Kami berdiam diri di tempat ini sudah cukup lama. Meskipun begitu, tidak satupun kata yang terucap dari kami berdua. Tidak mau keluar, takut bila hanya bisa menghancurkan apa yang sudah rapuh. Tidak satupun dari kami mulai beranjak dari tempat ini, dari bawah pohon tua nan kering yang seperti tak memiliki harapan lagi untuk menemui musim semi yang akan datang. Hanyalah kekosongan yang mengisi ruang di antara kami, sama seperti isi kepala yang tidak ada gunanya ini. Aku tidak tahu apa-apa. Tetapi, setidaknya izinkan aku untuk mengerti. Rasa sakit, amarah, serta putus asa yang coba menenggelamkan dirimu, biarkan aku memahaminya. Aku bukanlah seorang penolong. Aku tidak mengerti mengapa hal itu terjadi, maafkan aku karenanya. Aku hanyalah munafik yang tidak bisa apa-apa. Mencoba menjadi cahaya kecil pembawa harapan adalah hal yang mustahil bagiku. Walapun begitu, hati ini memaksaku untuk mengulurkan tangan, mencoba menggapai ragamu yang kehilangan harapan. Mengenalmu sebentar saja sudah cukup untuk membuatku berdiri di sini selama yang kau butuhkan. Oleh karena itu katakanlah padaku. Apakah ada hal yang bisa kulakukan untuk menolongmu? Tunjukkan padaku cara bagaimana aku bisa menarikmu kembali dari jurang dalam yang ingin menelanmu itu. Empati sialan hanya bisa mengacak isi hati. Otak dungu yang hanya bisa memikirkan untung dan rugi. Raga bajingan yang tidak sedikitpun mau bergerak! Dengan satu teriakan aku tekadkan semua kebusukan dalam diri menjadi cahaya yang hanya bisa memancarkan kegelapan langit. Jika aku dapat menyelamatkanmu dan membuat senyum indah itu kembali lagi, aku tidak akan mempermasalahkan harganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Dalam Lembaran Kertas
Short Story"Dengan satu teriakan aku tekadkan semua kebusukan dalam diri menjadi cahaya yang hanya bisa memancarkan kegelapan langit." "Maka, ketika segala keindahan telah kembali setelah sekian lama terlupakan, janji dan takdir akan masa depan yang baru tela...