"Kenapa?" Satu kata itu meluncur begitu saja dari bibirku.
"Tentu saja karena kamu menolongku dua kali. Mungkin kamu lupa?"
Sekarang aku makin tidak mengerti. Ini aneh sekali! Bagiku kami memang bertemu dua kali, tapi bukankah waktu itu, dia hanya bisa menyadari keberadaan Bunda? Seperti nenek di mimpi burukku.
Alphaeus mengulurkan tangan, berkata, "Yuk, berteman, sepertinya kamu orang baik."
Kutatap tangannya yang setia mengambang di udara selama beberapa detik. Benar-benar terarah padaku. Entah bagaimana aku terharu, ini seperti penyambutan anak baru. Aku bahkan tidak bisa memperkenalkan diri di kelas sendiri.
"Alphaeus! Kok kamu tidak ikut ke UKS?"
Seorang gadis dengan rambut lurus sebahu menyapa, sepertinya tadi dia pergi ke UKS. Aku juga baru sadar kalau lapangan kosong. Syukurlah, tidak banyak yang melihat Alphaeus berbicara sendiri.
"Shadelion, aku sedang–"
Aku mendesis, menyuruhnya diam. Dia sudah dijemput, jad aku harus pergi. Tanpa ragu aku melewatinya tanpa melihat ke belakang lagi.
Ini mungkin hanya kebetulan, seperti Lin. Lelaki itu pasti akan sama saja setelah aku menghindar dari pandangannya.
***
Saat di kamar, aku kembali mengingat kejadian di lapangan itu sambil membaca catatanku tiga tahun lalu di handphone. Saat aku mau lulus SMP.
"Prinsip pertama, jangan mengobrol dengan orang lain di tempat yang sama. Prinsip kedua, jangan membantu orang lain bahkan jika aku sangat ingin melakukannya."
Kemarin dan hari ini, aku melanggar prinsipku sendiri. Padahal prinsip ini kubuat agar semua orang di sekitarku baik-baik saja.
Anehnya, perasaanku lebih baik saat melanggarnya. Hal yang ingin kupikirkan adalah aku berhasil menolong Alphaeus, diantar dan dijemput oleh Bunda dalam keadaan selamat tanpa kecelakaan janggal di jalan raya, aku juga tidak membuat masalah.
Aku ingin berpikir kalau bakat anehku ini sudah tidak ada dan aku hanya manusia biasa.
"Aku tidak bisa pura-pura tidak tahu kalau ada yang kesusahan di depanku."
Mataku terpejam saat mengingat perkataan laki-laki itu. Sepertinya yang terakhir salah, aku memang membuat masalah. Di hari pertama saja aku melakukan kekerasan. Lain kali tidak boleh lagi dikendalikan perasaan.
Atau lakukan saja seperti tadi ya?
Tidak ada yang benar-benar terluka, kecuali Riel yang kuserang dengan sengaja. Alphaeus terkilir kemarin, tapi sepertinya hari ini sudah sembuh. Bunda dan mobilnya tidak disadari keberadaannya oleh Alphaeus, tapi hanya sesaat. Kehidupan sekolahku mungkin akan sama saja, kurasa aku tidak bisa apa-apa soal itu.
"Yuk, berteman, sepertinya kamu orang baik."
"Sekarang ... aku benar-benar dilemma harus bagaimana," gumamku pelan. Aku tidak terlalu ingin menolak, tapi resiko buruk pasti ada, kan?
Ketukan sekali, lalu dua ketukan lagi lebih cepat. "Alva, Bunda bawa makan malam."
"Iya, akan kuambil." Aku meletakkan handphone di atas kasur. Sudah kuputuskan, aku bertanya pada orang yang ahli bersosialisasi seperti Bunda saja.
Setelah membuka pintu, aku menerima nampan yang diantar Bunda. Akan tetapi, aku tidak berbalik masuk ke kamar, melainkan keluar kamar, meletakkan nampan itu di atas meja makan.
Aku menoleh ke belakang, raut wajah Bunda terlihat kaget. "Mau makan," aku menunduk, "bersama." Rasanya belum percaya diri melakukan pelanggaran prinsip sekali lagi.
Hening yang cukup lama. Apa mungkin aku menganggu? "Apa Bunda sudah makan?"
Sekarang Bunda tersenyum seperti biasa. Mungkin sedikit berbeda, kali ini lebih sumringah.
"Bunda belum makan, kok. Alva duduk duluan, tunggu Bunda."
Aku mengangguk. Tidak lama. Setelah Bunda duduk di sampingku, makan bersama seperti ini aku sedikit tegang. Di sini hanya kami berdua, tidak ada orang lain. Tidak mungkin terjadi apa-apa.
Kulihat makanan ini adalah nasi goreng seafood kesukaanku, Aku tersenyum tanpa bisa menahannya. "Ini karena hari pertama aku masuk sekolah baru?" tebakku.
Bunda yang sedang mengunyah hanya mengangguk. Sedikit, tapi aku merasa beliau kebingungan. Kalau aku jadi Bunda juga bakal bingung. Selama ini anaknya hanya mau berkomunikasi sambil bersembunyi. Jika tidak diajak bicara, diam seharian.
Bunda, pasti capek, ya?
Maafin Alva selama ini.
Tanganku gemetar, Untuk mengunyah jadi susah, karena takut saat aku menelan makanan, air mataku tumpah.
"Apa sekolahnya baik?"
Aku mengangguk. Cepatlah telan makanan ini. Jangan menangis, nanti suasananya tidak enak. Begitu habis, aku langsung menyahut, "Ada yang ingin jadi teman."
"Alphaeus?"
Aku tersentak. "Tahu dari mana?"
"Dari tatapannyawaktu itu, perhatiin Alva terus."
12 Juni 2023
635 kata
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Rain Before Rainbow
RomanceSebentar lagi kelas 12, tapi malah pindah sekolah? Apa Alva adalah anak bermasalah? Demi satu-satunya manusia yang bisa melihatnya, perempuan yang transparan di mata manusia, Alva setuju untuk pindah sekolah. Apa akan ada perbedaan dengan pindah s...