Menurutku dia memperhatikan Bunda juga, kok. Makanya dia ikut menemani Bunda keliling sekolah. Akan tetapi, setelah diingat, di mobil, parkiran, dan lapangan, dia seperti mencari sesuatu. Apa mungkin dari sana?
"Apa kalian sekelas lalu jadi akrab?"
"Tidak." Sesaat rasanya malu, baru kemarin aku menolak akrab kalau sekelas. "Kami beda kelas. Tapi ..."
"Kenapa terdengar ragu?"
Bagaimana menjelaskannya ke Bunda, ya? Cukup lama aku diam. Bagaimanapun caranya, Bunda tidak boleh tahu anaknya aneh.
Kepalaku menengok, melirik ke arah kamar. Lalu mengetuk meja makan dengan jariku. "Aku tidak pernah berteman dengan benar. Bagaimana kalau aku menyakitinya tidak sengaja?"
Tentu saja tidak pernah berteman. Mereka tidak bisa melihatku dan aku sedang ketakutan pada diriku sendiri.
"Mau Bunda jujur?"
"Iya."
"Bunda tidak peduli Alva berteman atau tidak dengan Alphaeus, dia terlihat baik bagi Bunda tapi bisa saja pencitraan."
Aku kehabisan kata-kata, tidak mengira jawaban ini.
"Alva yang ingin berubah lebih penting buat Bunda." Ia mengulurkan tangannya dalam keadaan telapak tangan di atas. Aku bingung, tapi kuletakkan tanganku di atasnya. "Alva sudah lama tidak mau sedekat ini dengan Bunda, ini penting."
"Maaf, Bunda." Suaraku serak. Padahal nada Bunda tidak marah atau sinis. Hangat dan menenangkan. Hatiku sensitif sekali di depannya.
Kali ini ia mengelus rambutku. "Bunda tidak masalah selama Alva nyaman dan baik-baik saja."
Aku menekan bibir. Selama ini pun aku ingin Bunda baik-baik saja, tapi tidak bisa membuat Bunda nyaman.
"Berteman dengan Alphaeus pun begitu. Kalau Alva nyaman, coba saja. Kalau tidak, hindari saja."
Aku berkedip, lantas tersenyum. "Menghindarinya setiap saat?"
"Iya, kejar-kejaran seperti kartun kucing dan tikus," canda Bunda. Ia masih mengelus-elus kepalaku. "Tidak ada yang berubah kalau belum mengambil langkah. Kalau perubahan itu buruk, Bunda ada di pihak Alva."
"Perubahan yang baik seperti apa?" Kurasa tidak perlu yang buruk karena bisa aku bayangkan sendiri.
"Seperti sekarang. Berani keluar dari kamar, mengajak Bunda berbicara duluan. Meski bagi orang lain itu ringan, mungkin bagi Alva tidak demikian."
Aku memegang tangan Bunda yang dari tadi bermain dengan rambutku, lantas meletakkan kepalaku di pundaknya.
Bunda benar. Untuk berubah, aku harus mengambil langkah pertama. Aku sudah mengambilnya, jadi tidak ada alasan untuk kembali bersembunyi.
"Alva akan berteman, lulus, dan berubah lebih bak." Berbeda dari sebelumnya, ini adalah keinginanku.
"Terima kasih,Bunda."
***
Kantin SMA Mega Kejora mungkin setengah dari luas lapangan tempat Alpheus melihatku. Makanan yang dijual juga lebih beragam, tidak hanya makanan sehari-hari seperti nasi lauk tahu, tempe, ayam, sayur, ada juga makanan cepat saji seperti hamburger. Lain kali, aku akan mencoba beli itu.
Ah, dia datang. Alasan aku duduk di meja makan persegi paling pojok, meski aku tidak bisa pesan makanan ke penjualnya.
"Kupikir kamu akan kabur," candanya dengan riang. Aku sudah merasakannya, tapi apa dia tidak terlalu sabar? Kalau orang lain sudah tersinggung kan?
Dia duduk tepat di sampingku. "Kamu tidak makan?"
"Tidak lapar." Di sini terlalu ramai, bahaya kalau Alphaeus disangka bicara sendiri.
"Oh oke." Dia tidak langsung memakan semangkuk soto itu. "Namamu, Alva? Hari ini kamu tidak sesedih kemarin, ya."
Aku menopang dagu. "Hari-hariku biasanya begitu."
"Hei."
Aku melirik padanya, terpana melihat tatapannya yang penuh rasa percaya diri. "Sekarang ada aku. Jangan mudah sedih lagi, ya. Jangan marah ke Riel juga."
"Kalau yang dipukul memaafkan, aku tidak marah lagi." Aku mengetuk meja, dekat dengan mangkuknya. "Makan. Aku di sini karena kamu ingin balas budi, bukan menghambatmu makan."
Dia terkekeh, lantas mulai makan. Aku hanya melihatnya dari samping. Singkatnya, yang sedang kulakukan sekarang berteman dengan satu-satunya orang yang bisa melihatku. Mungkin suatu hari, aku bisa tahu cara mengalahkan bakat aneh dalam diriku lebih baik. Hidup dengan normal. Mewujudkan keinginan Bunda.
Dimulai dengan mengamati teman baruku, Alphaeus.
12 Juni 2023
569 kata
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Rain Before Rainbow
RomanceSebentar lagi kelas 12, tapi malah pindah sekolah? Apa Alva adalah anak bermasalah? Demi satu-satunya manusia yang bisa melihatnya, perempuan yang transparan di mata manusia, Alva setuju untuk pindah sekolah. Apa akan ada perbedaan dengan pindah s...