Renjun
"Hyung, kayaknya aku bakal nginep di rumah temen 3 hari 2 malem. Kalau Sungchan nyariin telfon aja gapapa, nanti aku pulang."
.
.
'Ren, kalo semisal saya yang nyariin kamu bakal pulang juga gak?' batin Jaehyun setelah membaca bubble chat yang Renjun kirimkan. Layar ponselnya masih terus merujuk pesan milik Renjun yang sudah 2 hari hanya ia baca. Ingin sekali Jaehyun menjahili Sungchan agar anaknya menangis lalu mencari Renjun papa kesayangannya. Akan tetapi, inginnya hanyalah angan semata. Jaehyun membiarkan Renjun pergi menginap di rumah kekasihnya, dan di sinilah Jaehyun, duduk diam seraya menatap beberapa lembar dokumennya.
"Tahan tahan, tinggal 1 malam lagi, besok Renjun udah di rumah." Kalimat itu terus diucapkan berkali-kali layaknya kaset rusak.
Jaehyun kira dengan kejadian malam di mana Renjun menyerahkan dirinya adalah bukti bahwa ia dapat seutuhnya memiliki Renjun, akan tetapi Jaehyun harus bersabar untuk berbagi dengan orang lain.
Yah, hatinya memang berkata untuk sabar akan tetapi otaknya berkebalikan, secara sengaja jari itu menekan tombol dial, tak berselang lama, panggilan itu tersambung.
"Halo hyung?" Akhirnya, Jaehyun dapat mendengar suara merdu itu.
"Kenapa? Sungchan nyariin aku?" Lanjut Renjun bertanya langsung ke intinya, Jaehyun menggelengkan kepalanya pelan dan jelas saja Renjun tidak melihatnya, dia memang bodoh.
"Saya."
"Huh?"
"Saya yang nyariin, bisa pulang sore ini?"
"Eh?" Di sana Renjun tertegun selama beberapa detik, samar-samar Jaehyun dapat mendengar suara seseorang memanggil 'babe'
"Aku tutup dulu ya, nanti aku usahain." Dan setelah itu panggilan terputus tanpa Renjun menunggu jawaban Jaehyun.
Setelah panggilan itu Jaehyun merasakan keheningan yang luar biasa padahal di luar ruangannya begitu ramai orang bercakap, kuasa tangan itu membuka laci mejanya, diambilnya sebuah foto berukuran 3R, itu adalah potret winwin saat masih duduk di bangku kuliah, senyuman lebar mengembang memperlihatkan gummy smile nya, Jaehyun mengusap foto itu begitu lembut, "Win, apa yang harus aku lakukan?" Monolognya, yang tanpa sadar bahwa Renjun telah berdiri di hadapannya dan mengamati apa yang tengah suaminya lakukan dengan foto mendiang kakaknya.
"Renjun?" Terkejut, tentu saja. Baru 10 menit yang lalu panggilan mereka terputus dan tiba-tiba saja Renjun sudah berdiri di hadapannya dengan senyuman. Jaehyun gelagapan. Ia seperti tertangkap basah tengah berselingkuh.
"Ya? Aku kirain hyung sakit karena suaranya kedengeran lemes, jadi buru-buru ke sini. Tapi kayaknya hyung baik-baik aja." Ujarnya masih mempertahankan senyuman di wajahnya, membuat sudut hati Jaehyun gelisah, ia tidak menyukai senyuman Renjun yang saat ini, karena binar matanya terlihat redup tidak seperti biasa.
"Renjun...."
"Oh itu foto Kak Winwin pas masih kuliah. Aku inget ini, soalnya aku ada di sana!" Renjun berseru untuk memotong ucapan Jaehyun, yang lebih muda hanya tidak ingin mendengar namanya dipanggil untuk saat ini.
"Renjun..." Jaehyun mencoba memanggilnya lagi, ia masih berusaha meraih Renjun.
"Eh hyung aku harus pergi kalo gitu, aku masih ada urusan." Pamitnya pergi meninggalkan Jaehyun setelah melihat jam tangannya. Bahkan deru nafasnya saja belum pulih, Renjun sudah kembali pergi secepat mungkin meninggalkan ruangan Jaehyun. Pria manis itu hanya tidak ingin air matanya menetes dan membuatnya malu, kakinya lagi-lagi melangkah pergi menuju dimana Mark berada, seenggaknya hanya ialah satu-satunya pria yang bisa ia percaya untuk dijadikan topangan saat ini.
Jaehyun tidak menyadari bahwa kesalahpahaman ini adalah awal dari segala masalah nantinya dalam rumah tangga mereka.
.
.
.
"Babe, kenapa? Kok nangis?" Tanya Mark sembari memapah tubuh kecil itu untuk duduk kembali di sebelahnya, mereka masih di dalam cafe, rupanya Renjun berpura-pura izin pergi ke toilet agar dapat menemui Jaehyun. Renjun kira Jaehyun merindukannya, awalnya Renjun tersenyum lebar dengan mata yang berbinar menghampiri suaminya di kantor akan tetapi, apa yang dilihat netranya membuat binar itu menghilang meski senyuman lebar itu masih terpatri di wajahnya.
"Kamu sakit? Mau pulang?" Mark terlihat khawatir karena Renjun tidak menjawab pertanyaannya.
"Mana yang sakit, sayang? Aku obati." Mark menggenggam kedua pundak Renjun dengan lembut dan menatap sang terkasih itu, Renjun balas menatapnya lalu tersenyum lembut, "aku gapapa, cuma tadi kelilipan rasanya pedih banget." Alasan klasik digunakan untuk mengcover kebenarannya, Renjun hanya tidak ingin membuat Mark terlalu khawatir atau menjadi pemicu yang berakibat fatal nantinya. Renjun begitu mengenal Mark.
"Astaga sayang, sini aku tiup."
Renjun memukul pelan paha Mark lalu tertawa, "aku bukan anak kecil, kotorannya udah masuk sampe retina ga bisa kalo cuma ditiup." Melihat hal itu Mark ikut tersenyum, dunianya akan baik-baik saja asal bersama Renjun, ia tidak peduli jika Renjun sudah menikah atau jika orang tua Renjun tidak merestui hubungan mereka. Helaian poni Renjun yang panjang itu ia selipkan di telinga si manis.
"Aku baru sadar kalo rambut kamu udah panjang." Tanpa berkedip, Mark terus menatap betapa cantiknya kekasihnya. Renjun sangat baik kepadanya meski dunia begitu kejam kepada Mark. Mark kehilangan kehidupannya saat kedua orang tuanya meninggal dalam kecelakaan, hidupnya carut marut, ia hanya mengandalkan Taeyong sebagai satu-satunya penopang. Disaat itu datanglah Renjun, menyapa Mark dengan senyuman manis dan netra yang berbinar, kehidupannya berubah setelah mengenal Renjun. Emosinya jauh lebih stabil dan yang terpenting Mark dapat tertidur lelap di malam hari tanpa perlu obat penenang.
"Renjun, jangan tinggalin aku, ya? Aku ga bisa bayangin kalo ga ada kamu." Ucapnya yang lebih terdengar sebagai permohonan, "aku gapapa berbagi sama Jaehyun, tapi jangan tinggalin aku ya? Kita harus sama-sama terus." Hanya pelukan erat yang bisa diberikan oleh Renjun, ia tidak dapat menjawab apapun atau menjanjikan apapun. Sedang Mark tahu bahwa hati Renjun tidak akan pernah menjadi miliknya. Sampai kapanpun.
Prinsip yang selalu digenggamnya, selama Renjun tidak menolak, maka Renjun juga menginginkannya.
.
.
.
Tbc
Part yang ini pendek ya🥀🥀 besok aku panjangin deh
KAMU SEDANG MEMBACA
A to Z (Jaeren)
FanfictionKomunikasi memang tepat dijadikan landasan dalam sebuah hubungan untuk memberikan sebuah afirmasi bahwa keduanya saling mencintai. "Teruslah berkata seperti itu kepada bayanganmu di dalam cermin yang pecah." "Apa maksudmu?" "Kau hanya memberikan sem...