12. Sebuah Pesan

1.2K 37 6
                                    

"Aku pulang." Setelah berjalan sebentar dari stasiun kereta, akhirnya aku sampai di rumah tercinta.

Aku mengetuk pintu dan langsung masuk ke dalam rumahku sendiri. Di dalam sana adalah pemandangan yang sangat familiar, rumah tempat aku dibesarkan selama ini.  Aroma khas dari tempat tinggalku membuatku rindu meski hanya pergi menginap satu malam.

"Hah." Aku menghela nafas lega. Setelah perjalanan yang agak jauh, begitu sampai di rumah rasanya memang nikmat. Aku sudah bisa membayangkan mau tidur atau makan. Hal-hal yang aku biasa lakukan di rumah.

Namun sebelum itu, ada satu hal yang mesti aku lakukan. Yaitu Belajar.

"Eh, Alia udah pulang." Mamahku menyapa dari ruang keluarga. 

Dia sedang duduk bersandar di sofa sambil menonton berita di TV. Sepertinya dia baru saja selesai beres-beres rumah di minggu pagi. Aku jadi merasa bersalah karena tidak ikut membantu mamah.

"Pagi mah." Aku membalas.

"Waktu nginep di rumah Cinta, kamu ngompol apa nggak?" Tanya mamah.

Wajahku langsung tertunduk malu. Pertanyaan pertama mamah di hari ini malah membahas tentang mengompol. Apalagi dia sempat mengirimkan popok ke rumah Cinta hanya untuk aku pakai.

Aku mengangguk pelan.

"Popoknya dipake kan? Semalam udah mamah kirim pake ojek dan katanya udah diterima sama pembantu bernama mba Eva."

"Aku mengangguk lagi." Ternyata memang benar apa yang dikatakan mba Eva semalam. Meski begitu, caranya mba Eva mau makein aku sedikit menakutkan.

"Ya sudah kalau begitu. Nanti kamu ke supermarket buat beli popok satu pack ya. Buat kamu pake setiap malam." 

"Hah!?" Aku terkejut. "Setiap malam?"

"Iya dong. Kalo kamu ngompol terus ya kamu harus make popok sebelum tidur. Kalo gak ya mamah capek setiap hari kerja ekstra buat kamu yang ngompol doang."

Sebenarnya bukan setiap malam ketika tidur doang mah. Tapi setiap saat bahkan ketika aku di sekolah sekalipun. Tentu saja mamah belum tahu kalau aku selalu memakai popok ke sekolah akhir-akhir ini.

Aku masuk ke dalam kamar dan merapihkan barang-barang di dalam tas. Aku baru teringat kalau besok ada PR. Jadi aku meluangkan waktuku untuk menyelesaikannya terlebih dahulu.

Setelah itu, aku beristirahat dengan tidur-tiduran di atas kasur. Sambil membuka handphone dan melihat sesuatu yang seru, aku mencoba membayangkan apa saja yang harus aku lakukan kedepannya.

Masih ingat dengan Sensei? Tentu saja. 

Besok dia akan kembali ke sekolah, dan aku akan kembali bertemu dengan dia sepulang sekolah. Wanita yang sebelumnya aku kagumi ternyata memiliki ketertarikan dengan popok, dan tidak bisa dipungkiri kalau aku menjadi objek mainannya.

*Ting*

Halo Alia.

Ada sebuah notif mengambang di layar. Aku menekannya lalu berpindah aplikasi ke aplikasi pesan.

Aku tidak sempat membaca siapa yang mengirimkan pesan. Mungkin saja itu teman sekelas atau si Cinta. Tapi kalau Cinta di tidak perlu menggunakan salam seperti itu juga.

"..." saat sudah perpindah aplikasi, nama yang tertera dia atas adalah nama yang baru saja aku pikirkan. Nama yang sedang menghantuiku, nama yang membuatku takut, dan nama yang menjadikanku suka mengompol seperti ini. "Sensei..."

Selamat pagi, Alia. Kok tidak membalas?

Selamat pagi, Sensei.

Alia dan PopokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang