Chapter 5 | honeymoon

174 17 7
                                    

Sudah saatnya aku menerima kenyataan
bahwa aku akan hidup bersamanya

.

.

.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.

.


Terdengar langkah seorang pria berjas melewati lorong yang sepi dengan pencahayaan yang minim.
Langkahnya perlahan saat pria itu sampai di sebuah pintu.
Sebelum masuk pria itu mengetuk beberapa kali, meminta izin kepada pemilik ruangan.
Setelah mendapatkan izin, pria itu membuka pintu itu.

Terlihat seorang wanita di ruangan yang hanya mengandalkan cahaya lampu yang remang duduk dengan kedua kakinya diletakkan di meja.
Kumpulan asap menggepul dari rokok yang di berada ditangannya. Dengan senyuman yang menyeringai diwajahnya saat pria itu masuk seakan-akan menantikan kabar baik dari bawahannya itu

"Perusahaan berhasil menjalin kerjasama dengan perusahaan Kamado." Ucap pria itu sambil menyodorkan berkas yang sejak tadi ditangannya.

Wanita itu meraih berkasnya dengan sambil menghisap rokok yang sudah hampir habis.
Senyum di wajahnya bertambah saat melihat kembali berkas yang saat ini berada di tangannya.

"Menurut mu apa Tuan Kamado Tanjiro akan tertarik dengan parasku?" Tanya wanita itu sembari menatap dirinya di pantulan cermin. "Saya sudah tidak sabar bertemu dengan pengusaha tampan itu."

"Maaf nyonya sepertinya anda tidak tahu . Bahwa tuan kamado baru saja melangsungkan pernikahannya beberapa hari yang lalu dan menurut kabar--"

Ucapan pria itu terpotong saat suara pecahan kaca menggema di ruangan. Cermin yang semulanya masih berbentuk kini hanya terpecah menjadi bagian kecil berserakan di lantai. Wajah wanita yang semulanya masih tersenyum tak terlihat lagi dan berubah menjadi seperti iblis.

"Saya tidak peduli jika dia sudah menikah atau belum. Apa pun yang kuinginkan selalu kudapat maupun seorang pria yang sudah memiliki istri."

Pria itu diam membisu tidak ingin menjawab ucapan atasannya.
Membiarkan wanita itu berbicara sesuka hatinya dan melakukan sesuatu yang di inginkannya adalah tugas pria itu.
Menolak sama saja kehilangan pekerjaan, begitu yang dipikirkan pria itu.

"Pertemuan akan di adakan esok hari dengan perwakilannya saya sud-"

Wanita menaikan tangannya menandakan untuk pria itu berhenti bicara. "Tidak. Saya ingin langsung bertemu dengan Tuan Tanjiro."

"Baik saya akan atur pertemuan anda setelah Tuan Tanjiro kembali."

"Secepatnya."

.
.

I ? hate you? | TanjiroXKanaoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang