Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
_Happy Reading_
Seusai perkelahian antara Eugene dengan Lycan. Rupanya di sini pula terdapat kedua insan yang tengah berdebat. Hingga pada akhirnya perdebatan itu kian memuncak nyaris memicu perkelahian.
"Viken, lo aneh."
"Aneh? Gue aneh?"
"Apa yang lo sembunyiin dari kita? Jawab." Kata itu bukan sebatas pertanyaan belaka.
Taho mengamati Viken bergelagat aneh. Seakan terlarut pada ponselnya. Kemudian tiba-tiba Viken pamit untuk mengambil sesuatu yang tertinggal di kendaraannya. Taho bukan orang yang mudah ditipu, lantaran itu ia mengikutinya.
"Apaan sih."
Viken yang semula melengos malah semakin dipojokan. Tidak terima diperlakukan demikian iapun berbalik menyampaikan kekecewaannya.
"Dari pertama kasus ini kita selesaiin. Gue selalu berpendapat dan kasih kalian saran, tapi apa kalian tetep mojokin gue. Apalagi lo." Jalasnya. Mendorong bahu Taho, meminta Taho menyingkir guna mengakses jalannya.
"Gue cuma ngga mau kita salah langkah,"
"Dan apa lo bilang... merasa dipojokan? Lo lupa, kita selalu nurutin kemauan lo."
Taho mengingatkan. Viken tahu tetapi dia lelah dituduh, hanya karena memberikan saran pada mereka, itupun agar kasusnya terselesaikan.
"Terus boleh gitu, curiga kalau gue pelakunya?"
"Seharusnya. Kalian curiga sama Sharen, bukan gue."
"Berhenti, nyeret orang lain dalam kasus ini Viken."
Benar kan? Sejak pertama Viken memang tak menyukai Sharen, bahkan enggan untuk membahasnya. Namun ironisnya mengapa dia menyarankan teman-temannya ini untuk datang ke acara? Dari mulai Lycan sekarang Sharen. Alih-alih mengumpulkan berbagai bukti, Viken kerap kali menyeret orang lain ke dalam kasus tersebut.
"Entah setelah ini siapa lagi orang yang Viken bawa ke dalam kasusnya." —batin Taho.
"Setidaknya. Gue ngga pernah nuduh, apalagi curiga bahwa di antara kita pelakunya."
"PLEASE, STOP!!!"
"Dengan kalian berdua berantem kayak gini apakah kasusnya akan selesai?" Meskipun terlambat, ia segera melerai mereka berdua sebelum salah satunya melayangkan pukulan. Tadi saja terlihat saling melemparkan tatapan mengintimidasi.
"Kita percaya sama lo. Tapi kita juga seharusnya lebih bersabar."
Eugene menepuk bahu Viken. Ditepis olehnya, entahlah dia lelah terlebih malam ini rencananya gagal.
"Bahkan kalian aja lupa tujuan awal kita dateng ke sini." Viken pergi setelah menaiki motornya. Menyisakan yang lain, sama frustrasinya.
Viken hanya menginginkan ketiga temannya itu membuka mata. Bahwa pada tragedi Kakak keduanya, terdapat orang lain yang bermain di dalamnya.