Sebagai seorang Chef, perjalanan karirnya didukung oleh privilege yang melekat pada diri dan keluarganya. Sebagai seorang chef, ia tahu betul bagaimana kehidupan sebuah 'dapur' demi memuaskan 'taste' para pelanggan. Sebuah kesalahan sedikit saja, ka...
"Berarti nggak masalah dong kalau kita sarapan sama-sama? Udah lama juga kita nggak tegur sapa basa-basi sejak kamu nolak aku," Mario tersenyum kecil, mengenang masa saat Kaira dengan gamblang menolak dirinya.
Lidah Kaira kelu. Sebenarnya, bukan ia tidak ingin bertegur sapa. Hanya saja, ia merasa sungkan setelah itu. Walaupun begitu, mereka tetap bersikap profesional di dapur. Mario jelas mengesampingkan perasaannya. Tapi ternyata, ia belum lupa hingga kini.
"Aku nggak ngajak kencan, kok. Cuma ngajak sarapan aja. Aku punya langganan warung nasi uduk, lho. Walaupun kecil, tempatnya bersih," Mario belum menyerah.
Kaira bimbang. Disisi lain, perutnya sudah tidak bisa diajak kompromi. Disisi lain, ia khawatir kecanggungan akan melanda mereka nantinya.
"Ayo!" Melihat kegigihan Mario, Kaira pun luluh. Ia mengangguk setuju. Beriringan mengendarai kendaraan masing-masing, Kaira mengikuti di belakang.
Akhirnya, sampailah mereka di sebuah nasi uduk yang walaupun kecil namun tampak ramai. Hampir semua kursi penuh oleh pengunjung yang hendak menikmati sepiring nasi uduk. Kaira mengekor Mario menuju kursi panjang yang masih kosong. Meja sempit yang menempel di dinding lebarnya hanya muat untuk satu buah piring.