Mark memarkirkan mobilnya asal saat melihat kawanan alpha yang sudah shifting memenuhi halaman depan toko bunga milik Jasmine.
Dia tidak punya waktu banyak, tajam gardenia dan matahari mengisi indra penciuman, membuat lengannya terasa semakin menyakitkan.
"Minggir."
Tidak ada yang menggubris.
Jika sudah begini, Mark terpaksa harus mengeluarkan alpha tone-nya.
"Kubilang minggir, sialan."
Beberapa di antara mereka mundur pelan, membuka jalan bagi Mark untuk ke depan.
"Hey bung, jangan menyela antrian, kita semua akan menikmati omega itu."
Bola mata Mark yang tadinya terlihat tenang berubah dingin, menghujam alpha di depannya yang mundur pelan.
"Coba ulangi kalimatmu."
Udara di sekitar mereka terasa mencekam, langit malam di atas sana jauh lebih pekat dari sebelumnya, Mark maju selangkah, menatap wajah alpha di depannya dengan mata setajam elang.
"Kupastikan kau akan membusuk di neraka jika berani menyentuhnya."
"Memangnya kau siapa?"
Beberapa orang yang masih memiliki nyali mendorong Mark, membuat pria itu mendengkus.
Angin berhembus pelan, mengantarkan aroma hutan hujan yang mencekik, tajam dan misterius.
Lengan mereka tersayat tanpa sentuhan, membuat mulut terbuka penuh tanya. Darah segar mengucur dari sana dengan empat luka yang memanjang.
Seekor serigala berbulu hitam pekat dengan bola mata sekelam malam berdiri gagah di samping Mark, menatap mereka penuh intimidasi.
Mark berbalik, membuka pintu toko dengan sekali tendangan. Mengabaikan pandangan para alpha yang berbisik ribut.
Enigma.
Sosok yang selama ini hanya dikenal dari buku dan gosip kini berdiri gagah di depan mereka.
Enigma alpha.
Penguasa para penguasa.
***
Rain mengerutkan kening saat merasakan getaran dari beberapa alpha yang mencoba menerobos masuk mulai menghilang.
Kakinya kembali berdiri dibalik tirai, menatap jalanan sekitar yang sudah sepi, hanya ada satu mobil yang terparkir asal.
Dia menghela napas panjang, segera menjatuhkan tubuhnya ke atas sofa, lelah sekali, rasanya hanya ingin pulang dan tidur.
Melupakan bunga lili dan semua hal yang terjadi hari ini.
Fokus gadis itu kembali penuh saat melihat pintu penghubung bergerak, jantungnya merosot tatkala bertemu tatap dengan seorang pria yang berdiri di sana.
"Siapa kau?" tanyanya tajam.
"Dimana Helena?"
"Aku tanya, kau siapa?"
Mark berdecak, "Mate Helena."
"OH MOON GODDESS! Akhinya kau tiba!"
Rain menyerahkan kunci kamar ke tangan Mark, "Bawa dia pergi. Di sini tidak aman."
"Terima kasih sudah menjaga Helena?"
"Rain."
"Okay, Rain."
"Ya, sama-sama."
Perempuan itu melangkah turun, berdecak melihat kekacauan yang terjadi di lantai bawah, Jasmine pasti akan shock melihat ini nanti.
Tapi, Rain tidak peduli. Dia berjingkat, melompati pot yang menggelinding kemudian berlari ke rumahnya sendiri.
***
Helena bergerak tidak nyaman di atas tempat tidur, bagian bawah tubuhnya berdenyut, meminta dipuaskan.
Air mata rasanya sudah kering, tangannya sakit karena dicengkram terlalu lama. Dia sudah kehilangan akal sehat saat pheromone itu kembali muncul, kali ini jauh lebih menusuk dari sebelumnya.
"Helena."
"Uhm ..."
Dia tidak bisa berpikir jernih saat sebuah tangan meraih jemarinya, mengelus titik nadi yang panas.
"Helena, kau mendengarku?"
"Ugh ... y-yah. I hear you."
Mark berdecak, kondisi gadis ini sangat memprihatinkan. Hoodie yang biasa menutup tubuh atasnya sudah tergeletak menyedihkan di atas lantai, begitupula dengan jeans biru. Menyisakan bra dan thong hitam yang membungkus tubuhnya.
"Helena ..."
Air mata gadis itu turun perlahan saat Mark mengusap keningnya yang panas, "Helena, open your eyes."
Matanya pelan terbuka, bertemu dengan bola mata onyx yang menatap lembut.
"Youre safe with me, baby."
***