6

12.3K 139 0
                                    

Keesokan harinya, aku berangkat meski rasa takut masih menguasai diriku. Selama di kantor, aku terus melamun nan terus tak fokus. Bahkan sudah yang ke 3 kalinya aku tidak mendengar panggilan dari Tani.

"Hei, you ok? Kalo butuh duit gue bisa minjemin Lo kok." ucapan Tani membuat ku kejut spontan menggeleng kepala, " Eh! Aku ga lagi ada apa-apa kok mbak. Aku gapapa." tukas ku meyakinkan.

"Tapi kenapa Lo daritadi melamun? Gue kan jadi mikir yang enggak-enggak." kata Tani khawatir. Keningnya mengkerut.

"Maaf mbak, maksud aku melamun bukan karna ada masalah kok eheh." balasku meringis lagi.

"Oke kalau Lo gapapa. Jangan ragu buat cerita ke gue. Awas aja." tatap sinis Tani. "Iya pasti cerita," ucapku tersenyum.

Kami pun tenggelam dalam pekerjaan masing-masing.

.....

Toilet -

"Lo tau gak si?"

"Apa mbak?" respon ku sebagai pendengar atas segala informasi gosip yang selalu Tani dapat.

"Itu si Serra. Sekertaris Pak Gian."

"Iya kenapa dia?" sahut ku lagi siap mendengar.

"Gue denger-denger sih dia suka sama Pak Gian. Serra ngomong sendiri dengan pedenya kalau dia bakal ngeluluhin hati es Pak Gian. Mentang-mentang dia tiap hari ada di deketnya Pak Gian, malah punya tujuan buat centil. Aneh kan?"

"Ooh.. ahaha.. biarkan saja. Namanya juga orang yang sedang mencintai. Sudah pasti mencari segala cara." ucapku menanggapi.

"Tapi menurut gue enggak si, nggak mungkin dia bisa ngeluluhin hati es nya Pak Gian dengan cara apapun. Masa Pak Gian tertarik ama modelan kek Serra? Kalo iya parah banget." ucap Tani seraya menggeleng.

"Selera orang beda-beda mbak, kita wajib hargai mereka." ujarku.

"Haha setiap gue cerita ke lo, semua jadi positif vibes. Tapi menurut Lo, Lo setuju ga tentang Serra?"

"Setuju-setuju aja selagi takdir yang menentukan mereka berdua."

"Yash! Bener banget Lo! Gue cuman greget aja ama si Serra, dia sok banget bakal bisa ngeluluhin Pak Gian ahahha. Apalagi ngedapetin, ngeluluhin aja kaga bisa. Dia juga sempet ngaku kalo dia sebenernya ga suka sama Lo."

"Eh kenapa?" Tak terkejut karna aku sudah lama tau tentang berbagai macam sisi sifat Serra yang mudah berganti. Alias bermuka 3.

"Kan Lo sering di panggil ke ruangannya Pak Gian tuh. Emang si gue juga tau kalo Lo di dalem pasti lama kan? Nah, si Serra tuh ngiranya Lo genit ke Pak Gian. Jadi dia langsung nyebarin fitnah tentang Lo yang genit. Gue sebagai temen Lo kan ga terima. Terus gue bilang kalo itu ga bener."

"Tapi emang dah dasarnya Serra ga suka sama Lo. Dia gue omongin malah makin sewot ga jelas. Sebenarnya selain dia nyebarin fitnah itu, ada beberapa lagi yang Lo belum tau. And gue milih buat ga nyeritain semuanya ke Lo."

"(Haha.. untuk apa aku genit ke orang seperti dia? Salah saja aku di perkosa..)" batinku tersiksa.

"Eh sha. Gue ngomong gini ga bermaksud buat Lo kepikiran tau.. udah jangan di pikirin. Lagian itu emang ga bener. Gue juga udah lurusin biar mereka ga mandang Lo buruk. Semua udh gapapa kok." jelas Tani menenangkan ku.

"Makasih ya Mbak.. mungkin kalau ga ada mbak aku-"

"Udah pasti ada gue. Tenang aja." pungkas Tani memelukku erat. Sangat bersyukur ku memiliki teman dekat seperti dia.

°°°

Larut tiba. Aku baru saja menyelesaikan kerjaan ku di pukul 23.30. Sangat lelah hingga ku memutuskan untuk pulang. Sedikit untung karna aku memiliki beberapa teman lembur meski aku tak terlalu akrab dengan mereka. Yang pasti aku ada teman dan aku aman.

Lebihnya lagi, aku sama sekali tak melihat keberadaan Pak Gian di Kantor. Di halaman luar pun tak ada. Yeah aku senang menerima kenyataan tersebut tetapi terkadang pertanyaan sepintas lewat pada benakku. Pak Gian kemana ya? Daritadi ga keliatan. Apa mungkin beliau tidak kerja hari ini?

Lagi-lagi ku mempertanyakan hal tersebut ketika aku berjalan keluar lewat parkiran mobil bawah tanah. Namun ada satu hal yang membuat langkah kaki ku jadi terhenti, bagaimana aku tidak syok ketika mobil dari arah depan berhenti secara mendadak di hadapan ku! Dan sialnya itu adalah mobil Pak Gian!

"(Perasaan tidak enak ku lewat sini ternyata bener)" batin ku langsung membeku.

Pak Gian keluar dari mobil yang mengharuskan untuk mundur beberapa langkah. "Bapak ada apa malam-malam kesin-"

Tampak tergesa-gesa dia mengajakku, "Ikut saya,"

"Maaf, saya tidak bisa. Ada sesuatu yang harus saya datangi malam ini." sanggah ku beralasan sekilas menunduk.

"Jangan buang-buang waktu, ikut saya Gheisha!" Pak Gian membentak, menggemparkan tempat tersebut dengan suaranya. Ia kembali memasuki mobil dengan emosi yang membara, menunggu ku yang sesegera menyusul.

Selama perjalanan, sekilas ku menatap nya beberapa kali. Melihat apa yang dia pakai beserta raut muka Pak Gian yang terlihat tidak baik-baik saja.

"Maaf, Semua baik-baik saja?" Akhirnya ku memutus tuk bertanya. Namun sayang, tidak ada balasan bahkan lirikan mata pun aku tidak mendapatinya. Melainkan ada hembusan nafas panjang keluar dari mulutnya. Dia tampak masih kesal karena ku.

"Ngomong-ngomong, kita ini mau kemana?" Ku terus bertanya agar suasana canggung tak menengah di antara kami berdua. Sekaligus ku menghilangkan rasa takut ku tuk berhadap dengan nya.

Namun lagi, dia tak menjawab pertanyaan ku. Hingga ku memutuskan untuk kembali diam menunggu mobil ini berhenti dan menunjukkan akhir perjalanan kami.

15 menit kemudian,

Kami sampai di sebuah rumah besar yang begitu luas. Awalnya aku berpikir ini adalah sebuah museum, lalu ku pikir-pikir lagi tidak ada gunanya Pak Gian mengajak ku ke tempat museum, apalagi di tengah malam seperti ini.

Tak mengatakan sepatah kata pun, dia keluar nan masuk ke dalam rumah setelah memarkirkan mobilnya. Tentu ku menyusul di belakang, menunggu kalimat yang akan ia keluarkan.

"Ikuti saya," Sesuai permintaan nya, aku mengikuti Pak Gian. Kemudian aku sadar jika rumah yang kali ini Pak Gian tinggali berbeda. Tidak seperti hari-hari lalu. Kali ini terlihat lebih mewah dari luar, namun dalam tetap minimalis.

"(Ternyata kamar,)" langkah ku menjadi lebih ragu lagi ketika mengetahui ruangan apa di dalam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"(Ternyata kamar,)" langkah ku menjadi lebih ragu lagi ketika mengetahui ruangan apa di dalam.

"Masuk." Pak Gian meraih tangan ku menarik paksa. Pintu kamar ia tutup lalu arah tubuh nya mengarah padaku yang tengah berdiri di dekat dinding. Kini ku tak dapat pergi sebab Pak Gian yang mendesak ku.

"Kenapa kamu meninggalkan saya di saat keadaan saya seperti ini, hm?"

"Memangnya Bapak kenapa?" Jika aku tidak bertanya mana mungkin aku bisa mengetahui bagaimana kondisi nya. Dan lagi yang membuat ku kesal adalah ia tidak membalas apa yang ku tanyakan dan berlagak agar aku yang salah.

Sejenak kami bertatapan, kemudian Pria itu mendekat memeluk lemah sekaligus meletakkan dagu nya pada pundak ku. Ini pertama kalinya Pak Gian melakukan nya. Meski tak sepenuhnya erat aku membalas pelukan itu meski sedikit ragu. Sampaipun aku merasakan sesuatu yang berbeda dari suhu tubuhnya.

"(Pak Gian demam)" batin ku, entah mengapa merasa sedih.

"(Pantas dia tidak masuk kerja hari ini)"

Kami berpelukan sangat lama di sana, sampai ada satu hal yang jelas di luar pikiran ku. Pak Gian muntah tepat di saat itu juga, dan sudah jelas mengenai seragam kerjaku pada bagian punggung.

Don't Want to Share [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang