04

832 86 2
                                    

disclaimer : cerita ini hanya fiksi. masih lanjutan kemaren ya.

chapter terakhir dari urusan perskandalan kemaren.

seandainya lanjut mungkin bakal nyeritain yang lain, ultah jaehan maybe ...



**




Kata orang, waktu tak bisa menyembuhkan, waktu hanya mengajari kita bagaimana caranya untuk melupakan.




**



Hati manusia itu lucu. Kini pun Jaehan sedang menertawakan itu. Menertawakan dirinya sendiri yang hatinya sedang tak menentu.

Seingatnya ia menangis begitu keras malam itu, lalu ia baik-baik saja keesokan harinya. Pikirnya ia baik-baik saja karena nyatanya ia bisa menghadapi semua, ia masih bisa menatap mata pria yang memberi rasa pahit manis dalam hidupnya.

Namun, setiap ia sendiri, rasa sakit itu selalu datang lagi dan lagi.

Saat seperti ini, ia baru menyadari, ia tidak baik-baik saja. Ia ingin melupakannya. Setiap keping memory buruk itu, ia ingin menghapusnya.

Ironisnya, ia tak bisa.

Kenapa?

Kenapa ia tak bisa lupa?

Jaehan menutup wajahnya dengan bantal, berharap di luar sana Hwichan tak mendengar suara isakan.

Ia begitu pandai menenangkan Yechan, tapi mengapa ia tak pandai memberi hatinya sendiri ketenangan?

Lagipula, mengapa juga hal ini bisa begitu menyakitkan?


**


Kesibukan yang tak ada habisnya ini sebenarnya cukup membantu. Tak hanya untuk Jaehan dan Yechan, melainkan anggota yang lain juga.

Semuanya, sebelas dari mereka memiliki kekhawatiran. Takut akan sesuatu yang tak bisa dijelaskan.

Tentang grup mereka, tentang lagu-lagu mereka, latihan yang mulai padat jadwalnya, juga tentang hati mereka yang masih terluka.

Mereka selalu merasa tak cukup baik. Ada saat mereka begitu optimis, namun setiap kali melihat ke belakang, rasanya hanya ada gamang. Pesimis, ragu akan kemampuan diri, juga hal yang lain lagi. Sulit untuk bercerita karena mereka tak ingin menambah kekhawatiran yang lainnya.

Saat ini, berusaha menjadi kuat hanyalah jawaban yang paling bisa mereka andalkan.

**


Orang bilang, mata adalah jendela. Isi hati bisa terlihat dari sana.

Setelah skandal, ada segelintir yang masih membicarakan, namun banyak juga yang memaafkan. Sebagian lainnya memilih untuk melupakan. Ada pula yang mewajarkan.

Manusia memiliki perspektif mereka sendiri, tak ada yang berhak menghakimi.

Sementara Jaehan? Ia hanya merasa harus melakukan apa yang memang harus dilakukan. Sebagai seseorang yang dekat dengan Yechan, sebagai leader tim-nya, juga sebagai anggota tertua yang paling diandalkan dalam grupnya.

Terkadang terasa sangat sulit, tapi ia akan melaluinya meski pil yang diberikan padanya kali ini begitu pahit. Tapi, bukankah ia pernah mengalami yang lebih buruk? Jaehan yakin untuk yang satu ini pun dia bisa mengatasi.

Selain itu, ia harus profesional dalam bekerja. Setiap pekerjaan yang mengharuskannya berdua bersama Yechan, ia lakukan dengan senyuman.

Ia tulus. Sungguh. Tak ada masa di mana ia bersikap palsu di depan pria kesayangannya itu.

Drama✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang