentunya akan kesulitan untuk menemukan tempat tinggal. Pastinya ia juga tidak membawa sepeser uang pun. Dan, (Y/n) terlalu miskin untuk memberikan uang padanya.
Hari ini, (Y/n) pergi ke sekolah seperti biasanya. Di pagi hari ia membuat sarapan untuk dirinya dan juga Nagi. Kemudian, membangunkan lelaki itu di kamar sebelah.
"Nagi, ayo bangun. Saatnya sarapan," ujar (Y/n) sambil menepuk bahu lelaki itu pelan.
Nagi hanya bergumam sesaat. Tetapi, ia masih memejamkan matanya dan bergeming. Ia bahkan menarik selimutnya lebih tinggi hingga menutupi seluruh tubuhnya.
"Lima menit lagi..."
"Lima menit itu akan berubah menjadi satu jam. Ayo bangun, Nagi!" (Y/n) berseru sambil menarik selimut yang sebelumnya menutupi kepala Nagi.
Pada akhirnya, Nagi pun bangun. Matanya masih dipejamkan, wajahnya terlihat muka bantal, sementara mulutnya menguap lebar. Ia mulai mengumpulkan kesadarannya secara perlahan. Sedangkan (Y/n) sudah keluar dari kamar. Ia hendak menunggu Nagi di meja makan.
Sarapan bersama tiap pagi menjadi aturan tak tertulis semenjak kehadiran Nagi di sana. Toap harinya, (Y/n) akan menunggu Nagi dan barulah memakan sarapannya. Kadang kala, jika lelaki itu bangun lebih dulu (hal ini memang jarang terjadi), ia akan menunggu (Y/n). Toh memang (Y/n)-lah yang membuat sarapan bagi dirinya. Alhasil, Nagi harus menunggu gadis itu terlebih dahulu.
Menu sarapan pagi ini sangatlah sederhana. Berupa sandwich yang diisi dengan selada, tomat, mentimun, dan daging ham. Ditambah dengan mayonaise dan saus cabai. (Y/n) menuangkannya cukup banyak. Dapat dijamin jika rasanya akan sangatlah pedas.
Dalam diam, mereka menikmati sarapan masing-masing. Sambil mengunyah pelan, (Y/n) pun berpikir. Apakah selamanya Nagi akan tinggal di sini? (Y/n) tidak akan menyangkal jika ia memang merasa senang kalau hal itu benar-benar kenyataan. Tetapi, bagaimana dengan Nagi sendiri? Sudah jelas lelaki itu ingin kembali ke dunia asalnya, bukan? Di sana ia pasti memiliki banyak teman, tidak seperti sekarang. Hanya (Y/n) seorang teman bicaranya.
"(Y/n)."
"Ya? Ada apa?" Lamunan (Y/n) seketika lenyap. Fokusnya tertuju pada Nagi.
"Aku ingin meminta tolong padamu," ujarnya. Tatapan Nagi yang diberikan pada (Y/n) memang terlihat datar. Namun ada sirat keseriusan di sana.
"Meminta tolong apa, Nagi? Jika bisa kulakukan, aku akan menolongmu," balas (Y/n) dengan perasaan gugup. Ia menelan salivanya sambil menunggu jawaban Nagi.
"Aku ingin meminta tolong padamu untuk membantuku mencari jalan kembali ke dunia di mana aku berasal."
Jarum jam berhenti berdetak, kerongkongan tercekat, udara terasa lebih mencekam. Hanya degup jantungnya sendiri yang bisa gadis itu dengar. Baru saja dirinya bertanya-tanya, kini ia sudah tahu apa jawaban dari kumpulan pertanyaannya itu.
***
"Kau bisa menggunakan ini untuk sementara waktu."
Kalimat itu diutarakan bersamaan dengan (Y/n) yang menyodorkan sebuah ponsel ke arah Nagi. Benda pipih itu kini telah berpindah tangan. Nagi mengamatinya sejenak. Kondisi ponsel itu tampak masih bagus dan terlihat baru.
"Itu ponsel lamaku. Aku hampir tak pernah menggunakannya sebab aku terlalu sibuk untuk memindahkan semua datanya ke sana. Jadi, kau boleh memakainya, Nagi. Anggap saja itu milikmu." (Y/n) tersenyum simpul. Ia tahu Nagi akan menyukai pemberiannya itu. Meskipun bukanlah ponsel keluaran terbaru, tetapi masih bisa mengimbangi kecanggihan ponsel baru terkini.
"Terima kasih, (Y/n)."
Untuk sesaat, (Y/n) termenung. Bukan tanpa sebab, melainkan karena sebuah kurva yang melengkung di wajah Nagi. Lelaki itu tersenyum. Meskipun samar, tetapi ia menyunggingkan senyuman. Dan (Y/n)-lah orang yang melihat hal itu.
"Kau harus sering tersenyum, Nagi," komentarnya.
"Ah, itu merepotkan."
(Y/n) hanya mendengus. Kemudian, ia mengeluarkan ponselnya sendiri. Lalu, menekan sebuah kontak dan menghubunginya. Sebagai akibatnya, ponsel di tangan Nagi bergetar.
"Itu nomorku. Kau bisa menghubungiku jika terjadi sesuatu di saat aku tidak ada," jelas (Y/n) sambil memperhatikan gerak-gerik Nagi. Sepertinya lelaki itu tengah menyimpan nomor (Y/n) sebagai salah satu kontaknya.
Tungkai kakinya beranjak ke pintu depan. (Y/n) pun memakai sepatunya. "Aku akan berangkat ke sekolah sekarang. Hubungi aku jika terjadi sesuatu," pamitnya setelah selesai mengenakan sepatu.
Nagi mengangguk singkat. "Hati-hati, (Y/n)."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
END ━━ # . 'As It Happens ✧ Nagi Seishiro
Hayran Kurgu"Sebelumnya aku masih bertanding di Blue Lock, mengapa tiba-tiba aku berada di sini?" Bukan tanpa sebab, kebetulan, ataupun ketidaksengajaan. Tetapi, entah bagaimana seorang Nagi Seishiro berhasil masuk ke dalam dunia yang tidak ia kenali. Berada di...