Bab 4

21 4 0
                                    

~Bismillah~

*****

"Alhamdulillah, rapat hari ini dicukupkan sekian. Pertahankan kekompakan, disiplin, dan tanggung jawab. Bagi pengurus IRMA juga sama, mungkin akan sedikit sulit dalam mengajak orang-orang untuk bergabung. Tapi gapapa, meskipun anggota sedikit yang penting kualitas melebihi ekskul yang lain. Buktikan bahwa ekskul IRMA adalah ekskul yang insyaallah bermanfaat bagi sesama. Semangat dan jangan menyerah, kita semua disini bergandengan tangan untuk mencapai tujuan yang sama yaitu kesuksesan dan perdamaian. Sekian, wassalamualaikum warahmatullah.." tutup Firman sang ketua OSIS di MA Darul Karim itu

"Silakan, semua boleh meninggalkan ruangan" sambungnya

Mata Alish sempat tertuju pada sosok lelaki yang berada tak jauh darinya. Ia yakin, bukan hanya dirinya yang heran dengan sosok itu, tapi-mungkin-hampir beberapa dari peserta rapat hari ini akan merasakan hal yang sama.

"Jangan suudzon, Lish. Kita gapernah tau hati seseorang, itu biar jadi urusan Sang Khaliq" ujar Trisna yang tahu arti tatapan Alish

"Eh-oh, kok tahu si? Cenayang yaaa" Alish tersadar dari lamunannya

"Hahaha yakaliii.." protes Trisna

Trisna sendiri adalah salah satu anggota OSIS, jadi tak heran jika ia mengikuti rapat hari ini.

Lantas Trisna mengajak Alish untuk keluar dari ruangan OSIS. Mereka berjalan beriringan menuju kantin. Suasana disekitarnya ramai, tentu saja karena bel istirahat baru saja berbunyi.

"Soalnya aku sempet mikirin hal yang sama, tapi aku tepis pikiran itu. Kita harus tetep suudzon sama siapapun, masa lalu gajadi patokan buat kita menilai seseorang dikemudian hari" jelas Trisna selanjutnya

"Iya juga, ya. Astagfirullah, aku udah suudzon. Padahal'kan, Allah maha membolak-balik hati"

"Nah, betul banget! Jadi, mulai sekarang, kita harus husnudzon tiap saat pun"

"Setuju! Kita 'kan ga pernah tau isi hati seseorang, bisa jadi hari ini dia sayang sama kamu, detik berikutnya bisa jadi juga dia udah benci sama kamu" ujar Alish

"Eh bentar, bentar!" Trisna berhenti tiba-tiba

Alish mengerutkan kening heran.

"Kok, jadi bahas 'sayang', si? Apaan dah? Jangan-jangan kamuuu...." Celetuk Trisna

"Hah? Yaaa nggaaaa, aku cuman ngasih perumpamaan! Apaansi kamu!" Protes Alish tahu tuduhan Trisna

"Hahahahaaa. Ya lagian kamu ngasih perumpamaan yang ambigu"

"Ya aku cuma ngasih yang simpel aja maksudnyaaa..."

Mereka berdua tertawa setibanya dikantin

--------

Rasa insecure nya kembali menyergap. Alfi memegang dadanya, hal yang selalu ia rasakan tiap kali ia berada diantara orang-orang yang aktif.

"Fi, insecure tuh wajar. Wajar banget. Tapi jangan dijadiin kelemahan, justru harus dijadiin cambuk buat kita bangkit, buat kita lebih baik lagi, buat kita jadiin motivasi. Yuk, kita bareng-bareng jadi lebih baik versi kita. Kita berdua siap kok, jadi besti yang selalu ada disaat-saat terburuk dan terbahagia!" Juned merangkul Alfi

"1002" For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang