1

151 13 0
                                    

"Ma.."

Derap langkah balita laki-laki berumur dua tahun, ia merentangkan tangannya berlari menuju sosok pria cantik yang kini duduk di jendela. Pria itu tak menggubris, ia bahkan seakan tidak sedang berada di kamar itu.

"Maaa~ Maaa, Mamaaa"

Balita itu memanggil lagi kala ia tak kunjung mendapatkan perhatian, suaranya mulai terisak ingin menangis.

"Baby, kamu disini? Kita turun aja ya? Baby lapar kan? Jangan ganggu mama dulu ya. Nah, sama paman Taro dulu aja yuk mainnya"

Tubuh kecil itu terangkat, ia dibawa ke sebuah pelukan hangat dari seorang remaja berusia delapan belas tahun. Remaja itu membawa tubuh kecil nan berisi keluar dari kamar yang suram itu.

Sebelum benar-benar pergi, remaja itu menoleh ke sosok yang bergeming dijendela. Menatap dengan gurat sedih pada tubuh yang kini kian mengurus bahkan rambut yang dulunya tersisir rapi kini bahkan sudah mulai panjang  berantakan.

"Kak, Juna aku bawa." katanya kemudian menutup pintu kamar itu, ia berjalan menjauh dari sana seraya mengusap punggung buntalan kecil di pelukannya.

"Mama dak cayang Juju?" tanya si balita dengan tatapan mata berkaca-kaca pada orang yang menggendongnya.

"Sayang kok, sayang banget. Siapa yang bilang mama ngga sayang baby Juna?" remaja itu menjawab dengan kelu, ia tidak tahu apa yang bisa meyakinkan balita ini.

"Api, tata aman Eyi talau cayang cama oyang tu i peyuk teyus i yum yum. Atanya aman Eyi cayang cama aman Ojun"

(Tapi, kata paman Dery kalau sayang sama orang itu di peluk terus di cium-cium. Makanya paman Dery sayang sama paman Ojun)

Shotaro, orang yang kini menggendong balita gemuk ini hanya tersenyum canggung. Ingin sekali ia mengumpat serapah pada pacar kakaknya yang tidak dapat memfilter kata di depan anak dibawah umur.

"Sayang ngga harus di peluk-peluk atau di cium, ada juga kok orang yang sayang tapi ngga ngeliatin perasaannya." jawab Shotaro pada akhirnya, ia mengeluarkan sedikit feromone tipis untuk menenangkan bayi ini.

Si bayi hanya menelengkan kepala tidak mengerti, ia kembali menatap penasaran pada sang paman kecil. Sementara yang ditatap terkekeh kikuk sudah kehabisan kata-kata.

"Eh, lihat ada Baba. Kita ke Baba saja yuk!"

Shotaro melangkahkan kakinya cepat menuju ruang keluarga dimana ibunya sedang duduk santai sembari menonton televisi.

"Babaaa"

Balita itu menggeliat kan badan meminta turun pada Shotaro, sang remaja yang sudah merasa sulit dengan segera menurunkan balita itu.

"Aduh, baby Juna." kata si baba sembari mengangkat tubuh balita itu duduk dipangkuan nya, ia dengan segera menerjang wajah chubby itu dengan ciuman penuh kasih sayang.

Shotaro yang melihat interaksi itu hanya cemberut, kemudian ia duduk di sebelah sang baba.

"Adek juga mau dong di cium" sungutnya masih dengan wajah yang di tekuk, cemburu ceritanya.

"Yeu, udah punya ponakan kok masih adek-adek an" balas sang baba kemudian mengusap tangan Shotaro lembut, ia kemudian menurunkan balita di pangkuan nya. Membiarkan sang balita menjelajahi rumah, balita berusia dua tahun itu benar-benar super aktif.

Shotaro menidurkan kepalanya di paha sang baba, ia ingin bermanja-manja sekarang. Sebelum baby Juna kembali berebut perhatian darinya.

"Adek kenapa?" tanya sang baba sembari mengusap lembut kepala Shotaro.

Last house  [Guanren]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang