Who's priority?

675 82 93
                                    

 
 
 
 
Luhan bergerak mondar-mandir dengan gelisah di luar ruangan dimana putera pertamanya tengah ditangani dokter.
 

Isaknya menguar sedikit demi sedikit. Tangan yang bergerak memukul kepalanya sendiri sebagai bentuk hukuman karena ia lalai terhadap kondisi tubuh sang putera pertama.
 

Setelah pintu terbuka dengan penjelasan dokter yang diterima membuat rasa bersalahnya semakin mengakar. Terbirit memasuki ruangan dengan wajah penuh resah, disana sang putera terbaring dengan tangan yang sudah terpasang infus. Memandangnya dengan senyum lemah.
 

Eomma, Taeoh baik-baik saja. Jangan memasang wajah seperti itu, hm..?”.
 

Luhan menghambur, menggenggam satu tangan sang putera sembari melabuhkan puluhan kecupan penyesalan disana. Memohon ampun karena selama delapan tahun ini ia tidak selalu berada di samping putera yang kini sudah berusia empat belas tahun tersebut.
 

“Maafkan Eomma, Baby. Ini semua salah Eomma yang tidak menaruh perhatian penuh terhadapmu. Eomma benar-benar Ibu yang buruk, maafkan , Taeoh-ah..”.
 

Satu tangan Taeoh yang bebas kini meranjak untuk meraih tangan Ibunya yang menggenggam satu tangannya yang lain.
 

“Jika Eomma terus merasa bersalah, mulai sekarang Taeoh tidak akan sering lagi menghubungi Eomma..”.
 
Luhan meraut protes. “Jangan bilang seperti itu pada Eomma. Eomma akan mendatangi rumah Jongin Appa dan akan menangis seharian disana jika Taeoh melakukan itu..”. Runtuh lagi air mata Luhan, padahal ia tahu jika yang diucapkan putera pertamanya hanyalah ancaman semata.
 

Taeoh terkekeh dengan raut wajah yang masih lemah. “Iya.. iya.. sudah Eomma jangan menangis, nanti Taeoh bisa ikut menangis juga..”.
 

Drrtt.. Drrtt..
 

Taeoh adalah yang pertama yang mendengar ponsel Luhan bergetar di tas wanita tersebut. Sedangkan Ibunya masih fokus menciumi satu tangannya sebagai bentuk tanda meminta pengampunan.
 

Ibu super cantiknya ini memang terlewat berlebihan jika mendapati kondisi tubuhnya down seperti sekarang ini. Ibunya akan meraungkan seluruh rasa bersalah meski sebenarnya bukan salah Ibunya.
 

Eomma, ponsel Eomma berbunyi..”.
 

“Hm..?”. Luhan mengangkat wajah.
 

“Ponsel Eomma berbunyi, angkat dulu siapa tahu penting. Sudah dari tadi sepertinya berbunyi..”.
 

Luhan mengalihkan pandang pada tas, dan benar saja ada getaran dari dalam. Segera meraih ponsel untuk melihat siapa yang menghubunginya.
 

Tertera nama sang suami. Sehun.
 

Luhan menatap sang putera dengan ponselnya bergantian. Taeoh yang menangkap raut wajah bimbang sang Ibu memberi senyum rekah untuk meyakinkan agar sang Ibu segera mengangkat telepon.
 

Taeoh tahu Ibunya paling tidak suka apabila diganggu dalam bentuk apapun jika tengah bersamanya.
 

“Angkat dulu Eomma. Taeoh tunggu disini..”.
 

Luhan mengangguk dengan melampirkan senyum, lalu menyapukan kecup di kening sang putera. Keluar ruangan untuk menerima panggilan telepon dari suaminya.
 

“Hm Sehun-ah.. ada apa..?”.
 

Kau dimana..?”. Luhan bisa menangkap kemarahan sang suami yang tertahan.
 

“Ada apa..? Aku sedang di__..”.
 

Apa kau lupa hari ini hari apa..? Putera kita sedang tampil pentas drama perdananya di sekolah. Kau dimana sekarang..?”.
 

MY BLOODSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang