Renjun terdiam, matanya beberapa kali mengerjap sedangkan pria yang telah menyandang status sebagai pasangan hidupnya tengah menekan tombol yang ia yakini sebagai password pintu.
Renjun masih terdiam hingga sebuah suara mengejutkannya.
"Kamu ngapain di situ? Sini masuk." Perintahnya lembut.
"Ini...." Bingung, Renjun tidak tahu bagaimana menyusun kalimat untuk bertanya.
"Oh, saya sengaja cari rumah baru yang dekat sama tempat kuliah kamu." Ulasnya setelah ia menyadari kebingungan dari raut wajah si manis. Meski itu bukanlah alasan yang sebenarnya.
"Yuk, masuk." Ajak Jaehyun lagi. Karena kelembutan suaranya mau tidak mau Renjun mengikuti ajakan Jaehyun untuk masuk ke dalam.
"Gimana? Kamu suka sama interior di sini gak? Kalo ada yang mau diubah bilang aja."
Mendengar perkataan Jaehyun, Renjun mulai meniti setiap sudut rumah itu, kedua netra rubah itu berbinar, terlihat sebagai jawaban bahwa ia sangat menyukainya.
"Oiya, mulai besok kalau kamu ada kelas atau jadwal bimbingan dengan pengajar bisa bareng sama saya."
"Kadang bimbingan ga menentu hyung, kadang jam 1 siang. Lagian deket kok, aku bisa jalan naik transportasi umum."
Suasana hening sejenak, membuat keduanya tenggelam dalam kecanggungan. Yang lebih tua berdehem terlebih dahulu, melempar pertanyaan, mengalah untuk meredam rasa kikuk diantara keduanya, "kalau gitu, kamu beresin barang-barang dulu, saya mau belanja dulu. Mau nitip sesuatu?"
Yang lebih muda nampak terlihat berfikir sejenak, walau akhirnya menggelengkan kepala sebagai tanda ia tidak menginginkan apapun, "Jae hyung atur aja, kalo ada hal yang aku mau, aku bisa pesen delivery order kok."
"Oh yaudah kalo gitu, ini credit card buat beli kebutuhan kamu, pinnya masih 123456, diubah dulu sebelum pakai, ya." Jaehyun tersenyum saat memberikan sebuah kartu hitam dengan limit tak terbatas, ia usak surai kelam Renjun yang sudah panjang dengan gemas, tercium aroma madu, dapat Jaehyun simpulkan bahwa Renjun senang sekali merawat diri.
"Kalau bisa, kamu ga usah kerja, saya penuhin semua kebutuhan kamu." Lanjutnya masih dengan menampilkan dimple di pipinya. Renjun balas tersenyum simpul dan menjauhkan tangan besar itu dari kepalanya. Jika ini Haechan, Renjun sudah memakinya karena membuat rambutnya acak-acakan.
"Makasih, tapi aku kerja buat isi waktu luang aja kok. Sekalian cari pengalaman sebelum aku lulus nantinya." Dengan lembut dan masih dalam kesabaran yang penuh pria lebih muda itu menjawab, "dan tolong hyung, jangan berantakin rambutku!" Peringatnya di akhir kalimat dengan sebuah delikan tajam, setelahnya Renjun melengos meninggalkan Jaehyun diam seribu bahasa karena sepertinya ia baru saja dibentak oleh Renjun.
'Win, kamu benar, adikmu manis.' batinnya seraya terkekeh pelan mengingat bagaimana lucu ekspresi Renjun yang tidak suka rambutnya diacak-acak. Jaehyun melangkah ke luar untuk segera pergi berbelanja sebelum hari semakin sore karena ia juga harus memasak untuk makan malam.
.
.
.
Matahari telah bergeser ke barat, membuat langit terang itu berwarna oranye, sebelum berubah menjadi gelap. 2 jam (kurang lebih) waktu yang Jaehyun gunakan untuk berbelanja ia begitu cermat dalam memilih dan memilah bahan masakan, walau Renjun tidak memiliki alergi tetap saja Jaehyun masih belum mengetahui makanan kesukaannya. Mengingat dirinya sudah menikah dengan adik mendiang malewifenya dulu membuat senyumannya semakin mengembang. Ditentengnya barang-barang itu lalu melangkah masuk dengan mendorong pintu menggunakan bahunya. Jaehyun hanya tidak mau menginterupsi kegiatan pemuda manis itu. Dan benar saja, saat ini Renjun tengah tertidur di atas karpet beludru dengan beberapa buku tebal yang ia yakini sebagai referensi dalam menulis karya ilmiahnya.
Sementara, Jaehyun hanya menaruh barang-barang belanjanya di meja makan. Ia lebih memilih masuk ke dalam kamar dan membantu Renjun merapikan barang-barangnya.
'Ting' bunyi notifikasi terdengar diikuti dengan layar ponsel yang menyala, Jaehyun tidak bermaksud untuk kepo tapi ia hanya reflek menoleh ke arah benda persegi panjang itu, terlihat di sana Renjun menerima sebuah pesan dengan nama Mark berisikan "Babe, aku punya dua tiket buat ke taman bermain. Kita pergi hari Sabtu besok ya? Love you."
Jaehyun membuang nafas beratnya, tidak ingin mencampuri urusan Renjun, ingin marah-pun rasanya ia tidak berhak karena dirinya masih belum memastikan perasaannya untuk Renjun. Diusapnya perlahan pipi gembil itu, membuat kedua netra itu bergerak dan dalam waktu yang singkat, kelopak mata itu telah terbuka menampilkan binar mata kebingungan membuat jantung Jaehyun berdetak lebih cepat dari biasanya. Bisa-bisanya diusia yang mulai menua begini ia masih harus disibukkan dengan urusan percintaan.
"Hyung dah pulang?" Renjun bertanya dengan lirih, ia masih terus menatap netra kelam Jaehyun, jemari tangan lentik itu mengusap pelan dada suaminya dan menarik lembut kerah baju Jaehyun agar semakin mendekat, mati-matian Jaehyun menahannya tapi Renjun sendiri yang melemparkan tubuhnya ke dalam kukungan Jaehyun.
Dikecupnya ranum itu, terasa begitu manis, lembut dan kenyal membuat Jaehyun menginginkan lebih, secara bergantian ia menghisap dan melumat kedua ranum Renjun kali ini ia sedikit terbawa emosinya, perasaan posesifnya ia salurkan kedalam cumbuan mereka. Jaehyun sengaja menggigit bibir Renjun, "akhh." Si empu mengaduh kesakitan dan menjauhkan kepalanya, membuat tautan diantara keduanya terlepas. Meski begitu, Jaehyun justru menurunkan kecupannya di leher jenjang milik Renjun, menghisap dan menggigitnya membuat tanda bercak kemerahan. "Hyung..." Panggilan lirih itu membuatnya tersadar dan menjauhkan tubuhnya.
Renjun duduk dan menatap Jaehyun, maaf Ren, saya terbawa suasana." Ucapnya dengan nada menyesal, Renjun hanya menggelengkan kepalanya pelan tanda ia tidak masalah, tatapannya turun menuju benda di antara kedua kaki Jaehyun, meski terbalut celana kain, tapi Renjun tidak bodoh. Secara reflek Jaehyun menutup kejantanannya setelah tahu ke mana arah pandang sang submisif.
"Ren, ini...akhh." belum usai Jaehyun menyelesaikan kalimatnya, kejantanannya sudah diremas perlahan oleh Renjun. Jari itu bergerak pelan seakan menggoda penis suaminya yang semakin menegang. Ibu jari Renjun mengusap pelan ujung kepala penis Jaehyun dari balik celananya.
"Ren, lebih baik jangan." Peringat Jaehyun dengan nafas yang menderu, sebelum kabut nafsu menutup akal sehatnya, Jaehyun memeringatkan Renjun untuk segera mengakhirinya, akan tetapi Renjun seakan tuli, ia justru mengeluarkan kejantanan Jaehyun dari belenggu celananya. Membuatnya sepenuhnya tegang. Wajah manis itu mendekat dan mulai mengecup setiap inchi kejantanan suaminya, lidahnya bergerak dengan lihai menjilat batang kejantanan suaminya, sedang tangannya bergerak pelan meremas twin ball itu.
"Damn, Renjun." Jaehyun merasa melayang saat mulut dan lidah Renjun bergerak memanjakan penisnya. Rasa lembab dan sempit itu memanjakan setiap saraf yang ada di penisnya, cairan precum Jaehyun mengalir dengan deras yang kemudian dihisap oleh si manis dengan cepat tanpa menyisakan satu tetes pun
Jaehyun masih berusaha untuk mengumpulkan kepingan akal sehatnya, ia berusaha mendorong kepala Renjun menjauh dari penisnya, "Jangan maksain diri kamu, Ren." Ucap Jaehyun setelah berhasil membuat jarak. Dengan sorot mata kecewanya Renjun berbalik memunggungi Jaehyun, ia kembali menata buku di rak.
Hela nafas berat terdengar seraya merapikan kembali celananya, Jaehyun memeluk Renjun dari belakang,"Saya ga mau kamu ngelakuin ini karena kepaksa." Ditopangnya dagu di pundak sempit milik suami manisnya. Meski tidak melihat ekspresinya, Jaehyun dapat merasakan gerakan di kepala Renjun, sebuah gelengan sebagai jawaban kalau Renjun juga menginginkan hal itu.
"Jangan marah."
"...."
"Renjun."
"...."
"Oh, God. Kalau begitu jangan salahin saya semisal kamu tidak bisa berjalan esok pagi. Saya sudah berusaha mati-matian menahan ini, Ren." Jaehyun berucap setengah berbisik di telinga Renjun, dan selanjutnya hanya terdengar suara erangan dan desahan menggema di rumah itu selama semalam penuh, Jaehyun hanya memberikan jeda singkat untuk Renjun makan malam.
.
.
.
Tbc🗿🗿
KAMU SEDANG MEMBACA
A to Z (Jaeren)
FanfictionKomunikasi memang tepat dijadikan landasan dalam sebuah hubungan untuk memberikan sebuah afirmasi bahwa keduanya saling mencintai. "Teruslah berkata seperti itu kepada bayanganmu di dalam cermin yang pecah." "Apa maksudmu?" "Kau hanya memberikan sem...