03

838 98 11
                                    


disclaimer : hanya karangan belaka.


















**

Sehari ia mengurung diri, berharap sakit di hatinya bisa sedikit terobati.

Banyak lagu-lagu yang ia putar berkali-kali, namun sulit untuk tidak menangis setiap kali mendengar lirik dan syair yang menyayat hati.

Lagu sedih semakin membuat depresi. Namun, dari lagu dan musik ia bisa berkomunikasi. Menyampaikan isi hati tanpa harus gamblang mengatakan bibirnya sendiri.

Pertama memutuskan untuk muncul ia banyak bernyanyi. Berharap akan ada yang mengerti.

Bahkan jika Yechan melakukan kesalahan sebesar gunung, ia akan tetap memaafkan, pun jika kesalahan Yechan sebanyak air di lautan, Jaehan pastikan akan selalu berusaha untuk melupakan.

Begitu bertemu, Jaehan mendengar kalimat berisi permintaan maaf dari pria itu. Daripada kemarahan, ia justru merasakan hatinya dipenuhi kesedihan yang sedikit pilu. Bahkan bibirnya pun tiba-tiba terasa kelu.

Satu kelemahan Jaehan, ia begitu mudah memaafkan.

Tak masalah, dianggap lemah pun ia tak akan marah.

Sejak itu, Yechan menjadi sedikit pendiam. Jaehan berharap itu hanya sesaat. Sampai anak itu menenangkan diri, sampai Yechan tahu pasti apa yang akan dia lakukan setelah ini.

"Maafkan aku."

Jujur Jaehan tidak berharap Yechan terus merapalkan kata itu setiap kali mereka sedang bersama.

"Aku hanya ingin melupakannya."

Jadi, ia berharap Yechan berhenti mengatakannya.

"Kembalilah seperti dulu, seperti Yechan yang yang kukenali sebelum ini."

Yechan yang aktif berbicara sementara ia yang banyak mendengarkannya.

"Mungkin sedikit sulit, tapi ayo kita lupakan saja, Yechan-ah ... Kau tahu benar perasaanku padamu. Tak akan ada yang berubah dengan itu." Jaehan jujur mengatakannya.

Mungkin hubungan mereka akan dipandang berbeda, tapi haruskah Jaehan memikirkannya? Hanya dia yang tahu bagaimana isi hatinya yang sesungguhnya.

"Selama kau mau berubah, dan selama perasaan mu padaku tak berubah, aku akan selalu membuka lebar tanganku untukmu, Yechan-ah ..."

Karena meski banyak yang berkata Yechan lah yang tampak tertarik padanya, nyatanya yang terjadi adalah sebaliknya. Jaehan sudah jatuh, terlalu dalam sampai ia tak tahu bagaimana cara untuk merangkak keluar dari perasaannya yang membabi buta.

Meski menyakitkan, ia akan menahannya. Daripada kehilangan, Jaehan tahu ia tak akan bisa membayangkan.



**


"Hyung sakit?"

Itu adalah hari di mana Yechan dan Jaehan harus mempersiapkan fan meeting. Setelah malam itu, hubungan mereka sudah berjalan seperti biasa. Belum sepenuhnya kembali karena Jaehan masih sedikit diam dan tak banyak menanggapi.

Itu adalah apa yang Yechan pikirkan pada awalnya. Namun, ternyata itu karena Jaehan memiliki masalah pada tenggorokannya. Pria itu sedang sakit dan dirinya malah menambahi dengan masalah yang tak terduga ini.

Jaehan mulai batuk-batuk meski sudah berusaha untuk menahannya.

"Kau tak lupa memasang pelembab udara kan, hyung?" tanya Yechan. Rautnya menunjukkan sirat kekhawatiran.

Jaehan mengangguk, "Aku juga sudah minum banyak minuman herbal."

"Berhenti minum es kopi atau apapun itu."

Jaehan hanya mengangguk.

"Kau yakin akan baik-baik saja saat live nanti?"

Ya, selain fanmeeting drama, Yechan dan Jaehan juga memiliki jadwal fanmeeting 2nd anniversary grup mereka.

Jaehan mengangguk, "Daripada aku, bagaimana denganmu, Yechan-ah? Kau selalu sangat sulit menyembunyikan ekspresi mu yang tak baik-baik saja itu. Fans pasti khawatir padamu."

"Akan aku coba, hyung."

"Tak apa. Selain aku, yang lain juga pasti akan membantumu. Kami akan menjagamu, Yechan-ah ..."

"Terima kasih, hyung." Karena sudah menjaganya, memaafkannya.

Jaehan tersenyum, terlepas dari rasa kasih yang berbeda di hatinya, Yechan tetaplah anggota termuda. Selalu ada saat di mana bocah sok kuat ini membutuhkan hyung-hyungnya. Membutuhkan dirinya, bukan sebagai kekasih, melainkan seorang yang lebih seperti saudara.

Jaehan menepuk bahu Yechan sebelum menyibak rambut depannya yang mulai panjang, "Kau tak ingin memotong rambutmu, Yechan-ah? Aku gemas sekali setiap kali melihatnya."

Sayang sekali jika mata indahnya tertutup begini.

Yechan memejamkan mata, sentuhan itu membuat hatinya sedikit tenang. Jaehan yang menjaga jarak darinya adalah hukuman yang sesungguhnya. Itu sangat menyiksa.

"Mm, haruskah aku memotongnya? Mungkin aku juga harus mewarnai rambutku ..."

Jaehan tersenyum, "Jika kau menyukainya, lakukan saja."

"Bagaimana dengan hyung? Hyung suka atau tidak jjka aku melakukannya?"

Jaehan tak pernah keberatan dengan penampilan. Yechan memiliki style sendiri dan ia tak berhak mengaturnya. Daripada mengatur, mungkin ia hanya akan memberi sedikit masukan. Itu juga bila sangat dibutuhkan.

Akan tetapi, kali ini ia hanya akan menganggukkan kepala. "Jika kau suka, aku juga suka, Yechan-ah ..."

Jika Yechan bahagia, ia akan ikut merayakannya. Begitupun sebaliknya, jika Yechan terpuruk ke dalam kesedihan, Jaehan pastikan akan ikut ke dalamnya.


**

Benar saja, Yechan selalu sulit menyembunyikan ekspresi. Beberapa kali Jaehan melihat ke arah yang lebih muda hanya untuk memastikan bahwa anak itu baik-baik saja.

Ia bersyukur ada Sebin dan juga yang lain. Semua berusaha membuat live terlihat riuh dan menyenangkan seperti seharusnya.

Begitu selesai, Jaehan langsung menghampiri Yechan. "Kau sungguh tak apa-apa?"

Yechan mengangguk, "Aku hanya tak ingin merusak suasana. Ah, bagaimana denganmu hyung? Masih sakit?"

"Mm, sepertinya aku harus ke rumah sakit." Mereka harus mulai rekaman, akan tidak bagus jika ia memaksakan. Hasilnya juga pasti tidak akan maksimal.

"Mau kuantar?"

Jaehan menggeleng, "Aku tahu kau sibuk."

"Kita semua sibuk."

Sepertinya maknae-nya sedikit tak puas hati. Apa karena ia yang menolak? Tapi, sungguh ... Jaehan tak perlu diantar. Ia bisa sendiri jika hanya masalah kecil seperti ini.

"Yechan-ah ..."

Yechan memakai tasnya, tersenyum. "Aku pergi dulu, hyung. Hati-hati ya."

Tak menunggu Jaehan menyelesaikan, Yechan pun pergi dari tempat mereka latihan. Meninggalkan Jaehan dan beberapa member hyung line lainnya.

"Kenapa, Jaehan hyung?"

Jaehan menggeleng, "Tidak. Tidak ada apa-apa."

"Kau khawatir pada Yechan?"

"Kita semua khawatir padanya," ucap Hangyeom. "Tapi, dia sudah dewasa. Kurasa kita harus berhenti menganggapnya seperti anak-anak lagi."

Junghoon sedikit cemberut, "Dia tetap seperti bayi di mataku."

"Junghoonie ..."

Memutar mata, Junghoon berdiri dan mengambil ranselnya, "Iya, iya ..."




**








Drama✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang