Kembali bertemu

107 1 0
                                    


Kalau ditanya tentang hal yang paling berharga, lebih daripada nyawa, Aruna adalah hal yang paling berharga bagi Arumi

Aruna Gantari

Sesederhana itu mungkin dimata orang lain, tapi tidak mengapa, nama itu amat berharga bagi Arumi karena ia memberikannya bersama dengan cintanya dan seberharga kehadirannya ketika ia hadir di dunia. Tidak mengapa bagi luka lama dimana satu persatu orang meninggalkannya, asal gadis kecilnya Aruna selalu disisinya

"mama"

Tersadar, Arumi menunduk "Ya?" tersenyum hangat pada putrinya yang hari ini tidak lepas senyuman dibibirnya. Hari ini genap 4 tahun usianya. Hari ini istimewa karena ditiap hari kelahiran putrinya, Arumi hanya akan membuat menu kesukaan Aruna--seperti bolu cokelat atau ayam goreng crispy ditahun sebelumnya lalu mengajarkan putrinya berbagi pada siapa yang ia temui dijalan yang lebih tidak baik keadaannya--. Dan hari ini special karena ada bonus jalan jalan di mall, Aruna bisa bermain di playground seperti keinginannya 2 tahun lalu

Gadis itu hanya tersenyum lebar kearah ibunya hanya untuk memperlihatkan betapa bahagianya ia hari ini

"Runa senang ya?"

"Iya"

"Bahagia?"

"Iya" lalu mendongak sebelum sampai di caffe, lelah bermain Aruna meminta ice cream yang langsung disetujui Arumi. Ia bertanya balik "Mama, bahagia?"

"Kalau Runa bahagia, mama juga bahagia" jawab Arumi yang dibalas senyum lebar anaknya

"Runa jangan pergi jauh, mama mau pesan ice cream dulu" pesannya, awalnya gadis itu mengiyakan tapi Aruna ngeyel ia berjalan menjauh karena mamanya sangat lama. Anak-anak mana paham kalau itu bahaya, ia hanya berpikir mamanya pasti akan menemukannya. Jadi ia berjalan mengikuti langkah kecilnya selagi Arumi melakukan pembayaran

___

Diantara hal yang paling buat Juna kesal adalah berurusan dengan adiknya sendiri. Jaya yang selalu buat masalah di sekolah entah sudah keberapa kalinya. Ia dan Jaya selisih 7 tahun, adiknya masih duduk dibangku SMA kelas 2, cukup jauh memang dan itu buat Juna makin kesal kalau diingat lagi!ck, kenapa juga orangtuanya program anak ketika juna sudah masuk sekolah dasar, harusnya tidak usah sekalian, biar Juna jadi anak tunggal kaya raya. Konon ibunya sangat menginginkn anak perempuan, tapi wujud yang keluar tidak sesuai harapan, kalau kata Juna, Jaya adalah anak perempuan yang tidak jadi, namanya saja Renjaya--saking ibunya ingin bayi perempuan--dipelesetinlah Renja-ya, juga Jaya ini sangat cerewet macam ibunya, gimana tidak kuat data dari Juna ini kan

Kembali ke kakak beradik yang berjalan tidak santai itu, lebih tepatnya abangnya-- alias Juna, yang asik komat kamit nasehatin adiknya yang buat ulah lagi. Laporannya si Jaya mukul temannya yang berujung perkelahian dan mengenaskannya handphone yang belum genap 2 bulan miliknya hancur

"Udah dibilang bukan gue yang mulai" pembelaan Jaya yang kekeh kalau memang bukan dia yang memulai

Juna berdecak, berucap "Lo sampai kapan sih begini?" sambil menatap adiknya garang

"Begini bagaimana tu bang?" tanyanya tanpa beban, Jaya ini apa memang tidak takut abangnya tambah naik darah

"Yaa buat masalah RENJAYA" ada penekanan ditiap namanya, artinya Juna sudah terlalu gemes

"Kan--"

"---Hidup masih dibiayain, masih dibawah umur, belum punya KTP. Lagaknya kayak udah bisa urus diri sendiri pake berkelahi segala---"

"Ya Allah bang" auto religius "Udah napa ngomelnya, apa enggak sayang umur tuh, entar makin tua, belum nikah juga, ck" gantian sibungsu yang ngomel "Terus yaa mau abang dimarahin bunda ratu anaknya ini diomelin mulu" merasa sipaling kesayangan "dan ya.... tahun depan gua juga udah punya KTP kali" ditutup dengan kesombongan padahal setahun masil lama

"Lo kalau dibilangin selalu aja ngejawab"

"Ya kalau enggak dijawab, dapatnya nol" makin ngawur jawabnya. Kontan bikin abangnya makin tensi "Tuh tuh. Ngejawab mulu" baru juga Jaya buka mulut ingin jawab lagi, tapi terinterupsi teriakan

"Mama..." oleh anak kecil yang terjatuh persis dibelakang abangnya. Menengok, anak itu sudah nemplok aja dilantai sambil mengaduh mama sakit

Membuat Juna kontan berjongkok dan memeriksa keadaannya. Padahal anak ini yang menabrak tapi kesannya kayak Juna yang berbuat salah. Tapi tidak mungkin kan Juna marah marah terlebih sama anak kecil yang-- menggemaskan? dimata Juna

"Hei--" Juna berdehem sebelum melanjutkan "Kamu tidak apa apa?" anak itu malah cemberut, buat Juna jadi bingung "Mama takut" bocah didepannya kembali mengadu, entah mamanya yang mana. Jaya yang hanya memperhatikan dari tadi sedang nahan tawa mengejek, merasa lucu dengan anak kecil yang mengira abangnya itu penjahat mungkin

"Mama"

"Runa"

Atensi dua laki-laki beda usia itu teralihkan ke sumber suara. Tidak ada suara, kecuali bunyi langkah sepatu seorang perempuan yang dipanggil mama itu mendekat. Kalau Jaya diam karena tidak tahu apa apa dan menunggu adegan selanjutnya apa, Juna masih memproses kerja otaknya yang entah tiba tiba jadi slow respon. Masih tidak mengatakan apa-apa sampai perempuan itu menggendong bocah tadi dan pergi tidak peduli dengan ice cream ditangannya yang mulai mencair, ia bawa putrinya pergi dengan ketakutan

Perempuan itu

Arumi--- dan anak itu?

Tidak mungkin anaknya kan?

____

5 tahun lalu

"Aku mau pergi" dengan ransel dipundak pria itu berkata sebelum membuka pintu. Setidaknya ia pamit atau mungkin lebih tepatnya lari dengan cara elegan?. Senyum perempuan dibelakangnya kontan redup, memasukkan kembali benda ditangannya kedalam saku, ia bertanya ada apa? dijawab gelengen oleh pria dihadapannya " Ada kerjaan diluar?" lagi lagi yang didapat hanya gelengen "Terus?"

"Aku mau udahan" kalimat itu ingin Arumi artikan kesesuatu yang positif, tapi ia sendiri tidak punya jawabannya--- kecuali, laki laki itu ingin pisah?. Ia tidak bersuara
Sampai Juna berkata lagi

"Aku mau kita pisah" dan tepat

"Tapi kenapa kak?" semuanya masih baik baik saja hingga sore tadi, dan kenapa tiba-tiba pria itu meminta pisah. Arumi masih tidak mengerti

"Aku mau ngejar cita-citaku" Arumi tersentak mendengarnya

"Aku enggak bisa ikut memangnya?" tanyanya lirih, dengan semua yang sudah mereka lalui, Arumi masih butuh sosok Juna. Selalu

"Enggak" sekuat tenaga Arumi menahan air matanya agar tidak jatuh

"Terus aku gimana? Aku gimana kalau enggak ada kamu kak?" seperti ada yang mencekik dan itu sesak, ia bertanya lagi

"Kita jalanin masing-masing seperti sebelum kita kenal" semudah itu?

"Tapi aku---" mungkin jika memberikan kabar ini Juna memilih tidak pergi

"---Aku juga mau ngasih tau rahasia. Aku deketin kamu dulu karena taruhan" kalimatnya terpotong dengan pengakuan Juna. Jadi dia dibohongi? Atau dia yang terlalu bodoh? Juna tidak mencintainya. Arumi masih kuat sampai kalimat selanjutnya makin membuatnya sesak tak beraturan

"Aku TALAK kamu" lalu pergi. Meninggalkan Arumi yang menumpahkan tangisnya malam itu, sendirian. Mengingat lagi masa masa ketika seorang Arjuna yang merupakan senior dan most populer di kampus kala itu mendekatinya, semuanya terlihat tulus sampai membuatnya luluh dan parahnya ia memberikan seluruh cintanya pada laki laki yang ternyata dengan tega meninggalkannya sendiri setelah apa yang dia lakukan-- durhaka pada orang tua! Dan mungkin inilah Karma.









Fa-mi-lyWhere stories live. Discover now