Satu

8 1 1
                                    

-------------------[Flashback]--------------------

"Kalau kamu masih terus ke rumah si jalang itu lebih baik kita cerai, mas!"

Brakk

Terdengar suara barang berjatuhan.

"Hei, jaga ucapanmu ya. Perempuan itu cuma sekretarisku, dan kami bertemu hanya karena pekerjaan!"

"Hah, dasar pembohong! Kamu pikir aku tidak tahu tentang hubungan kalian? Perempuan itu sudah hamil kan?!"

Plakk

Wanita itu ditampar hingga jatuh ke lantai. Ia hanya bisa terdiam sambil memegang pipi kanannya yang memerah.

Sang pria sudah sangat murka dengan istrinya itu. Ia berteriak sambil melempar dan menghancurkan barang apapun di sekitarnya.

Lalu pria tersebut kembali mendekat ke istrinya. Dengan tatapan marah ia berkata, "Awas saja kalau kau bicara tentang cerai lagi, kau akan dapat lebih dari ini."

Pria tersebut lalu pergi dari rumah. Meninggalkan istrinya yang tengah menahan isak tangis sejak tadi. Badannya gemetaran hebat dan rasa sakit tidak hanya ia rasakan di pipinya namum juga di dalam hatinya.

Krekk

Terdengar suara pintu yang dibuka pelan. Seorang anak perempuan berusia 8 tahun keluar dari pintu tersebut. Dilihatnya sang ibu yang tengah menangis di lantai ruang tengah mereka.

Anak perempuan tersebut berjalan pelan menuju ibunya. Hingga sampai ia berada tepat di samping ibunya, anak perempuan itu mengelus lembut kepala sang ibu sambil berkata dengan pelan, "Ma, jangan menangis terus ya."

Sontak sang ibu tersentak dan melihat ke arah anaknya tersebut. Awalnya dia hanya diam saja namun tiba-tiba ekspresi sedihnya berubah menjadi amarah kembali. Dengan lantang dia berkata kepada anak tersebut, "Ini semua karenamu! Aku menikah dengan lelaki itu karenamu! Dan sekarang akupun tidak bisa bercerai karenamu! Ini semua salahmu, anak sialan!"

Anak tersebut terkejut dan ketakutan mendengar ibunya yang berteriak ke arahnya. Ia mundur langkah demi langkah lalu berlari menuju pintu keluar. Isak tangisnya semakin keras begitu pula dengan semakin jauhnya ia berlari.

--------------------------🍀🍀 ------------------------

"Nadine! Kei! Ada semangka nih, sini turun." Teriak Bundanya Nadine

"Iya bundaa tungguu." Balas Nadine

Nadine dan Kei saat ini tengah asik mengerjakan tugas sekolah mereka di kamarnya Nadine.

Kei sudah biasa bermain ke rumah Nadine setelah pulang sekolah. Walaupun rumah mereka tidak terlalu dekat namun Kei hampir setiap hari disana.

Nadine melempar penghapus ke arah Kei yang tengah serius mengerjakan tugasnya sambil mendengarkan musik dengan earphone.

"Apaan sih?" Tanya Kei kesal.

"Bunda nyuruh turun tuh, ada semangka katanya." Ujar Nadine.

Kei meletakkan bukunya di atas meja dan melepas earphonenya. Mereka berdua kemudian keluar dari kamar dan turun ke bawah ke ruang tengah rumah Nadine.

"Wahh banyak banget bun semangkanya" Ucap Kei.

"Iya nih, ini hasil panen semangkanya paman Rendi. Bunda juga kaget dikirimin sebanyak ini." Ujar Bundanya Nadine.

Terdengar suara mobil datang. Ternyata itu adalah Ayahnya Nadine yang baru pulang kerja.

"Wihh, semangka dari mana nih? Banyak sekali bun." Ujar Ayahnya Nadine dengan muka berbinar binar.

"Rendi yang kirimin tadi. Hasil panen kebunnya."

"Wahh, ini mah kesukaan Ayah. Potong yang banyak bun nanti Ayah habiskan."

Mereka semua tertawa mendengar perkataan Ayahnya Nadine. Ayahnya Nadine memang sosok yang hangat dan juga humoris. Sosok Ayah yang sangat diimpikan Kei.

Ayahnya Nadine kembali setelah selesai mengganti pakaiannya.

"Nakeisha, tadi Ayah ketemu Papa kamu. Dia tanya kabarmu" Ujar Ayahnya Nadine.

Kei tersenyum kecil, namun itu bukan senyuman bahagia. "Terus Ayah bilang apa?" Tanya Kei.

"Ya Ayah bilang saja kalau kamu sehat selamat sentosa disini. Makan 3 kali sehari dan tidur dengan nyenyak." Jawab Ayahnya Nadine dengan lantangnya.

Kei tertawa mendengarnya, ia tahu bahwa itu hanya candaan saja. "Aku ragu kalau Ayah beneran jawab seperti itu" Ujarnya.

Ayahnya Nadine terkekeh sejenak lalu kembali menjawab, "Tentu saja tidak. Kalau dia mau tahu bagaimana kabarmu ya dia harus lihat sendiri kesini dan bertanya padamu. Dia kan Papamu."

"Kei nggak yakin dia bakal kesini, nelpon aja enggak."

Bundanya Nadine tiba-tiba mengelus pelan kepala Kei sambil berkata lembut, "Mau bagaimanapun dia tetap Papa kamu, jadi kalaupun mungkin dia akan menelpon atau sampai datang kesini kamu harus mau bicara dengannya ya."

Kei hanya terdiam lalu menundukan kepalanya. Ia masih tidak yakin bisa melakukannya. Dengan semua memori masa lalu yang ia rasakan, semua tidak akan bisa lagi sama. Memori itu terlalu pahit untuknya.

.
.
.
.
.
bersambung..

=================================

thanks for reading guys🫶🏻🙏🏻
jangan lupa di komen dan vote yaa~!
sampai jumpa di part selanjutnya!!!

-kei

SoulmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang