Albian telah sampai di depan rumah bocah kembar berbeda jenis kelamin itu. Ia dan Alan ikut turun dan menghampiri wanita paruh baya yang sepertinya menunggu kehadiran mereka.
"Terima kasih banyak ya pak, maaf jadinya ngerepotin." Ucap wanita yang dipanggil 'Ibu' oleh kedua anak kecil yang kini berada di sebelah wanita itu.
Albian menjawab ucapan terima kasih dari sang wanita paruh baya dan dari kedua bocah kembar non identik dan segera berpamitan pergi. Setelah mobil Albian menghilang dari hadapan mereka. Mereka berjalan memasuki rumah yang cukup bagus dan mewah yang terletak di salah satu kawasan perumahan elit di Bandung dengan taman di depan rumah mereka yang menambah kesan asri.
"Ibu kerjaannya banyak banget ya? Tadi aku nungguin Ibu lama banget sampai temanku udah pada pulang." Ester berucap kepada Farida-wanita paruh baya yang menemui Albian tadi.
"Kamu nggak perlu complain ke Ibu, karena emang aku yang minta Ibu buat jemput kita tiga puluh menit lebih lambat dari pada biasanya." sahut Arsen yang kini tengah melepas sepatu dan kaus kakinya. Arsen kemudian berjalan menuju wastafel di dry kitchen untuk mencuci tangannya dengan sabun terlebih dahulu sebelum menuju kulkas untuk mengambil air dingin yang ada di dalam botol. Alih-alih langsung meminumnya, Arsen mendudukan dirinya terlebih dahulu di kursi meja makan sebelum meminumnya karena mamanya mengatakan bahwa minum atau makan sambil berdiri bukanlah sesuatu yang baik.
"Kenapa Kakak nggak bilang ke aku? tau gitu tadi aku nungguin Kakak di dalam aja, untung aja tadi ada Alan yang nemenin aku di depan." ucap Ester sedikit memprotes dengan melakukan hal serupa yang dilakukan Kakaknya, hanya saja ia tidak minum air dingin.
"Because yesterday you said that the math test was arduous, so I think it will take a lot of time to answer the questions. But it was not as difficult as I thought, a quarter-hour was enough for me to complete the test. Nggak sepenuhnya salahku karena kamu bilangnya gitu, padahal soalnya nggak susah-susah amat. Untungnya nilaiku nggak mengecewakan" jawab Arsen melakukan pembelaan.
"Ya kamu tanyanya kan ke aku, ya buatku emang susah, kan aku bukan kamu Kak." Balas Ester yang memang dasarnya tidak suka matematika. Dan Ester sudah bisa menebak bahwa nilai yang tidak mengecewakan yang dimaksud Arsen adalah nilai sempurna seperti biasanya.
"Udah nggak usah bertengkar, lebih baik kalian ganti baju terus makan siang. Emang kalian nggak lapar? ini jam makan kalian udah mundur loh." Farida menengahi perdebatan mereka sebelum berlanjut dan tidak selesai-selesai.
Setelah Arsen dan Ester pergi ke kamar mereka untuk mengganti seragam mereka, Farida menyiapkan makan siang mereka sembari berpikir tentang lelaki yang ditemuinya tadi. Lelaki itu tampak tak asing baginya. Sepertinya ia pernah melihat lelaki yang tadi mengantar Arsen dan Ester tapi dimana ya, ia terus mencoba mengingat sampai akhirnya ia menyerah karena tak mengingatnya juga dan ia berpikir bahwa mungkin saja dirinya pernah tidak sengaja berpapasan dengan lelaki itu di jalan.
★★★
Albian merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur apartemennya, ia memejamkan matanya untuk mengistirahatkan tubuh dan pikirannya setelah ia mandi untuk mendinginkan kepalanya setelah memimpin rapat dewan direksi lewat via zoom meeting yang baru berakhir pukul sembilan malam. Pertemuannya dengan dua teman Alan sedikit mengganggu pikirannya. Ester benar-benar mengingatkannya kepada seseorang, mengapa wajah anak itu sangat mirip sekali? atau apa hanya dirinya saja yang dihantui?
Sedangkan untuk Arsen hanya warna mata dan warna kulitnya saja yang mirip dengan perempuan itu sisanya lebih mirip...
Entahlah mungkin itu hanya perasaannya saja karena terlalu sering dihantui dan terlalu sering memikirkan sosok itu . Albian hampir terlelap namun suara pintu kamarnya yang terbuka kasar membuat matanya kembali terbuka. Siapa lagi dalang dibalik semua itu kalau bukan Arkan, Arkan berjalan menghampiri Albian yang kini telah duduk dan menyandarkan punggungnya di headboard tempat tidurnya.
"Ngapain lagi sih lo? ngerecokin gue mulu, gabut lo?" itu adalah kalimat pertama yang diucapkan Albian ketika Arkan baru saja duduk di tepi tempat tidurnya.
"Duh sayang banget, padahal gue mau kasih informasi penting yang pastinya lo bakal langsung tertarik sama topik pembicaraan gue kali ini."
Albian memutar bola matanya malas karena mendengar jawaban dari sahabat tengilnya yang merangkap menjadi asistennya. "Langsung to the point aja, gue mau istirahat. Kapan lagi gue bisa tidur lebih awal kayak gini selain weekend."
"Gimana ya gue ceritanya, sebenernya gue belum mau ngomongin ini ke lo sih karena masih abu-abu atau mungkin itu cuma estimasi gue aja." Ucap Arkan memulai cerita. Albian hanya diam menunggu kelanjutan informasi yang katanya penting itu.
"Lo percaya nggak semisal gue bilang gue habis ketemu sama mantan istri lo?" Tanya Arkan memancing Albian. Benar saja Albian yang semula tidak melihatnya kini menoleh ke arahnya walaupun ia tak mengatakan apa-apa.
Arkan menghembuskan napasnya pelan lalu melanjutkan ceritanya. "Waktu tadi gue ke toko dessert gue lihat cewek mirip banget sama Iris, bener-bener mirip cuma bedanya badannya udah nggak sekurus dulu, mungkin dulu Iris kurus banget gara-gara tekanan batin kali ya karna harus hidup dan terikat sama lo, ya walaupun kurusnya nggak kaya lidi juga sih."
Albian menaikkan sebelah alisnya."Are you joking?"
"Gue serius tapi masalahnya gue nggak bisa pastiin itu beneran Iris atau bukan? gue pernah denger manusia punya tujuh kembaran."
"Fakta asli soal itu masih belum bisa dibuktikan."
"Iya emang belum bisa tapi kan ada yang mirip. Gue sebenarnya tadi mau ngejar tapi dianya udah keburu ngilang. Gue yakin kalau semisal cewek itu beneran Iris, dia nggak bakal lari kalau gue yang temuin, dia kan nggak tahu kalau gue jadi assisten lo. Perlu gue cari tau tentang cewek itu buat memastikan?" Tanya Arkan serius.
Albian tampak berpikir sebelum ponsel Arkan berdering, Arkan hendak meninggalkan ruangan ketika hendak mengangkatnya.
"Nggak perlu cari tahu dulu, gue sebenarnya udah punya sedikit clue tentang hal itu." Putus Albian menghentikan langkah Arkan yang berbalik sebentar ke arahnya.
"Giliran udah sampai Jakarta aja nanti lo minta gue buat cari informasinya, kalau nggak ada duitnya gue nggak bakal mau." Jawab Arkan yang kemudian berjalan keluar.
Albian melipat kedua tangannya di depan dada, menyandarkan kepalanya di headboard dan menghembuskan napasnya kasar. Ia kembali teringat dengan dua bocah kembar tadi dan informasi yang baru saja ia dapat dari asisten gilanya. Belum lagi dengan beberapa pernyataan yang terlontar dari mulut Ester yang kembali terngiang di otaknya.
"Cause in the past my mom was born and lived in Indonesia, so since I was child aku udah diajarin Mama Bahasa Indonesia."
"Aku di Inggris dari lahir Om tapi nggak di London terus. Before kindergarten I lived in Oxford sambil mama aku belajar di sekolahnya yang besar banget."
"Mango flavored ice cream itu rasa es krim favorit mama aku. Terima kasih banyak ya Om."
Jika dipikir-pikir sepertinya Ester lebih mudah bergaul dibandingkan dengan Arsen. Tapi tidak mungkin kan? Ester dan Arsen kelas 3 SD, kemungkinan besar usia mereka sekitar 8 sampai 9 tahun, sedangkan orang yang ia cari telah menghilang 8 tahun lalu.Ia mulai menggabungkan informasi-informasi itu dan menganalisisnya. Ia tampak sedikit frustasi, ia mempunyai berbagai kemungkinan di otaknya. Tapi fakta tadi siang tidak bisa disangkal, kedua anak itu memanggil 'Ibu' kepada wanita yang tidak berada di pikirannya. Bagaimana cara memastikan hal ini? Apa dia bisa menggali informasi dari keponakannya yang tidak bisa diharapkan itu?
Albian sudah memutuskan.
Ia akan mengajukan beberapa pertanyaan kepada Alan besok dengan dalih ingin mengantar keponakannya ke sekolah. Ia punya waktu senggang besok pagi sebelum ia menghadiri Rapat Umum Pemegang Saham yang akan diadakan salah satu hotel mewah ala kastel Eropa di Bandung dan kunjungannya ke kantor cabang Bandung untuk memastikan kinerja kantor cabang tetap maksimal serta melakukan perbaikan dan pemantapan yang perlu dilakukan dalam menunjang kinerja operasional maupun non operasional agar target omzet perusahaan tahun ini bisa tercapai dengan baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Be Happy
General FictionTerhitung hampir delapan tahun Iris pergi dari rumah suaminya dan selama itu pula hidup Iris menjadi lebih tenang dan damai. Namun siapa ternyata saat dia kabur ia tengah menandung anak suaminya. Dan bagaimana jika Ia kembali bertemu mantan suaminya...