Sebagai seorang Chef, perjalanan karirnya didukung oleh privilege yang melekat pada diri dan keluarganya. Sebagai seorang chef, ia tahu betul bagaimana kehidupan sebuah 'dapur' demi memuaskan 'taste' para pelanggan. Sebuah kesalahan sedikit saja, ka...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Menu [51] Beban
Pagi itu, Mahesa tengah disibukkan membuat beberapa macam makanan di dapur rumahnya. Berbagai bahan makanan berjejer di atas counter. Mbak Ifah ikut membantu mengupas kulit wortel dan kentang.
"Wangi banget," tak lama berselang, Mama masuk ke dapur dan memuji aroma semerbak masakan yang dibuat oleh Mahesa. "Nggak kerja?" Mama heran karena biasanya pagi-pagi sekali Mahesa sudah berangkat.
"Cuti, Ma," jawab Mahesa.
"Tumben?" Mama meraih sebuah apel dari atas meja dan mengigitnya. "Kamu yang beli? Manis," puji Mama disambut anggukan Mahesa.
"Ada semangka juga di kulkas, Ma,"
Mama tersenyum melihat putra sulungnya. Sedari kecil, Mahesa memang paling dekat dengan Mamanya. Mungkin karena ia bungsu dan sangat dimanja oleh Mama.
"Ada urusan, Ma, makanya cuti," terang Mahesa.
"Lalu ini, buat siapa?" Mama menunjuk kotak plastik berisi beberapa makanan di sudut counter.
"Itu.." Mahesa meringis.
"Buat Kaira-Kaira itu, ya?" Tebak Mama.
Mahesa mengangguk malu. Mama pun berdiri, mengambil sebuah tote bag dari kotak penyimpanan. "Jangan pakai kantung plastik. Pakai ini saja, manis, 'kan?" Mama memasukkan kotak-kotak itu ke dalam tas.
"Terima kasih, Ma," Mahesa tersenyum senang.
"Mau kencan ya?" celetukkan Mama membuat wajah Mahesa mendadak memerah.
"Apaan sih, Ma," Mahesa berkilah.
Respon Mahesa memicu gelak tawa Mama. Bisa dibilang, ini kali pertama ia melihat putranya mendekati seorang wanita secara langsung. Saat masih sekolah, Mahesa tampak cuek dengan lawan jenis. Yudhistira pun berkali-kali meledek kejombloannya. Lalu saat Mahesa di Aussie, Mama baru tahu Mahesa menjalin kasih dengan Halena setelah beberapa lama.
"Dia baik, 'kan, sama kamu?" tanya Mama. Bagaimanapun, ia tidak ingin jika ada wanita yang memanfaatkan putranya.
Mahesa mengangguk dengan senyum tipisnya. "Terlalu baik, maybe?" Mahesa terkekeh.
"Ma," Mahesa memandang Sang Mama. "Terima kasih sudah mendukung,"
Kalimat Mahesa membuat Sang Mama merasa terharu. Mama pun mendekati Mahesa dan memeluknya. "Kamu ini...sudah kepala tiga padahal, tapi rasanya kenapa masih seperti baru lahir kemarin, ya," Mereka berdua tertawa bersama.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Mbak, ini mau ditaruh dimana?" pagi itu, toko Kaira sangat sibuk. Ada banyak pesanan buket bunga untuk wedding fair di salah satu venue besar. Tokonya semakin naik daun sejak Heera memposting dekorasi pernikahannya dan men-tag akun tokonya. Miris sekali bagi Kaira, disaat Abi meninggalkan rasa trauma yang mendalam, Heera, istrinya justru bak dewi fortuna untuknya.
"Satu jam lagi diambil," Erika mengingatkan para staff yang lain untuk segera menyelesaikan.
Kaira mengecek satu per-satu buket bunga pesanannya, memastikan tidak ada bunga layu maupun serangga yang merusak kualitas produknya.
Ditengah kesibukan itu, mobil Mahesa datang dan terparkir di halaman toko. Jantung Mahesa berdebar kencang sebab sejak pertemuan mereka tempo lalu, mereka tak lagi berkomunikasi. Sebetulnya, Kaira sempat menanyakan perihal sikapnya usai pertemuan itu. Namun lagi-lagi Mahesa tidak mau jujur. Ia tidak siap mendengar jawaban Kaira andai saja tak sesuai harapannya.
Mahesa menenteng totebag cokelat dengan pita manis kemudian berjalan masuk. Matanya menyorot Kaira yang tengah fokus bekerja. Kehadirannya disadari oleh Erika.
"Chef-" langsung Mahesa mengisyaratkan Erika untuk diam. Ia tidak ingin mengganggu Kaira bekerja.
Erika pun balas mempersilahkan Mahesa untuk duduk di sofa tak jauh dari meja kasir.
Mahesa mengamati Kaira. Kehadirannya selalu tak disadari kala ia bekerja. Melihatnya saja Mahesa tahu, Kaira bekerja dari hati, berbeda saat ia berada di dapurnya. Tidak ada tekanan sama sekali dan suasana hatinya selalu baik. Senyum tipis tak lepas tiap ia berkutat dengan bunga-bunga kesayangannya. Angannya berkelana jauh, membayangkan jika ia menikah dengan Kaira, pasti rumah terasa indah dan hangat. Berbagai macam bunga tumbuh di halaman dan makanan-makanan lezat menjadi teman mereka bercengkerama di taman. Belum lagi jika mereka memiliki anak..
"Hah!" Mahesa tersadar. Angannya terlalu jauh. Kaira saja belum menerima perasaannya malah sudah membayangkan sebuah keluarga.
Tidak bisa dipungkiri, diusia yang semakin matang dan karir yang stable, serta finansial yang cukup, Mahesa tidak lagi bermain-main. Ia ingin menikah dengan orang yang tepat untuknya.
Lima belas menit berlalu dan akhirnya Kaira sadar akan kedatangan Mahesa.
"Chef," Kaira tersenyum lalu menghampirinya. "Sejak kapan disini?" Kaira bingung karena tak menyadari kapan Mahesa datang.
"Lima belas menit yang lalu?" Mahesa menyodorkan bingkisannya. "Buat kamu sama staff-staffmu,"
Kaira membukanya dan berbinar melihat banyak makanan enak didalamnya. "Guys, camilan bintang lima," para Staff berbondong-bondong menuju meja, mencicipi makanan buatan Mahesa. Kemampuan Mahesa yang bukan kaleng-kaleng mendapat respon sempurna dari mereka yang memakannya.
Mahesa menatap Kaira yang memunggunginya. Rambut panjangnya tergelung dengan pensil sebagai tusuk kondenya. Rasanya ada dinding tebal diantara mereka yang sulit sekali untuk ditembus. Ia kemudian menatap tangan Kaira yang tergores duri bunga Mawar. Rembesan darah tipis sepertinya tak ia hiraukan. Melihat Kaira yang bekerja keras seperti ini membuat ia ingin terus mendukung Kaira.
Tangan Mahesa terulur dan meraih telapak tangan Kaira. Sontak Kaira kaget. Ia berniat menarik tangannya kembali namun Mahesa menahannya.
"Chef?" Kaira dibuat kikuk. Apalagi para staffnya tersenyum centil melihat adegan romantis bak film korea.
-Isi Menu [51] Beban Selengkapnya hanya di ebook Googleplay store : Kata kunci Roxabell212 Author di : 085 726 266 846\
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.