"Dad... I'm home..."Pauline masuk kerumah dan mencari-cari sang ayah.
"Assalamualaikum dulu atuh cu"sahut nenek yang tengah duduk didepan televisi dengan tangan yang sibuk memetik kangkung untuk dimasak.
Pauline hanya menunjukan deretan gigi rapihnya lalu berjalan menuju nenek. "Eh iya. Assalamualaikum nek, Daddy mana?".
"Ada dibelakang, kamu bawa anak kucing siapa itu. nanti dicariin induknya"tunjuk nenek pada anak kucing yang masih setia dalam gendongan Pauline.
"Gatau nek, aku liat dia ditengah jalan yaudah aku ambil takut ketabrak. aku juga galiat induknya jadi aku bawa pulang".
"Oalah".
"Mauku adopsi, boleh kan nek?"nenek tersenyum tipis. "Boleh asal cucu tanggung jawab sama kehidupannya".
"Siap, yaudah aku samperin ayah dulu".
"Abis itu bersih-bersih udah hampir jam makan siang".
"IYA".
Pauline berjalan mencari keberadaan sang ayah sekaligus menunjukkan kucing temuannya untuk meminta izin mengadopsi kucing itu.
Sampai dibelakang rumah Tobey terlihat marah-marah sembari menuntun kedua kaki depan seekor kucing berwarna oren untuk memungut pakan yang berserakan dilantai, seperti kucing itu membuat masalah lagi.
"Dad-".
"Harus. sampai. bersih- eh udah pulang?"Tobey mengalihkan perhatiannya menuju sang putri.
"Udah baru aja nyampe, itu Probe kenapa?".
"Biasa rusuh, lari-larian kesana kemari sampe pakannya kesundul terus tumpah begini"omel Tobey yang masih terus mengarahkan tangan Probe.
Pauline tertawa kencang melihat wajah melas yang kucing itu lemparkan padanya. "Kamu sih Probe berulah mulu"Pauline memamerkan kucing kecil dengan warna abu-abu dan corak yang khas kedepan Probe.
Tangan kucing itu memang dikendalikan Tobey tapi pandangannya seolah meminta pertolongan pada Pauline. "Ngapain ngeliatin? aku udah punya yang baru, gamau sama kamu lagi. rusuh"sekarang tatapannya berganti menjadi tatapan tajam setelah menyadari ada makhluk berbulu lain yang tengah digendong babunya.
"Loh kucing siapa itu?".
"Gatau tadi nemu dijalan yaudah aku bawa pulang kasian".
"Nahkan, liat tuh. Pau bawa kucing lagi, kamu bentar lagi bakal dijual ke petshop"kucing oren itu seolah mengerti apa yang dibicarakan kedua babunya, dia langsung berontak ingin dilepaskan.
Tapi Tobey kembali mengomel. "Selesain ini dulu"ucapnya tegas.
Cukup lama Pauline bertahan disana sambil masih meledek si oren gembrot yang banyak sekali tingkah lakunya tapi selalu menjadi kesayangan ayahnya, bahkan nenek sudah sampai menyelesaikan menu masakannya yang terakhir. Pauline baru beranjak setelah kepergok masih bersantai dibelakang rumah tanpa bersih-bersih ataupun mengganti pakaiannya.
"Ih si gadis satu masih ngajogrok wae didieu jiga preman, buru atuh salin baju. daritadi nenek udah bilang lah kok belum jalan"ucap nenek sambil berkacak pinggang.
"Hehe lagi seru ngeledek si Probe nek, nih Pau berangkat".
"Daritadi atuh harusnya"Pauline berjalan cepat dan hanya meninggalkan suara cengengesan.
"Ini lagi hiji, mau sampai kapan kamu mungut itu pakan pake kaki si meng? gaselesai-selesai ya gusti pangeran, Tobey. udah buru diserok wae pake pengki kecil itu, aihh kamu gaada bedanya sama yang muda. boloho maneh".
"Iya Ambu"Tobey melepaskan Probe yang langsung berlari mendekati nenek.
Tobey menyelesaikan kekacauan yang diciptakan Probe dengan cepat, saat kakinya baru saja akan memasuki dapur dering telepon menghentikannya. "Ya?".
"...".
"Kirim langsung ke email saya".
"...".
"Terus awasi istri dan anak saya jangan sampai mereka melihat salah satu dari kalian".
"...".
Tut.
Ditempat yang berbeda.
"Ton, udah gaada agenda lagi kan setelah rapat dengan pihak pak Rudi?"tanya Anita sambil menandatangani berkas yang sekretarisnya bawa.
"Iya Bu, semua jadwal pertemuan ibu hari ini sudah selesai"jawab Anton.
"Kalau gitu saya pulang awal hari ini, jika ada hal mendesak kamu hubungi saya lagi".
"Baik Bu Anita"Anton membungkuk hormat lalu keluar meninggalkan Anita dalam ruangannya.
Sebelum memutuskan untuk pulang Anita memilih mengistirahatkan raganya sejenak, tatapan matanya melihat kosong kearah atap plafon gedung perusahaan miliknya. lalu pandangannya terjatuh pada sebuah foto disudut meja kerjanya.
Didalamnya menangkap foto suami dan anak kembarannya yang lain, senyum sendu terbit dibibir Anita.
18 tahun yang lalu Anita meninggalkan keluarga kecilnya atas permintaan dari ayah dan ibunya, dia memilih menjadi jahat pada laki-laki yang menjadi seluruh pemilik hatinya bersama sang buah hati. memang sejak awal hubungannya dengan ayah dari putranya mendapatkan tentangan yang keras dari keluarga Anita.
Status sosial yang membuat cinta mereka tidak mendapatkan restu dari orangtua Anita. Tobey yang saat itu hanyalah seorang pemuda desa dan hanya bekerja sebagai petugas kebun binatang nekat meminang putri tunggal konglomerat yang masih memiliki darah biru dari bangsawan kraton.
Bertahun-tahun mereka terus mencoba meyakinkan kedua orangtua Anita tapi penolakan selalu menjadi timbal balik dari usaha yang Tobey perjuangan, Anita yang tak tahan melihat sikap keras kepala ayah dan ibunya memilih kabur mengajak Tobey keluar dari tanah air.
Mereka memutuskan untuk singgah diSingapura dan melangsungkan pernikahan tertutup mereka disana, satu tahun setelah keduanya menjadi pasangan suami istri mereka dikaruniai sepasang anak kembar.
Airic dan Pauline.
Tapi naas ternyata pengawal orangtua Anita berhasil menemukan keberadaan mereka dan hal yang paling mengejutkan adalah Anita dengan suka rela ikut pulang bersama pengawal keluarganya.
"Maaf Tobey. aku harus pergi. tolong jaga Pauline".
Hanya itu kata-kata terakhir yang Anita ucapkan sebelum dirinya meninggalkan Tobey bersama tangisan Pauline yang menggema dalam ruang tamu flat mereka.
"Maafin aku mas, maafin ibu Pauline".
Ditengah malam Air melemparkan tubuhnya disofa ruang tamu setelah seharian pergi ke kampus dan lanjut berkumpul dengan sahabat-sahabatnya.
Sebelah lengan menutupi wajahnya dari silau lampu gantung yang entah kenapa masih menyala, mata Air memang terpejam tapi pikirannya berkelana memikirkan perempuan yang tadi siang dia temui bersama Edgar.
"Pauline kan namanya?"monolog Air.
"Arghhh! rumit banget kehidupan"teriak Air frustasi.
"Tapi muka kita terlalu sama kalo dibilang kebetulan, sebenernya apasih yang dialamin sama ibu sebelum gua lahir?".
"Pasti ini ada sangkut pautnya sama kakek nenek".
Air kembali larut dalam pikirannya sendiri, terlalu banyak pertanyaan memenuhi kepalanya. tapi apakah dia harus menanyakan perihal ini langsung pada sang ibu?
Tapi itu bukan perkara mudah, Anita benar-benar seperti orang bisu jika ditanya tentang masa lalunya sebelum Air lahir. Air bertanya dimana keberadaan ayahnya saja tidak dijawab dengan pasti, Anita hanya terus bungkam atau mengalihkan perhatian dirinya demi menghindari pertanyaan yang satu itu.
"Kayanya gua emang harus cari tahun sendiri".
Air bangkit dari tidurnya dan berjalan masuk kedalam kamar, sekarang biarkan dirinya beristirahat karna besok Air akan mengulik semuanya sampai keakar.
Tbc...