02: sehari beramarah

7 2 0
                                    


                       Halo Dear,

                 !Happy Reading!

"Hei! Tim perlengkapan dimana?!" teriakan seorang pria membuat beberapa orang yang terkait langsung berkumpul kesumber suara.

"Kalian ini gimana sih?! Dana udah dikirim kan? Kenapa barangnya belum dibeli?!" amarah pria itu semakin memuncak, sebelum ia kelepasan, akhirnya ia berhasil ditahan.

"Sabar dulu, Naresh!"

"Gak bisa gitu, Shan!" sejenak ia menjeda ucapannya, "ini udah lewat batas waktu kesepakatan, kan? Siapa ketua perlengkapan? Temuin gue diaula!" setelah mengucapkan serangkai kata, ia berlalu dari tempat itu.

"Kenapa lagi sih, dia?"

"Tim perlengkapan gak tepat waktu, janjinya sekarang mau dibawa."

Darma menghela nafas, "emang yang kurang apa?"

"Properti yang kurang," setelahnya, Shanka meninggalkan Darma.

Shanka memutuskan untuk keliling sekolah untuk refresh pikirannya. Tapi, seorang pria membuat Shanka salah fokus.

Shanka melihat, pria itu sedang menghubungi seseorang melalui ponselnya. Dengan rasa penasaran yang tinggi, ia memutuskan untuk menguping dibalik tembok.

"Pa, jangan gitu, Pa. Apa boleh, Langit memutuskan keinginan Langit, bukan atas paksaan Papa. Langit capek, jangan paksa Langit, Pa." yaps, itu adalah Langit. Wait, apa dia bilang? Dia dipaksa oleh Papanya? Untuk apa?

"Papa bisa gak, ngertiin Langit untuk kali ini? Langit ngga mau, Pa." meskipun terdengar kesal, Langit tak meninggikan nada bicaranya. Shanka akui, ia cukup kagum.

Terlalu lama dalam lamunan, Shanka tersadar apa yang dia lakukan. Melihat Langit selesai dengan urusannya, dan ingin berbalik badan, Shanka langsung berlari terbirit-birit agar tidak ketahuan oleh Langit.

Dengan nafas yang masih terengah-engah, Shanka terduduk lemas disalah satu kursi teater.

"Shan? Ngapain lo?" bukannya menjawab pertanyaan Zio, Shanka memilih mengabaikannya dan mengatur nafasnya.

"Shanka?" lagi.

Tidak ada jawaban.

"Shan!"

"E-eh, sorry-sorry." entah apa yang ia lakukan tadi, sehingga tak mengiyakan panggilan Zio. Wait, dia melamun?

Dahi Zio berkerut, "lo kenapa sih?"

"Gapapa, gue kebayang drama yang gue tonton."

"Kenapa gue punya temen bego?"

"Karena lo juga bego, hehe." Zio membulatkan matanya mendengar penuturan Shanka.

Tiba-tiba, "Shan," panggilan tersebut membuat orang yang disebutkan namanya tadi menoleh.

"Khenaf, kenapa?" dengan raut wajah datarnya, membuat Khenaf sedikit segan.

"Boleh minta copy-an naskah tadi, ngga?"

"Buat apa? Tadi udah gue kasih."

"Sorry to say, kertasnya gak sengaja ketumpahan minuman cewek gue." Khenaf dapat menangkap raut wajah Shanka yang semakin masam.

"Lo gimana sih? Bukannya udah gue bilang, jangan sembarangan dong."

"Yaudah tinggal copy lagi."

"Gue gak copy dua! Laptop gue juga rusak! Bukannya lo hati-hati malah dicecerin kesana-kesini! Gue ngerjainnya begadang, dan sialnya laptop gue rusak dan naskahnya entah lo apain!" Shanka marah, ia kecewa. Shanka bahkan belum sempat memperbaiki gadget-nya itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 13 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Antara RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang