—Happy Reading—
*****
Sekolah sudah sangat sepi. Mungkin yang masih ada di sini hanya anak-anak yang mengikuti ekstrakulikuler yang hari ini termasuk jadwalnya. Ayra sudah melangkah cukup jauh dari ruang Bimbingan Konseling. Ia berpikir akan pulang naik apa, karena di depan terlihat tidak ada angkutan umum yang melintas.
Ting!
Ayra mengecek notifikasi beruntun dari ponselnya.
Rumah
Nada:
Bakar rumah enak nih kayaknya.Nabil:
Rumah lo mau gue bakar?Nada:
Nggak. Gue maunya bakar rumah Ayra!Ayra:
Kok gue?Nada:
Gue kesel bgtt, abis baca ending novel lo. Bisa-bisanya cowok fiksi kesayangan gue dimatiin. Pasti lo lagi ketawa-ketawa sedangkan readers lo nangis-nangis. Bgst.Ayra:
Ngomong kasar terus, mau amalannya ditipex?Nabil:
Njir, ditipex.Nada:
Mending dosanya aja yang ditipex.Ayra:
:)Nada:
Caranya mati cepet tapi nggak sakit tanpa bunuh diri gimana yaa?Ayra:
Nggak tau, coba tanya malaikat Izrail, siapa tau dijawab.Nabil:
HuhhNada:
Nggak jadi deh, kapan-kapan aja, hehee.Nabil:
Rinai tumben nggak on?Rinai:
Abis nonton Upin Ipin, terus nemu iniAyra berusaha menahan tawanya di tengah heningnya koridor sekolah yang sangat sepi karena bel pulang sudah berbunyi sejak tadi. Jemarinya dengan lincah mengetik beberapa kata untuk membalas pesan dari para sahabatnya. Ayra memang menyuruh mereka untuk pulang terlebih dahulu karena dirinya harus berbicara dengan salah satu guru di ruang Bimbingan Konseling.
Raut wajah Ayra berubah ketika muncul notifikasi pesan dari aplikasi Instagram. Ia membaca DM (Direct Message) dari Relia Putri Nirmala—salah satu anak kelas XI IPA 1 sekaligus mantan ketua OSIS di Sekolah Menengah Pertamanya dulu.
YOU ARE READING
School Case & Direct Message
Teen FictionAyra tahu rasanya tidak punya tempat bercerita, maka dari itu ia membuka akun publik yang bersedia jadi tempat keluh kesah banyak orang. Membaca DM berisi curhatan orang-orang menjadi hobinya belakangan ini. Namun, hal yang ia senangi itu berubah ja...