"Ibumu sudah meninggal setahun yang lalu, Jaka."Suara petir yang menggelegar semakin menambah ketegangan di antara kami berempat. Aku dan Bedu saling bertatapan satu sama lain, keheranan setelah mendengar ucapan Pak Ambar. Setelah Jaka mengeringkan badannya yang basah dengan handuk, kami berempat saling duduk berhadap-hadapan di ruang tamu. Jaka mulai menelan ludah untuk membasahi kerongkongannya yang kering dan memulai kembali pembicaraanya.
"Aku sering bertemu dengan ibu di dalam mimpiku dan ibu ... sepertinya sedang kesakitan, Ayah."
"Sebenarnya apa yang ingin kamu sampaikan, Jaka? Bicaralah dengan lebih jelas." Pak Ambar memegang pundak Jaka dan menatapnya lekat-lekat.
"Beberapa kali setiap aku tidur ... tidak, malah hampir setiap hari selama dua minggu berturut-turut, ibu selalu meminta tolong kepadaku dan untuk yang terakhir kali aku melihat sosok hitam berbadan besar menarik ibu dari belakang sampai ibu berteriak histeris padaku saat meminta tolong."
Pak Ambar terdiam mendengar penjelasan Jaka. Seolah tidak percaya dengan apa yang barusan didengarnya. Tadi saja terjadi hal yang tidak lazim di kos-annya. Apalagi ditambah dengan ceritanya Jaka, ia benar-benar merasa yakin ada hal yang tidak beres saat ini.
"Lalu apa yang sedang terjadi saat ini? Kenapa para penghuni kos ada di sini semua?" tanya Jaka melihat kehadiran kami berdua di sini.
Pak Ambar menekan-nekan keningnya dengan kedua tangannya. Seolah itu bisa menghilangkan stress di kepalanya.
"Barusan, tadi sore di dalam gudang saat kami akan membersihkannya. Kami mengalami hal-hal supranatural di sana yang dialami langsung terutama oleh mereka," kata Pak Ambar menatap kami berdua dengan tatapan merasa bersalah.
"Karena itu aku menyuruh mereka untuk tinggal di sini malam ini, karena saya rasa lantai dua masih belum aman...," kata Pak Ambar lirih.
"Dan benar saja, Nak Roni barusan mengalaminya lagi. Saat dia sedang mengangkat jemurannya dari atap ke dalam kamarnya sendiri, guling yang ia bawa dari atap itu ternyata bisa loncat-loncatan sendiri," lanjut Pak Ambar dengan ekspresi yang masih sama.
"BHAHAHAHA!!!" Refleks Jaka tertawa lepas setelah mendengar kata 'guling yang bisa loncat-loncatan sendiri'. Pak Ambar keheranan sendiri dengan reaksi anaknya itu. Mukaku pun mulai memerah setelah mendengar ucapan Pak Ambar tadi, untung saja cahaya lilin yang oranye bisa menyembunyikan rona merah di wajahku karena malu dan Bedu pun dengan biadap cekikikan di pojok sofa.
"Maaf, maaf, ini bukan waktunya untuk tertawa, aku gak bermaksud buat ketawa tadi," kata Jaka yang masih terlihat kesusahan berusaha menahan tawanya.
"Orang lagi serius malah ketawa," kata Pak Ambar jadi keki.
"Maaf, maaf, Yah. Bisa lanjutkan lagi ceritanya?" kata Jaka yang sudah membetulkan ekspresinya.
"Sudah sih, itu saja yang ingin aku sampaikan. Intinya lantai dua masih belum aman karena ada hal yang belum pernah kita duga sebelumnya," kata Pak Ambar mengakhiri ceritanya.
"Pak Ambar boleh kami menambahkan?" kata Bedu pada Pak Ambar.
"Sebenarnya di dalam nakas gudang, kami menemukan bunga-bunga kering di dalamnya," Bedu berhenti sejenak merasa tidak berani melanjutkan kalimatnya khawatir akan jadi tidak sopan jika ia melanjutkan kalimatnya.
"Tak apa Nak Bedu, lanjutkan saja," kata Pak Ambar meyakinkan.
"Apa itu bekas sesajen?"
Pak Ambar terkejut dengan kalimat yang diucapkan Bedu.
"Sesajen? Kami ... tak pernah sekali pun menyimpan sesajen di dalam rumah. Bahkan, kami pun tak memiliki alasan untuk melakukan hal itu. Jika itu benar-benar ada di dalam gudang sudah pasti itu bukan perbuatan kami."
"Aku juga sering mendengar anak kecil menangis di dalam gudang itu, Pak," kataku ikut menambahkan.
"Benar Pak Ambar, aku juga sering mendengarnya, entah itu tangisan atau perempuan yang sedang bersenandung," kata Bedu setuju denganku.
"Benarkah itu terjadi, Nak Roni, Nak Bedu?"
Pak Ambar benar-benar tak bisa percaya akan kenyataan di gudang itu. Sampai kami berdua mengangguk untuk meyakinkan Pak Ambar.
"Sepertinya ini benar-benar ada yang tidak beres, Ayah. Sudah pasti mimpiku tentang ibu ada kaitannya dengan ini," kata Jaka ikut menyimpulkan.
"Sebaiknya besok aku harus panggil pak Ustadz lagi, hari ini kita harus istirahat dulu, jam berapa sekarang?"
"Pukul 10 malam, Yah," jawab Jaka setelah melihat jam tangannya di cahaya lilin.
Suara hujan di luar sudah mereda. Digantikan dengan suara jangkrik yang bersahut-sahutan. Walaupun kilatan petir masih terlihat, suara guntur sudah tidak terdengar lagi.
"Nak Bedu, Nak Roni, kalian boleh tidur di kamar tamu hari ini, kebetulan kasurnya ada dua, Owh, iya benar, kalian makan malam dulu di sini sebelum tidur. Pasti kejadian tadi membuat kalian lelah dan lapar," kata Pak Ambar tersenyum ramah.
"Terima kasih, Pak," kata kami berbarengan. Cacing di dalam perut kami mulai meronta-ronta setelah diingatkan Pak Ambar, tadi sempat lupa kalau perut kami sudah keroncongan.
Kami semua duduk di meja makan dengan penerangan lilin seadanya. Bayanganku yang membesar menari-nari di belakangku. Kami semua fokus melahap semua makanan di atas piring masing-masing tanpa banyak bicara. Terutama Pak Ambar, sudah pasti ia banyak pikiran setelah pembicaraan dengan kami tadi.
Pukul 11 malam. Rumah masih remang-remang dengan cahaya lilin. Listrik rumah masih belum menyala kembali, entah sampai kapan mati listrik ini akan terus berlanjut. Kami berdua memasuki kamar tamu dan mulai membaringkan badan di tempat tidur masing-masing. Aku berusaha memejamkan mata tapi tak pernah sekalipun aku merasa mengantuk. Pikiranku mulai mengembara kemana-mana dan berpikir yang tidak-tidak. Apapun yang terlihat gelap karena tidak tersentuh cahaya lilin jadi terasa mengintimidasiku dan mencekam. Seolah-olah akan ada sesuatu yang keluar dari sana dan menyergapku. Terutama kolong kasur yang yang dipakai Bedu saat ini terlihat sangat dalam dan gelap di depanku. Kulihat Bedu sudah tertidur lelap, tinggal suara jangkrik dan jam dinding yang bisa kudengar. Begitu pun juga dengan suara detak jantungku yang berdegup kencang ketika kulihat sosok wajah perempuan yang menyeringai di langit-langit kamar.
Bersambung...
22 Juni 2023
Gimana suka gak sama ceritanya? Kalau suka jangan lupa ya klik ★ dan komennya ya :D..
Karena itu adalah energi untukku... :)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Kost-an Haunted (Selesai)
HorrorYang namanya Mahasiswa baru pasti tak akan lepas dari yang namanya kost-an. kebanyakan mereka memilih untuk tinggal di kost-an supaya dekat dengan kampusnya. dan tak jarang pula kost-an yang mereka tinggali itu rada-rada... angker.