LIMA

2.2K 290 57
                                    

Vania memandang sebal buku catatannya yang sudah penuh dengan coretan pulpen. Di jam pelajaran kedua ini, dirinya harus di pertemukan dengan matematika, si mapel mematikan. Ya! Ia akui jika soal hitung hitungan adalah bidang terlemahnya, ia lebih suka menghafal dan banyak mengingat sesuatu, kasarnya ia lebih cocok berada di jurusan IPS, bukan di jurusan IPA yang semuanya terpatok pada rumus.

Dengan kesabaran setipis tisu, Vania masih mencoba mencari hasil dari soal yang sedang ia kerjakan. Sayang sekali jika harus di tinggalkan, sudah setengah jalan brehy tinggal sisa setengahnya lagi, tapi gak nemu nemu si doi, kalau sudah begini rasanya ingin sekali ia berteman dengan Mas Jerome atau Bang Farhan jijima, sudah pasti hidupnya aman damai jika kenal dekat dengan 2 lord itu.

"Ve, lo ketemu gak?"

"Ketemu apaan? Jodoh? Ni masih nyari."

Vania menoleh sempurna ke arah Veve yang ternyata gadis itu sibuk dengan dunianya. Terpantau Veve sedang asik scroll foto di pinterest memilah-milah cowok tampan yang akan menjadi suaminya.

"Jadi lo dari tadi gak nyari?"

"Nyari apaan? Itu?" Veve menunjuk buku cetak Vania yang berisi sepuluh soal matematika.

Vania mengangguk

"Ya enggaklah, kurang kerjaan banget. Bu Inge aja gak masuk, ya gak masuk juga tugas gue."

Fyi, kelas mereka kedapatan jamkos karena Bu Inge berhalangan hadir sebab sedang sakit, beliau hanya meninggalkan tugas sebagai bahan latihan.

Vania melongo mendengarnya, ada ya orang modelan Veve, santai banget soal tugas. Padahal, Bu Inge itu salah satu guru killer di Pelita yang sangat disiplin perihal tugas, guru itu gak akan main main soal punishment, kalau di suruh A, ya A, gak bisa di tolerir.

"Lo gak takut di hukum?"

"Takut sih, cuma gue males banget mau ngerjain sekarang. Lo aja gak ngerti apalagi gue, lagian kan, tugasnya besok di kumpulnya, rajin amat lo ngerjain sekarang."

Vania menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "Iya sih di kumpul besok, cuma gue kan bodoh banget sama ginian, ya ini maksudnya nyicil biar ntar malem gak banyak banyak banget gue ngerjain." Jelasnya.

"Cowok lo kan pinter MTK Van, minta ajarin dia aja, ntar kalau udah lo bagi ke gue." Veve tersenyum lebar.

"Yah, itu mah enak di lo ribet di gue!" Vania mendelik sebal.

"Ya gak papa kali, toh sama ayang sendiri ngerjainnya."

"Emangnya si Revan pinter ginian, dia kan badung, suka bolos, nakal lagi."

"Nah, ini yang gak boleh, lo tuh selalu menilai orang dari covernya doang. Don't judge book like a cover."

"Ih, bukan gitu loh, gue kan cuma ngomong."

Veve terkikik geli, "Iye iye buk. Nih ya, yang gue denger denger sih, Revan dulu pernah ikutan olimpiade MTK ter__"

"HAH!!!" Vania memekik tak percaya. Seorang Revan ikutan olim? Gak salah nih?

"Gede banget sih mulut lo!" Veve meraup kasar bibir Vania, karena pekikan sahabatnya itu, mereka menjadi pusat perhatian sekarang.

Menghiraukan kekesalan Veve, Vania makin penasaran dengan sosok Revan di masa lampau. Ah, ia semakin tak sabar meminta bantuan Revan untuk mengerjakan tugasnya, pasti lelaki itu akan terlihat sangat lucu. Bayangkan saja, Revan yang terkenal urakan tiba tiba berubah menjadi goodboy yang harus berurusan dengan rumus MTK.

"Lo serius Ve, masa iya Revan begitu?"

"Bener Van, tapi cuma sekali doang sih dia ikutan lomba akademik gitu, itupun di paksa, pihak sekolah ngerayu dia hampir sebulan buat ikutan event itu."

REVANIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang