20 Hari Lagi

1 0 0
                                    

>

Sudah empat hari mereka lalui. Ratu, Raja, dan tangan kanan Ratu menetap di gubug Raga yang sudah jebol. Demi kesembuhan Sang Raja, Ratu Zea dan Andre setia menemani di gubug. Selama itu pula, selain Raja yang memulihkan kembali kekuatannya dengan bertapa, Andre dan Ratu juga meningkatkan keahliannya dalam bertarung.

Seperti saat ini, Ratu dan Andre berduel. Mereka menyerang dengan jarak dekat, dengan menggunakan pedang masing-masing. Suara dentingan pedang, terdengar nyaring. Hingga, salah satu pedang terlempar, maka permainan selesai.

Tak!

"Ah, maaf Ratu." Andre menunduk. Ia berhasil memenangkan pertarungan malam ini. Namun, di lain sisi, Ia merasa tidak enak karena telah mengalahkan Ratu.

"Kenapa minta maaf? Tidak apa-apa, ini berarti kemampuan mu semakin meningkat." Ucap Ratu, sambil mengambil pedangnya kembali.

Mendengarnya membuat Andre sedikit tenang. Ia menegakkan kembali badannya dan tersenyum senang.

"Sudah larut, waktunya istirahat, besok kita akan berangkat lagi." Ucap Ratu lalu masuk ke dalam gubug.

"Baik Ratu." Andre menunduk tanda memberi salam oada Ratu. Setelah Ratu masuk, Ia menghembuskan nafas pelan. Hari yang panjang telah berlalu hari ini. Kini, Ia akan benar-benar beristirahat agar besok bisa menangkap dua buronan hebat!

>

Sara kembali menghela nafas. Ia merebahkan dirinya pada kasur yang sedikit keras, karena memang ini bukan rumah utama. Sama seperti gubug kemarin, ini hanya rumah pohon cadangan biasa. Di sini hanya ada satu ruangan, yang berisi satu ranjang beserta kasur dan peralatan tidur lainnya, serta senjata-senjata tajam yang tergantung pada dinding kayu. Pada teras balkon, hanya terdapat dua kursi kayu dan satu meja di tengahnya. Minimalis, tapi nyaman untuk istirahat Raga dan Sara selama empat hari berturut-turut.

Raga yang baru masuk dari arah balkon, setelah mencari angin, sedang menutup pintu dan bersiap akan tidur.

Sara menoleh ke arahnya. "Raga, lo ngerasa aneh ngga si, akhir-akhir ini hidup kita tenang. Gue curiga nih, jangan-jangan besok ada jump scare!"

Raga selesai menutup pintu dan mendekat pada Sara yang bangkit dari tidurnya. "Jump scare? Apa itu?"

Sara menepuk jidatnya, lagi-lagi Ia lupa jika Raga ini bukan dari dunianya. "Kayak, kejutan dalam hidup tapi kejutan yang buruk."

Raga mengangguk paham. Ia mengedikan bahu acuh, tanda tidak tahu dengan apa yang akan terjadi besok. "Entahlah, kita lihat saja besok."

Raga bersiap merebahkan diri di kasur. Ya, selama empat hari ini mereka tidur bersama, karena Raga dan Sara tidak ada yang mau mengalah tidur di lantai, atau pun di luar. Dengan beribu alasan keduanya kekeuh menginginkan tidur di kasur, yang tidak seberapa empuk itu.

Sara mengangguk, Ia ikut merebahkan diri di samping Raga yang memunggunginya. Ia menatap punggung Raga lekat. Ada sedikit perasaan tidak enak karena telah menumpang dan bergantung lama pada Raga. Tapi mau bagaimana lagi, Ia tidak mengenal satu orang pun di sini. Maka dari itu, Sara berjanji, akan membalas kebaikan Raga dengan membawanya ke dunianya, dan akan Ia jamu dengan sebaik mungkin.

Sara janji.

Setelah mengikrarkan janjinya Sara mulai menutup matanya. Saat itu pula Raga membalikkan badannya. Ia menatap lekat wajah tenang Sara. Entah gadis ini sudah terlelap atau belum, Raga tetap setia memandangnya. Karena baginya, itu hal yang candu. Lebih candu dari pada mencuri atau membunuh seseorang. Rasanya, Ia tidak ingin gadis ini pergi.

Mengingat kisah kelam hidupnya selama tujuh belas tahun ini, tidak ada seorang pun yang mau mendekat atau bahkan berteman dengannya. Selama itu pula, Ia luntang lantung, mencari uang atau makanan agar Ia bisa bertahan hidup. Dari dini, Ia sudah ikut berkerja sana sini, namun, gajinya tidak mencukupi kesehariannya, hingga dari situ timbullah dirinya yang suka mencuri. Hal yang dulu Ia lakukan sebagai kebutuhan, kini menjadi kebiasaan.

TIMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang