Mark membawa Helena ke mansion packnya yang terletak persis di tengah hutan. Dari sini, mereka bisa mendengar aliran air terjun.
Lampu depan menyala terang saat mereka tiba di sana, Mark menggendong tubuh gadis itu ke dalam sebelum mengunci semua pintu.
"Haus?"
"Hmm."
Helena tidak mengucapkan sepatah kata pun saat Mark memakaikannya baju dan membawanya ke sini, gadis itu menjadi patuh dan mendengarkan dengan baik saat Mark menjelaskan relasi mereka.
"Jadi ..." Gadis itu menggigit bibir bawah, menatap punggung Mark yang sedang mengambilkan air untuknya.
"Were mate, baby. Were meant to be together. Meant to each other."
Ah, begini rasanya menjadi mate seseorang.
Jiwa omeganya menjerit bahagia di dalam sana, mendorong Helena untuk berdiri dan melingkarkan lengan ke perut Mark.
"Why, baby?"
Gelengan jadi jawaban, Mark mengelus tangan yang terasa pas dalam genggamannya itu, "Minum dulu."
Keduanya duduk berhadapan di meja makan, Helena menunduk, merasa malu dengan tingkahnya.
"Itu ..."
"Iya, bukan maumu, kan?"
Gadis itu mengangguk kecil, "Sun sepertinya senang sekali bertemu denganmu."
"Sun?"
"Uhm. Omegaku."
"Kau menamainya Sun?"
"Ya."
Mark tersenyum tipis, "Aku juga bisa merasakan Sky kegirangan bertemu denganmu."
Helena tertawa kecil, "Sky? Seperti apa dia?"
"Kau akan jatuh cinta seperti Sun memasrahkan diri dalam dekapan Sky."
Mark menutup tirai jendela dapur, kemudian berdiri di belakang Helena, memijat pelan bahu gadis itu.
"Ingin membahagiakan mereka?"
"Mating?"
"Ya ... kau siap? Atau, ingin menunggu masa rutku?"
Gelengan kecil jadi jawaban, Jasmine pernah bilang, masa rut alpha itu jauh lebih menyakitkan daripada heat omega.
Helena tidak ingin mating mereka nanti diisi oleh tangisnya.
"Mark ..."
"Ya?"
"Ini kali pertamaku berhubungan dengan alpha."
Pria itu duduk di depannya, menggenggam tangan Helena erat.
"Jika kau belum siap, aku hanya akan melakukan scenting."
Dia bisa melihat sulur-sulur yang mengikat kelopak bunga matahari di lengannya bergerak pelan.
"Sun ingin bebas."
Mark mengelus keningnya, "Semua tergantung padamu, aku tidak akan memaksa."
"Apakah ... sakit?"
Tawa pria itu membuat Helena memerah malu, pipinya bersemu membuat Mark membawanya dalam pelukan hangat.
"Aku akan pelan-pelan," katanya, mengelus kepala belakang Helena dengan lembut.
"Janji?"
"I promise, baby."
Mark mengendongnya ke dalam kamar dengan satu ranjang berukuran besar yang terlihat nyaman, pria itu meminta izin ke kamar mandi terlebih dahulu, meninggalkan Helena yang duduk canggung.
Gadis itu melangkah ke arah cermin, menatap tubuhnya yang masih terbalut hoodie kebesaran, rasa tidak percaya diri kembali muncul.
Bagaimana jika Mark tidak menyukai tubuhnya?
Bagaimana jika Mark memutuskan ikatan mereka?
Bagaimana jika nanti Mark meninggalkannya?
"Baby, memikirkan apa?"
Terlalu larut dalam lamunan, Helena tidak menyadari keberadaan pria itu, bahkan ketika Mark memeluknya dari belakang, menyusupkan tangannya ke dalam hoodie dan mengelus lembut kulit perutnya.
Mark tidak berhenti di sana, bibirnya mencium leher Helena, tapat di mana nadinya berdetak, menghisap kulit lembutnya hingga menyisakan bekas kemerahan di sana.
"Mark."
"Ya?"
Tidak jawaban dari Helena membuat pria itu menuntun lengannya untuk duduk di atas kasur, pheromone sang omega terasa sedikit lebih pekat dan pahit.
Mark yakin, ada beberapa hal yang disembunyikan oleh perempuan yang kini berstatus sebagai belahan jiwanya.
"Baby."
Helena menunduk, memainkan kesepuluh jemarinya di atas pangkuan, matanya tidak sanggup menatap Mark yang berlutut di depannya.
"Kau bisa memberitahuku tentang apapun itu."
Tangannya digenggam erat, berusaha meyakinkan bahwa Mark akan ada di sini karena dia memang ditakdirkan untuknya.
"Aku ..." Helena mengembuskan napas panjang, menatap Mark yang menunggu dengan tenang, "Aku anak yang tidak diharapkan."
Kening Mark mengerut halus, berusaha mencari penjelasan dari mata Helena.
"Orang tuaku memutus ikatan mereka saat aku berusia sepuluh tahun. Ayah pergi dengan omega yang dia cinta, meninggalkan ibu dengan sakit hati yang membuat dia mati."
"Baby, im sorry to hear that."
Punggung tangannya diusap pelan, Mark berusaha meyakinkan bahwa dia masih di sini, mendengarkan Helena yang terbata menjelaskan tentang situasi mereka.
"Hubungan yang hancur itu membuatku tidak percaya pada mate. Mana ada orang yang bersedia menghabiskan seluruh hidupnya bersama dengan orang yang baru mereka kenal?"
"Lalu?"
"Aku tidak pernah berteman dengan alpha manapun, berusaha menekan pheromoneku seminim mungkin. Aku tidak berencana untuk menjadi mate seseorang."
"Karena kau takut ditinggalkan seperti ibumu?"
Udara di sekitar mereka terasa berat, hanya ada hembusan nafas yang mencekik leher. Helena menganggukkan kepala, membuat Mark berdiri di depannya.
"Kita tidak akan mating sampai kau bisa percaya padaku."
Karena setelah mating, mereka akan hidup selamanya, berdampingan satu sama lain, menjadi pasangan dalam suka maupun duka.
"Kau boleh istirahat di sini, aku akan tidur di luar."
Ujung cardigan yang dia kenakan ditarik pelan, Mark menoleh hanya untuk menemukan Helena terisak kecil.
"Helena ..."
"Sun membutuhkanmu ..." katanya lirih, "Akhir-akhir ini, aku terlalu sering mengabaikannya, membawanya dalam sepi yang kurasakan, Sun berhak untuk menemui Sky."
"Tapi kau tidak menginginkanku," bisik Mark pelan, "Sky dan Sun hidup dalam diri kita, Helena. Menyatukan keduanya berarti menyatukan kita, bagaimana kita bisa melakukan itu sementara kau belum percaya padaku?"
Helena menunduk lesu, "Apa kau mau berjanji untuk tidak pernah meninggalkanku?"
***