3

1 0 0
                                    

"Ih, kenapa adegan pornonya pakek diceritain segala, Anjir!" Ririn bereaksi setelah kuceritakan masa lalu.

Wajahnya memerah, sedangkan aku malah tertawa terbahak-bahak.

"Maaf, Rin. Saya jadi kebawa suasana. Ha ha ha!"

"Dasar goblok emang, kan harusnya lo bisa skip, Pe'a! Kuping gue ni masih perawan!"

Bahkan, dia menutupi kedua telinganya dan itu membuatku semakin tertawa.

"Yaudah, lanjut lagi ceritanya!" dia malah meminta lagi.

Kutarik napas dalam-dalam, lalu menyelesaikan tawaku dulu sebelum melanjutkan cerita:

Saat itu, aku terbangun dengan kepala begitu berat. Duh, Tuhan, pokoknya aku benci sekali mabuk!

Awalnya, aku takbisa bergerak karena menunggu sakit kepala mereda. Namun, tiba-tiba pintu terbuka dan aku mendengar suara wanita.

Ternyata, "Astaga! Kenapa kalian .... Dasar brengsek!" itu suara Sansan.

Aku terlempar ke belakang, kaget karena jeritannya; meringis juga karena sakit sekali di kepala. Namun, kepalaku menjadi lebih sakit karena melihat Tesla terjatuh ke lantai, di sebelah, tanpa sehelai benang sebagai penutup tubuhnya.

Aku pun berteriak, "Aaaaaaah!!!"

Tesla jadi tampak terkejut, mungkin karena melihat tubuhnya telanjang. Kemudian, dia berdiri dengan cepat, lalu mengenakan celana pendek.

Aku juga tak kalah tercengang, ternyata tubuhku tidak tertutup apa-apa. Maka dari itu, kututupi seluruh tubuh dengan selimut.

"Tesla!" Sansan berteriak, lalu mulai terisak, "kenapa ... kenapa bisa kamu ngelakuin ini?"

Kemudian, dia menutupi wajah dengan telapak tangan dan mulai menangis.

Saat itu, semuanya menjadi jelas: aku dan Tesla sama-sama terbangun di ranjang yang sama; telanjang. Seketika juga, kuingat rintihan dan adegan kami yang terjadi, tadi malamnya.

Sial!

"Sansan! Hey! Jangan salah paham dulu, haduch!" Tesla berkata dengan wajah yang pucat, mungkin bingung harus mendekati Sansan atau apa.

"Apa!? Kamu bilang salah paham?!" Sansan menjawab dengan tampak marah, "oke, tolong jelasin apa yang terjadi. Atau kamu mau bilang kalo kalian lagi ngaji sambil telanjang?"

Tesla malah menoleh ke arahku kemudian berkata, "Wik, saya gak nyangka kamu bisa ngelakuin ini ke saya. Ternyata kamu lebih busuk dari yang lain!"

Air matanya mulai mengalir. Tanpa sadar, aku juga ikutan menangis.

Itu benar-benar memalukan, karena tidak pernah berpikir bisa melakukan hal seperti itu. Lebih parahnya lagi, Tesla dan Sansan akan segera menikah. Eh, Tesla malah berbuat cabul denganku—sekretarisnya sendiri.

Semua gara-gara aku mabuk!

"Sansan, plis ... biar saya jelasin," Tesla berkata, sedangkan aku seketika menatapnya bahwa jangan-jangan ... dia akan berbohong.

Aku tersentak saat melihat si Sansan menampar wajah Tesla. Dijamin sakit karena tangan Sansan membekas di sana.

Dia berkata, "Kamu pikir saya goblok?! Semua udah jelas, Tesla!" lalu menatapku dan melanjutkan, "Bilang, Wik, apa yang kalian perbuat tadi malam?"

Aku melihat harapan di mata Sansan. Mungkin, meskipun telah melihat kami dalam situasi ini, dia berharap belum ada yang terjadi. Apakah itu berarti  dia sangat mencintai Tesla?

Kemudian, kutatap wajah Tesla. Matanya seakan menyuruhku berbohong. Aku bisa saja melakukan itu, yaitu menipu Sansan. Namun, setiap kali melihat mata Sansan, aku seperti taksanggup melakukannya. Bagaimana tidak? Aku juga seorang wanita, dan aku tahu itu menyakitkan. Namun, dia tetap harus tahu yang sebenarnya.

“Em … ada sih ...," aku menjawab dengan lirih, tapi sepertinya cukup terdengar.

Tangisan Sansan terdengar semakin keras. Aku hanya bisa memejamkan mata. Meski yakin bahwa Tesla mengutukku, aku tetap takbisa berbohong.

Ketika aku membuka mata, Sansan terlihat sedang melempar cincin ke dada Tesla, dan Tesla berhasil menangkapnya.

"Gak bakal ada lagi pernikahan! Selamat tinggal, Tesla," Sansan berkata sebelum meninggalkan ruangan.

Tesla hanya menatap cincin itu, terlihat serius, dan benar-benar tidak bergerak. Aku jadi merasa gugup, takut bila Tesla melakukan sesuatu padaku.

Aku sudah kenal seperti apa Bos Tesla. Betapa kejamnya dia. Mungkin, dia tidak akan pernah memaafkanku atas apa yang terjadi.

Aku melompat kuat ketika Tesla melempar cincin seraya mengumpat dengan keras.

"Sialaaaan!!!"

Dengan cepat, dia meraih dan mencekik leherku tanpa sepagah kata. Kuraih tangannya karena merasa sakit. Kubenamkan kuku di tangannya agar leherku terlepas. Namun, itu tidak terjadi.

"Ingat ya, Jalang! Saya bakal buat hidup kamu seperti neraka! Saya siksa kamu sampai minta saya bunuh! Liat aja nanti," dia mengancam sebelum  melepaskan leherku dengan kasar.

Setelah cepat-cepat berpakaian, dia meninggalkan ruangan.

Aku langsung menangis sambil memegang leher, seraya batuk-batuk. Cengkeramannya terlalu kuat dan pastinya ... akan berbekas.

Aku pun sangat gugup ketika berangkat kerja di hari berikutnya. Kecurigaanku terbukti benar: ada tanda memar di leher. Maka dari itu, kuikat syal di sana agar menutupi. Saat memasuki kantor, aku bersikap seolah tak ada yang terjadi. Aku tetap menyapa kembali setiap karyawan yang menyapa  dengan masih tersenyum. Namun, ketika menginjak lantai di ruangan Tesla, aku menjadi sangat gugup—talut jika Tesla menepati ancamannya.

Akan tetapi, begitu aku mulai duduk, interkom di meja berdering.

"Wiwik, cepat ke ruangan saya."

Tanpa membuang waktu, aku segera menuruti perintahnya. Hal pertama yang kulihat adalah tumpukan kertas di depan meja  Yah, dialah yang mengajarkanku seperti itu, sebelumnya.

"Saya mau kamu membuat salinannya," dia berkata tanpa melihat ke arahku.

"Tapi, Pak?"

"Kirim ke mereka pakai e-mail saya. Terus kamu jangan pulang sampai kerjaan selesai."

Aku menatap kertas-kertas itu, mungkin ada seribu halaman. Jadi, dia ingin aku mengetik semuanya dan mengirimkan ke emailnya? Wadefak!

Aku pun mematung, sedangkan dia menatapku dengan kemarahan yang begitu jelas di matanya.

"Tunggu apaan lagi, Jalang?"

Bibirku bergerak-gerak karena dia memanggilku jalang. Karena sudut mataku menjadi sangat panas, aku segera mengambil kertas itu kemudian pergi dari sana.

Ketika sudah membaca sekitar lima puluh halaman, perutku terasa sakit dan mulai keroncongan. Saat itu, ternyata sudah jam istirahat. Maka dari itu, aku berdiri untuk pergi ke kantin.

Akan tetapi, Tesla malah muncul dan berkata, "Mau pergi ke mana kamu?" dengan nada yang begitu dingin, serta membuatku menelan ludah.

"Mau makan, Pak."

Dia malah berkata, "Emangnya salinan yang saya minta sudah kamu kirim?" bahkan sambil melihat ke mejaku.

Di situ banyak sekali kertas-kertas yang belum kuketik.

"Maaf, Pak. Saya memang belum selesai."

"Kalo gitu jangan pernah ninggalin meja, sampai kamu selesai ngetik kertas-kertas itu!" dia berkata dengan nada marah, lalu melewatiku.

"Tapi, Pak!"

Meski sudah berusaha tenang, aku malah terkejut karena dia menampar pipiku dengan keras. Darah pun keluar, terasa di bibirku.

"Saya udah gaji kamu mahal-mahal, jadi jangan ngeluh! Lagian kan udah saya bilang, saya bakal buat hidup kamu kayak di neraka. Ingat ya, Ini baru permulaan, Wiwik. Ini ... baru ... permu ... la ... an."

Kemudian, dia masuk ke lift.

Aku duduk di lantai dan menangis. Pipi sakit, bibir sakit, leher sakit, bahkan hati juga sakit.

Aku, Dia, dan EskrimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang