•••••
Seorang pemuda dengan raut wajah melas dan kaku berjalan bagai mayat hidup di sepanjang lorong rumah. Langkahnya di seret berat, setelah beberapa waktu yang lalu seseorang meminta nya untuk segera datang ke lantai bawah.
Seragam pada tubuhnya yang sudah terpasang sangat rapi, tas hitam yang menggantung pada sebelah bahu kokohnya. Namun, sangat berbanding terbalik dengan tatanan pada raut wajahnya.
Menuruni setiap anak tangga tanpa semangat dengan perasaan malas di hatinya. Terus melangkah hingga pada deretan pertengahan anak tangga langkahnya melambat, samar-samar ia dapat melihat dua orang dewasa berbeda jenis sudah duduk anteng di ruangan yang bersebrangan dengan ruang tamu disisi lain rumahnya.
"Gimana? Kamu masih mau pergi demi wanita itu?"
Seorang wanita paruh baya yang kini sedang menatap serius pada sosok tegas, yang berada didepannya.
Helaan nafas kasar dengar "Bukannya kita sudah bahas masalah ini? Aku tidak ada hubungan apa-apa lagi dengan dia," jawab pria tua itu penuh penekanan.
Ia menatap wanita didepannya dengan tatapan jengah juga raut wajahnya yang sudah sedikit suram.
"Jangan bohong, kamu pikir aku bakal percaya gitu aja? Bajingan, tetaplah bajingan," cibir wanita ini tidak merasa takut sedikitpun.
"Sudah cukup, Shinta. Jangan buat aku marah dengan terus berdebat masalah ini setiap hari. Aku benar-benar muak mendengarnya," sungut pria ini masih mencoba untuk tetap tenang.
"Besok aku akan menghubungi pengacara untuk mengurus semuanya. Aku tidak akan menundanya lagi." Wanita itu mulai mengambil dua roti panggang lalu mengolesinya dengan selai, tanpa menggubris sedikitpun perkataan dari pria itu.
Tangan pria tua itu kini sudah terkepal kuat di kedua sisi piring yang masih bersih belum terisi apapun, mulutnya mengatup rapat hingga giginya saling beradu.
"Jangan egois, Shinta. Pikirkan anak kita, Nana. Dia masih butuh kita, dia masih butuh sosok orang tua yang lengkap," ucap pria itu, "apa kamu tega buat anak kamu sendiri menderita, hah? Pikirkan perasaan dia."
Shinta seketika menghentikan kegiatannya dengan pandangan masih tetap fokus pada apa yang berada di tangannya. Ucapan yang keluar dari mulut pria ini barusan, sedikit menyentil relungnya.
"Egois kamu bilang?" tanya Shinta mulai mengangkat kepalanya.
"Coba kamu introspeksi diri kamu sendiri, apa kamu udah sempurna? Apa kamu udah bisa jadi suami dan ayah yang baik buat aku dan, Nabastala, hah?" cela wanita dengan suara yang sedikit meninggi, ia merasa tidak terima dengan ucapan orang didepannya.
Shinta lalu meletakan pisau kecil yang ia gunakan itu sedikit kasar pada permukaan meja kaca, hingga tercipta suara benturan antara dua benda keras itu. "Kamu pikir, siapa dalang dibalik semua kekacauan sialan ini, Mas?" desis Shinta menatap tajam pada suaminya. Amarahnya sudah berada dipuncak kepalanya.
Tidak peduli jika ia dicap sebagai seorang istri yang durhaka pada suaminya. Persetan, bagi Shinta disinilah suaminya yang durhaka.
Hening tidak ada jawaban, pria itu lebih memilih untuk diam dan mendengar setiap cemoohan yang keluar dari mulut istrinya. Tentu dengan perasaan jengkel setengah mati.
![](https://img.wattpad.com/cover/343507800-288-k952449.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
In Your Dream [ DREAM STAR'S ]
AléatoireDi bawah langit sore bersama dengan suara deburan ombak laut yang membentang luas di depan. Sekelompok pemuda sedang mendongakkan kepala mereka dengan menatap sendu kearah langit berwana jingga di atasnya. "LANGIT ... KITA BERHASIL ...!" Teriaknya...