7. Uncovered

59.5K 3K 224
                                    

Jemma berputar-putar di tempatnya, membuat gaun putih mewah nan cantik yang dikenakannya mengembang dan ikut bergoyang. Wajahnya dipenuhi rasa senang dan bahagia, hari besarnya akan segera tiba.

Segala persiapan telah diatur dan dipersiapkan. Pernikahan tak semewah yang dipikirkan, tapi pernikahan akan berjalan hikmat seperti yang diimpikan.

"Jemma" panggilan lembut itu membuat Jemma menoleh.

Jemma tersenyum, memandang mata sayu itu dengan kebahagian yang sekarang ini sedang menguasai dirinya.

"Ya bu" jawab Jemma menghampiri ibunya yang terduduk di pinggir kasur dan bersimpuh di depan kaki ibunya.

Ara mengulurkan tangannya, mengelus kepala putrinya yang bertumpu di atas pangkuannya. Gadis kecilnya sudah tumbuh dewasa dan tak lama lagi putrinya itu akan menikah. Ada rasa sedih yang menyelimuti hatinya, karena bagaimanapun juga dia tidak ingin berpisah dari putri kesayangannya itu.

"Jemma senang?" tanya Ara lembut dan penuh kasih sayang. Jemma menganggukkan kepalanya antusias.

"Coba sekarang ceritakan pada ibu, sesenang apa perasaanmu saat ini" ujar Ara kembali mengelus puncak kepala Jemma penuh kasih sayang.

"Aku tidak hanya senang bu, tapi juga bahagia! Aku pernah bermimpi menikah dengan pria tampan dan mapan, dan mimpi itu tak lama lagi akan benar-benar terjadi bu! Masihku ingat pertemuan pertama kami, dia tersenyum kepadaku bu, dia tersenyum begitu manis, membuat jantung ini berdegup kencang dan dari situ aku tau kalau aku telah jatuh cinta padanya. Dan saat dia menyetujui perjodohan ini, hatiku langsung berbunga-bunga bu, aku berpikir kalau dia juga menyukaiku, makanya dia menerima perjodohan ini!" ujar Jemma berbunga-bunga, matanya berbinar memandang atap kamar, mengulang hari di mana dia dan orang itu pertama kali dipertemukan.

Ara tersenyum melihat putrinya, tetapi tetap saja Ara tidak bisa menutupi rasa kekhawatiran yang tergambar jelas dibola mata coklat terangnya dan Jemma tidak memperhatikan itu. Rasanya sedih bila nanti dirinya harus meninggalkan Jemma sendirian dikehidupan ini.

Ara belum siap meninggalkan Jemma, sampai dia menyaksikan sendiri putrinya berada ditangan yang benar, seseorang yang bisa menggantikan tugasnya untuk menyayangi dan melindungi Jemma, putrinya yang lugu.

"Ibu senang kalau Jemma senang, ibu juga bahagia bila Jemma bahagia. Jemma harus ingat pesan ibu, jadilah wanita mandiri yang berdiri dengan kakimu sendiri, istri yang berbakti dan penurut untuk suamimu kelak. Jangan menangis bila kau tersakiti, jangan marah bila kau dikhianati, kau harus iklas, sabar dan tabah nak. Hidup ini keras Jemma, maka dari itu jangan biarkan air matamu yang berharga ini terbuang sia-sia.." Ara menghapus air mata Jemma yang mengalir dengan ibu jarinya penuh kelembutan.

"Jadilah wanita yang kuat. Kaulah wanita yang kuat itu, Jemma!" Ara menggoncang tubuh Jemma, memberi semangat pada putrinya seraya tersenyum bersamaan dengan air mata yang turun membasahi pipinya. Keduanya berpelukan.

Ara tau kehidupan putrinya akan segera berubah setelah pernikahannya itu dan semoga saja semua akan baik-baik saja.

"Terima kasih ibu" ucap Jemma lirih.

Ini minggu ketiga, Ara pergi meninggalkan dunia untuk selamanya. Ara divonis mengidap kanker otak dan dokter sudah memprediksikan bahwa umurnya tidak akan lama lagi. Segala pengobatan dan operasi sudah dilakukan tapi tetap tidak ada perubahan.

Ara menghembuskan napas terakhirnya dengan sebuah senyuman yang menghiasi wajahnya. Wajahnya seakan bersinar dan ya Ara bahagia.

Ara bahagia karena Jemma sudah berada ditangan yang benar. Dan orang itu adalah Mario Di Fernando, menantunya. Ya, Mario sudah menjadi menantunya semenjak dua minggu yang lalu.

Show YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang