CAHAYA MENTARI atau yang kerap kalian panggil Yaya itu sedang sarapan bersama dengan keluarga nya.
Setelah kejadian lima tahun lalu, kematian Oma. Tepatnya ketika dirinya baru saja berumur sepuluh tahun, keluarga nya benar-benar membenci dirinya.
Hanya Bunda nya yang masih sedikit hangat padanya. Walaupun akhirnya, dirinya masih akan mendapatkan amarah dari sang Ayah ketika ketahuan berbicara dengan sang ibu.
Dirinya merasa diasingkan, di acuhkan, dan tak dipedulikan.
Suasana pagi ini benar-benar hening tanpa ada sepatah kata yang keluar dari mulut mereka, hanya ada denting sendok yang beradu dengan piring.
Kini, waktunya berangkat sekolah. Adnan - adiknya lebih dulu bangkit dan menyalami orang tua nya, tak lupa sang Ayah memberikan uang saku padanya, tiga lembar uang berwarna merah.
"Terimakasih, ayah. " Ucap Adnan.
Giliran Yaya, dirinya bangkit menyalami sama diberi uang juga namun hanya selembar kertas berwarna hijau dengan nominal uang dua puluh ribu.
"Gunakan saja seperlunya tak perlu protes. " Tegas Nathan, Yaya tak membantahnya.
"Kalau begitu, Adnan berangkat Ayah, Bunda. " Pamit Adnan dan segera pergi.
"Yaya, pamit. Assalamu'alaikum. "
Yaya berangkat dengan menggunakan sepeda miliknya yang dulu dibelikan oleh Oma nya.
Itu adalah satu satunya peninggalan Oma yang begitu Yaya sayangi.
Selain dibelikan Oma nya juga yang mengajarkan dirinya menggunakan sepeda tersebut.
Setibanya di sekolah SMP NUSA BAKTI Yaya segera masuk kedalam kelasnya. Pemandangan pertama yang Yaya lihat ketika masuk ialah teman-teman nya yang sedang bercanda gurau satu sama lain.
Namun, ketika dirinya tiba seluruh nya tiba-tiba diam, hening. Dirinya tau apa selanjutnya.
"Wah, anak tak tau diri sudah datang guyss! "
Yaya tak mempedulikan ocehan temannya yang bernama Nicok tersebut, dirinya berjalan menuju bangkunya duduk dan membaca buku pelajaran yang akan dipelajari nantinya.
"Berani banget lo kaga jawab gue. " Cercah Nicol.
"Aku, hanya ingin belajar Nicol. Tolong sekali saja berhenti mengganggu ku. " Pinta Yaya.
"Berani lo nyuruh gue?! "
"Guys! Ini tugas kalian. " Ucap Nicol sambil tersenyum miring.
"Siap col. "
"Rambut lo terlalu bagus untuk di gerai, mending gini. " Ucap seorang gadis yang bernama Aurel sambil menjambak rambut Yaya.
Arghh!!
"Aurel, tolong berhenti. "
"Berani banget lo nyebut nama gue sialan!"
"Mulut sampah lo itu ga pantes nyebut nama indah gue, sama temen-temen gue semua. " Lanjut Aurel.
"Pembunuh kaya lo itu ga pantes, bahagia." Sarkas Nicola tepat disamping Yaya, jadi tak akan ada yang bisa mendengar nya kecuali mereka.
Yaya mematung mendengar hal tersebut, bagaimana bisa Nicol tau kejadian itu padahal mereka tidak ada hubungan apapun kecuali, pembully yang dilakukan Nicol padanya.
"Stop guys! " Titah Nicol.
"Yah kok udahan sih nic, kan belum kelar. "
"Oke, kalian boleh lanjutkan. Tapi gue ga mau ikut campur kalah guru liat. " Ucap Nicol sambil berlalu duduk di bangku.
Dan, benar tak lama guru datang untuk mengajar murid muridnya.
Dua jam berlalu, dan guru pun sudah keluar kelas mengakhiri pembelajaran jam ini. Seluruh murid bersorak gembira, akhirnya mereka bisa keluar dari penjara ilmu ini.
Yaya keluar setelah seluruh murid keluar, berjalan menuju kantin untuk mengisi perutnya.
"Bu, saya pesen bakso satu minumnya es teh. " Panggil Yaya pada ibu kantin.
"Eh neng Yaya, iya iya bentar ditunggu ya! " Balas ibu kantin.
Setelah mendapat baksonya dirinya berjalan mencari tempat untuk duduk. Dirinya melihat meja kosong di pojok sana, berjalan dan duduk di sana.
Yaya mulai memakan makanannya dengan tenang, satu suap masuk, dua suap, tiga suap, em-
Byur!!
"Waw, si culun makan apa nih bagi dong! " Dengan santai Nicol berkata seperti itu, padahal baksonya sudah tumpah akibat dirinya.
"Aduh, maaf ya reflek tadi, pengen minta tapi tangannya malah numpahin, yaudah deh kita beli aja yuk guys! " Sambung Nicol dan berlalu pergi.
Baju basah, bakso habis, rambut kotor, sungguh malang nasibmu Yaya.
"Hei, lo cepet ganti, keliatan tuh. " Ucap seorang lelaki dengan wajah tengil.
Yaya mendelik mendengarnya lalu berjalan pergi.
"Songong banget lo! " Sarkas orang yang bernama Rico tersebut.
***
Setelah kejadian melelahkan tadi, akhirnya bel pulang berbunyi, pertanda kegiatan belajar mengajar telah usai untuk hari ini.
Yaya pulang ke rumah dengan sepeda nya, setibanya dirumah dengan cepat dirinya memasuki kamar berganti pakaian lalu turun untuk melaksanakan kegiatan rumah.
"Yaya, kamu sudah pulang? Makan dulu nak. " Suruh sang ibu.
"Apa?! Ga ada makan dulu, kerjain tuh kerjaan, makan mulu kerjaannya!! " Ucap Nathan.
"Ayah, Yaya baru pulang pasti lapar lah, yakan ya? "
"Nggak kok bun, Yaya masih kenyang tadi jajan di kantin. "
"Nah, kan dia aja ga mau makan. Udah sana cepetan kerjain sana. " Usir Nathan.
Yaya pergi ke dapur sesuai perintah sang Ayah. Dirinya melihat sang bibi - pembantu di rumah, sedang mencuci piring.
"Bisa sini biar Yaya aja yang cuci, bibi istirahat. "
"Non Yaya makan dulu aja, biar bibi yang ngerjain. " Ucap bibi Erna.
"Engga bi, abis cuci piring baru nanti Yaya makan. "
"Yaudah kalau gitu non."
Yaya menyelesaikan pekerjaan bibi Erna yang tertunda tadi, setelah selesai Yaya membantu bibi mengelap meja meja dapur dan meja makan yang ada.
Selesai, " Udah selesai, kamu makan gih, " Ucap Bunda Meyra tiba-tiba.
"Eh, bunda. Iya ini Yaya mau makan kok. " Ucap Yaya dan mengambil makan.
"Bunda mau keluar, kamu baik baik ya di rumah. "
"Iya, bunda. "
Selepas makan Yaya naik keatas untuk mengistirahatkan diri, duduk di pinggir kasur sambil melamun.
Tak lama dirinya melihat handphone nya, sudah jam empat sore, tidur sebentar ga papa kan.
Dan akhirnya Yaya tidur hingga waktu malam tiba.
***
Yey update lagi, seneng gak?
Seneng lah pasti, yakan.Aku mau maksa kalian untuk vote dan komen di tiap-tiap paragraf ya, ga ada alasan pokoknya oke manteman.
Ga susah kok, ga lama juga.
See you lain waktu
Salam manis
Yaya
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Me Yaya
General FictionSeorang anak harus menelan pil pahit dalam hidupnya, tak dianggap, diabaikan, dibenci, dimaki, itu menjadi makanan sehari harinya. Bahkan teman-teman nya sekali pun, ah bisakah mereka disebut teman? Sepertinya tidak. Bagaimana ada teman yang membua...