Part 2.

15 4 0
                                    


*Part 2*

_Ansan, Korea Selatan._

5 tahun sudah lamanya Senja berada di negeri Gingseng, negeri yang menjadi pusat Kpop dan pria-pria tampan berwajah oriental. Oppa-oppa Korea memang kerap menjadi incaran banyak kaum hawa, terutama anak muda.

Musim semi di Korea sangat menyenangkan, udaranya sejuk hingga mampu menghadirkan nuansa syahdu nan romantic. Sekarang saja, ia dapat melihat beberapa orang yang datang berpasangan untuk menikmati indahnya pemandangan di sekitar, _cherry blossom_ yang berjatuhan tertiup angin mengingatkannya pada filosofi. Sakura menjadi lambang sebuah janji, bahwa mereka tidak akan ingkar.

"Senja!" Widuri berlari ke arahnya.

Senja pun memperhatikannya yang kini tengah terengah.

"Kamu kenapa, sih?" Senja merasa heran.

"Ada si Jo!" seru Widuri sambil menunjuk jari ke arah pria yang bernama Jo.

"Jo?" monolog Senja.

"Iya, itu Jo Jaemin." sahut Widuri.

"Lah, itu orang ngapain ke mari?"

Senja tampak bingung, pasalnya pria tersebut kerap beberapa kali ingin mengajak Senja berkencan tetapi Senja selalu menolaknya. Pria Korea berparas mirip Idol itu sedang melangkah ke arahnya. Wajahnya manly, meski kadang sering menunjukan raut wajah yang cute, tatapannya begitu lembut membuat siapapun sulit berpaling darinya.

"Senja, annyeong ...." serunya dengan dialek ala orang Korea.

Senja pun terpaksa harus menyapanya kembali. " An-annyeong," serunya.

"Yeppeodda," ucap Jo seraya memuji dengan kata cantik.

Pria itu pun mengukir senyuman yang begitu mempesona, andai saja Senja tidak patah hati oleh Arjuna mungkin ia akan merelakan hatinya pada pria lembut yang satu ini.

Senja hanya mengukir senyuman, sesungguhnya ia kini tidak nyaman lantaran pria bermarga Jo ini sedikit menggoyahkan hatinya. Senja mengambil inisiatif untuk menghindar dari Jo. Meski Jo memang pria yang baik, gambaran ideal dari pria yang Senja harapkan tidak terlalu tinggi, tidak pula pendek, masalah warna kulit jangan ditanya karena kulitnya lebih bening dari harapan Widuri pada Jay Pramudya. Jo adalah pemilik cafe di dekat apartemen sederhana yang Senja tempati.

Senja dan Widuri memang sering hang out ke café itu di sela rehat bekerja. Sekadar menikmati cake atau pun nongkrong sambil minum kopi dan ngewifi secara gratis. Dari awal tahu bahwa Jo menyukainya, Senja menjadi canggung dan bingung. Pasalnya ia tidak ingin membuat orang lain menaruh harapan apapun terhadapnya, apalagi Jo kerap menyatakan bahwa ia serius pada Senja. Namun, Senja cukup tahu diri dan mengingat segala batasannya selama ini. Tidak mungkin baginya untuk menikah dengan Jo, karena mereka berbeda budaya, bahasa terutama keyakinan yang digenggamnya.

Senja masih betah menjanda, bukan trauma pada perceraiannya dengan Arjuna, melainkan ia ingin menghargai perjuagannya selama ini, ia ingat betul bagaimana pahit dan getirnya ketika pertama kali berada di Negeri orang yang bahkan begitu asing baginya. Makanan, budaya serta bahasanya berbeda, membuat Senja kerap mengalami culture syok. Namun, itu semua adalah hal wajar yang sering dialami oleh orang yang merantau ke luar negeri. Jangankan lain Negara, lain daerah di tanah air saja sudah terasa perbedaannya.

Menjadi tenaga kerja Indonesia melalui yayasan membuat Senja harus berbesar hati, merelakan waktu dan jauh dari keluarga demi sebuah harapan agar anak dan keluarganya dapat hidup dengan makmur. Senja juga mengingat semua dukanya dan selalu berterima kasih pada sahabatnya--Widuri, bila bukan karena ajakannya, ia tidak tahu pasti akan ke mana langkah hidup selanjutnya. Patah hatinya pada Arjuna tidaklah mudah untuk disembuhkan, juga tidak bisa dilupakan begitu saja. Bahkan mungkin akan selalu membekas selamanya, tetapi itu hanyalah masa lalu karena selama beberapa waktu belakangan ini ia sudah bisa merelakan. Menjadikan pengalaman pahit hidupnya sebagai pelajaran yang berharga.

Jo masih mengikuti Senja, untuk menghindari rasa canggung akhirnya Senja melontarkan beberapa kata sebagai pembuka percakapan. Jo meminta maaf karena sudah mengganggu waktu liburan Senja, ia hanya ingin bicara bahwa ia berniat kembali ke Pohang. Selain pemilik café, Jo juga bekerja di perusahaan baja yang terkenal di negaranya.

Hal itu membuatnya harus rela pulang pergi dari Ansan ke Pohang, meski dua minggu sekali ataupun satu bulan sekali. Dulu sebelum Senja menolaknya, pria itu sering bolak balik satu minggu sekali hanya untuk memastikan agar Senja mau berkencan dengannya, tetapi harapannya itu hanyalah sia-sia. Akhirnya, Senja, Widuri dan Jo berpindah tempat ke tepi sungai Han, sungai terkenal di Korea Selatan yang sering dijadikan scene dalam beberapa drama Korea. Sungai yang menjadi idaman tua muda untuk bersantai dan melepas penat meski hanya sekadar duduk di tepian, seperti kali ini tampak beberapa orang sedang berkumpul di tepian sungai Han. Ada yang bercengkerama, mengobrol atau sekadar menikmati suasana setempat.

Senja terhenti ketika tidak sengaja menginjak pesawat kertas di langkahnya, ia pun berjongkok untuk mengambil pesawat kertas itu sampai seorang anak laki-laki menghampirinya.

"Aigo ... jeongmal mianhae," ujar Senja berbicara bahasa Korea yang artinya aku benar-benar minta maaf.

Anak itu pun mengangguk, Senja merapihkan kembali pesawat kertasnya lalu memberikanya pada anak itu yang kemudian tersenyum dengan bahagia. Anak itu pun berlari sembari membawa pesawat kertasnya, Senja tertegun karena saat itu juga ia merindukan putranya, Aradhana.

"Senja, kenapa malah diam saja?" seru Widuri sampai Senja kembali pada kesadaran diri sepenuhnya.

"Waeyo?" Jo bertaya kenapa pada Senja, yang kini tampaknya ia khawatir melihat raut wajah perempuan itu yang berubah murung.

" Gwaenchana," sahut Senja yang menjelaskan bahwa ia baik-baik saja.

Mereka pun duduk di tepi sungai itu. "Senja, kamu tahu nggak, pesawat kertas itu mengandung filosofi loh," ujar Widuri, "kita bikin pesawat kertas, yuk! Terus pake tulisan, lalu kita terbangkan ke udara. Ceritanya kita kayak menerbangkan harapan, gitu," tutur Widuri yang kerap kali bersikap puitis.

"Terserah saja," pungkas Senja merasa malas, pandangannya kini fokus pada air sungai yang mengalir. "Aku nggak mau menuliskan harapan apapun. Aku akan membiarkan semua harapanku itu mengalir seperti air, bukakah itu lebih baik?" ujarnya.

"Iya, iya, terserah neng Senja saja," seloroh Widuri.

Senja pun mengukir senyuman, mengingat pernah melakukan hal serupa bersama Arjuna yang akhirnya harus berpisah dengan perceraian.

"Senja berpose dong bareng Jo!" seru Widuri yang selalu mengambil foto secara rutin dan mempostingnya di media sosial.

Widuri memang tidak pernah absen membawa kamera ke mana pun. Selain merangkai kata, hobinya kali ini adalah mengumpulkan gambar dari apa yang ia lalui di perjalanan hidupnya.

"Tuh, 'kan, belum apa-apa udah banyak yang kepo," paparnya.

Senja dan Jo hanya menoleh sesaat pada Widuri, membiarkan wanita itu larut bersama kameranya.

"Kamu nggak kepengen bikin medsos?" tanya Widuri.

"Males," sahut Senja.

"Eh, ada Elang nge- like, si Lingga komen cantik katanya," ujar Widuri yang semakin sibuk dengan dunianya sendiri.

"Itu siapa ceunah?" Widuri membaca komenan dari Elang, ia pun lalu membalas bahwa itu adalah pacar Senja.

"Tai. Haha ... Senja, si Elang balas dengan emoticon haha ...."

Senja dan Jo juga ikut tersenyum dan tidak ingin menghiraukannya, keduanya memilih menikmati suasana.

" Kiw, ceunah. Haha ...."

Widuri lantas tertawa membaca komenan dari Jona.

"Kamu suka, ya, sama A' Jona?" celetuk Senja.

"Ih, apaan sih? Orang cuma komen-komenan juga," sanggah Widuri.

Senja lalu berpaling lebih memilih memandangi langit Ansan di sore hari.

"Langit biru," gumamnya.

Karena memandang langit kerap kali mengingatkanya pada Elang.

"Ya Allah, Senja, kerabatmu makin cakep aja deh," ucap Widuri seraya memuji.

"Ada apa sih?" Senja mengernyit.

"Lihat, deh, ini Jay sedang berada di acara pertunangan si Aer ceunah," papar Widuri dengan menunjukkan foto instagram yang diposting Jay Pramudya.

"Ini tuh siapa, sih, yang di sebelahnya Jay. Aku lupa?" Widuri meminta Senja untuk memperhatikannya.

Senja pun menoleh dan memandangi foto itu, terlihat Jay dan Saga yang saling merangkul.

"Oh, itu A' Saga," ujarnya.

"Nah iya, lupa aku," celoteh Widuri.

Senja kini menoleh dan meminta atensinya. "Wid, tolong salamin ke Jay," titahnya.

Widuri jelas bingung, karena selama ini ia tidak berkomunikasi dengan Jay hanya sekadar mem- follow dan me- like postingannya saja.

Senja pun meraih ponsel widuri dan mengetik sesuatu di kolom komentar akun Jay seperti yang ia inginkan barusan. Widuri tentu tidak akan marah, hanya karena Senja melakukan hal itu. Tidak lama kemudian notifikasi pertemanan masuk di akun instagram Widuri.

"Saga?" gumam Widuri.

"Nah loh, baru aja ditanyain, orangnya udah follow aja," ujar Senja yang kemudian membiarkan Widuri sibuk dengan dunianya.

Senja bukanlah wanita yang jahat, ia ingin memanfaatkan waktu sebaik mungkin dengan menyatakan pada Jo bahwa ia akan kembali ke tanah air. Pria itu lantas tertegun mendengar pernyataan Senja. Berat hati dan tidak rela kini menyambanginya, tetapi apa mau dikata karena takdir sudah berkendak demikian. Kini, Jo hanya bisa tersenyum, meskipun berat ia harus merelakan Senja. Wanita yang disukainya untuk kembali ke Negara asalnya yaitu Indonesia.

Kontrak kerjanya sudah habis. Senja juga tidak berniat memperpanjang kontrak itu, lantaran abah Koswara selalu memintanya untuk pulang dan tidak mengizinkannya pergi apalagi jauh sampai ke luar negeri. Beberapa hari lagi Senja akan pulang ke Indonesia, sudah tak sabar ingin mencurahkan kerinduannya pada keluarga terutama pada putranya--Aradhana--yang kini dalam asuhan Shailendra dan teh Herlina.

Dukungan penuh dari keluarga besar membuat Senja menjadi lebih ringan menjalani hari-hari yang sepi, ia pun mempercayakan sepenuhnya pada sang kakak untuk menjaga putra semata wayangnya itu di kampung. Kabarnya, Arjuna juga selalu rutin menengok anaknya dan mengajaknya pergi piknik di sela libur bekerja. Arjuna juga kadang menghubungi Senja untuk menyampaikan bahwa ia sudah mengirim bekal materi ke putranya Aradhana yang tertampung dalam rekening khusus. Tak banyak kata yang bisa Senja ucapkan selain terima kasih karena Arjuna sudah bertanggung jawab menafkahi anaknya selama ini.

Senja dan Widuri saling berpelukan setelah selesai merapihkan barang-barang yang akan Senja bawa pulang ke Indonesia.

"Kalau sudah sampai kasih kabar, ya?" pinta Widuri.

Senja mengangguk. "Kalau pulang ke Indonesia jangan lupa kasih kabar," pinta Senja.

"Sampaikan salamku pada Jay," ujar Widuri.

"Nggak mau, kamu aja sendiri yang bilang sana tinggal chat lewat medsosnya," celetuk Senja.

"Dih, sebel," protes Widuri sampai cemberut, membuat Senja kini tak tahan menahan senyumnya.

Mereka pun berpamitan, semuanya sudah diatur oleh agen yang mengurus kepulangan Senja ke Indonesia. Bukan hanya Senja yang saat itu pulang, ada beberapa orang juga mendapat jadwal yang sama, entah itu habis kontrak atau hanya sekadar cuti bekerja.
Perasaan bahagia tak dapat lagi dilukiskan oleh kata-kata ketika pesawat yang Senja tumpangi sudah mendarat dengan selamat di tanah air tercinta yaitu Indonesia.

Setelah menyelesaikan pemeriksaan imigrasi dari kedatangan luar negeri, Senja beserta yang lainnya pun kini bergegas. Mereka disambut oleh keluarga masing-masing yang sudah sedari tadi menunggu kedatangannya.
Senja menoleh ke sana ke mari, sambil memegangi dua troli koper besar berisikan pakaian serta oleh-oleh untuk keluarga dan para tetangga di kampung. Langkahnya mulai goyah, pandangannya mulai kabur oleh air mata tetapi ia masih bisa melihat seseorang dari kejauhan yang berlari dengan sumringah ke arahnya.

"Neng Senja!" seru Elang dengan merentangkan tangan kemudian memeluknya di hadapan banyak orang sampai tubuh Senja melayang karena dibawa berputar olehnya.

Ayah Pramudya beserta bunda Kartiwi meminta Elang untuk menurunkan Senja, Elang pun menuruti hingga mendaratkan ciuman pada pipi dan kening Senja dengan seksama sampai mereka pun menangis oleh kebahagiaan. Seperti biasa abah dan umi tidak ikut serta menjemput Senja, lantaran umi sering mabuk perjalanan. Mulanya, Senja berharap bahwa mungkin saja putranya Aradhana akan ikut menjemputnya, tetapi bunda Kartiwi bilang bahwa Aradhana lebih baik menunggu di rumah karena Shailendra dan teh Herlina menghawatirkan kalau sampai Aradhana kelelahan.

"Alhamdulillah!" seru ayah Pramudya seraya mengucap syukur atas kedatangan Senja di bandara.

"A' Sigit dan istrinya, kenapa nggak ikut?" tanya Senja.

"Istrinya udah hamil besar, bentar lagi melahirkan," ujar Bunda.

"Neng Senja, makin cantik aja, ih," puji Elang, Senja pun tersenyum ke hadapannya.

"Ayo, kita pulang!" seru ayah Pramudya sambil menarik salah satu koper milik Senja, sementara satunya lagi ditarik oleh bunda Kartiwi.

"Sini, Neng, biar Elang yang bawain." Elang meraih tas gendong milik Senja.

"Jay di mana?" tanya Senja.

"Ada di rumah," sahut Elang.

Mereka pun melangkah bersama menuju parkiran, memasukkan semua barang bawaan Senja untuk pulang ke kampung halaman. Sesampainya di rumah abah Koswara, Senja pun disambut tangis dan suka cita. Senja bergegas memeluk kedua orang tuanya, suasana itu mengundang keharuan dari para tetangga yang tak segan ikut menangis bersama.

Sagara Senja🌸Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang