Bab 4: Rambut

93 11 1
                                    

Hari ini kuliah sedang libur. Roni dan Sidik memutuskan pergi ke rumah sakit untuk menengok Deka yang sedang dirawat disana. Lokasi rumah sakit ini tidak jauh dengan lokasi kampusnya.

"Silahkan masuk." Deka mempersilahkan kami berdua masuk.

"Hai Deka, gimana kabarmu?" kata Roni tersenyum. Kami berdua mendekati Deka yang terduduk di ranjang.

"Aku baik, Ron. Besok juga udah mendingan." Deka menatap Sidik yang dari tadi diam saja.

"Kenapa kamu tidak menanyakan kabarku?"

"Sudah diwakilkan, Dek," kata Sidik datar.

"Iya, iya deh. kamu marah ya."

"Enggak, kok. Dek." Sidik segera menggelengkan kepala.

"Iya, iya aku tah—" Seketika Deka tidak melanjutkan kalimatnya. Roni dan Sidik jadi heran. Kenapa dengan Deka? Wajah Deka memucat lagi."

"Kenapa, Dek?" kataku cemas.

"Bo... Botak." ia menunjuk Roni

"Botak?!" Sidik jadi ikutan cemas dan bergidik ngeri melihat Roni di sampingnya.

"Apaan, sih. Enggak Sidik enggak Deka, kalau ngehina jangan segitunya, dong. Aku kan enggak bo...tak..." Suara Roni melemah setelah menyadari sesuatu.

"Dia mengikutimu, Ron." Deka menunjuk pundak Roni.

"Kamu bercanda ya, Dek? Hahaha... Enggak lucu lho, Dek." Ia jadi merasakan berat di pundaknya kanannya.

"Ah! Dia lari, Ron!!"

Drap! Drap! Drap!

Roni terlonjak kaget begitu pun Sidik ia melihat kursi kayu di belakangnya terjatuh dan pintu kamar terbuka sendiri.

Krieet!!!

Drap! Drap! Drap!

Kami bertiga menahan nafas akibat peristiwa yang disaksikan tadi. Roni dan Sidik melirik Deka meminta penjelasan.

"Tenang, Ron. Dia sudah pergi."

Roni merasakan pundak kanannya terasa ringan. Akhirnya ia bisa bernafas lega.

"Ngomong-ngomong tadi itu yang menempel di pundakku itu  apa, Dek?" Roni bertanya pada Deka sambil memegang pundak kanannya.

"Itu Tuyul yang aku lihat minggu kemarin," kata Deka

"Oh! Tuyul. Pantesan botak!" Sidik berseru bersemangat. Roni melirik Sidik heran. Bukannya tadi dia ketakutan, ya?

"Tuyul minggu kemarin? Kamu memangnya lihat dimana, Dek?"

"Aku enggak mau mengatakannya... Gimana kalau nanti kamu jadi...." Deka menunduk merasa bersalah, takut perkataannya membuat temannya jadi takut.

"Permisi..."

Suara pintu terbuka terdengar. Deka wajahnya mendadak jadi beringas dan berteriak.

"Kamu jangan masuk kesini, Botak! Pergi kau dari sini!"

Suster yang mendengar itu terlonjak kaget. Begitu juga dengan Roni dan Sidik. Suster yang tadi akan masuk kamar jadi mengurungkan niatnya.

"Eh, bukan ke suster, kok. Tadi saya lagi bercanda sama teman-temanku," Rona wajah Deka seketika berubah digantikan dengan senyuman.

"Silahkan aja suster kalau mau masuk."

"Ah, iya. Terima kasih. Ini aku membawa makan siang untukmu. Aku letakkan di meja, ya."

"Ah, iya. Suster terima kasih."

Deka tersenyum ramah. Dan menggaruk-garukan kepalanya yang tidak gatal.

"Maaf kalau tadi saya mengganggu. Saya permisi dulu."

"Iya, enggak apa-apa, kok."

Suster itu sekali lagi tersenyum dan meniggalkan kami bertiga sembari menutup pintu kamar.

"Kamu kenapa, Dek?" tanya Sidik yang dari tadi keheranan.

"Ah, maaf kalian kaget, ya? Aku tadi reflek berteriak. Aku tadi ..."

"Ada apa, Dek? Katakan saja"

"Jangan kaget ya?"

"Iya aku enggak akan kaget," kata Sidik.

"Tadi begitu pintu terbuka, Tuyul itu ngintip kamar kita lagi. Makannya aku berteriak. Tapi tenang saja sekarang dia benar-benar pergi, kok."

Roni dan Sidik seketika saling bertatapan satu sama lain.

***

Malam hari Roni sudah kembali ke kamar kostannya. Hari ini Roni tidak mau memikirkan apa yang tengah terjadi tadi di rumah sakit. Ia akan menyibukkan dirinya dengan belajar materi kuliah untuk besok. Ia duduk bersila mengahadap meja belajar kecil yang bisa di lipat. Roni membuka helai demi helai isi bukunya. Tapi ia melihat sesuatu di bukunya dan merasa terganggu.

"Apa ini? Ngalangin orang lagi baca aja." Roni membuang sehelai rambut yang agak panjang dari bukunya ke samping.

Roni kembali membalikkan halaman selanjutnya. Lagi-lagi rambut. Dua helai rambut menghalangi halaman yang ia baca. Ia membuangnya lagi kesamping. Ia tidak menghiraukan hal itu dan melanjutkan membaca. Halaman selanjutnya, ia terkejut melihat gumpalan rambut lebih banyak dari biasanya. Rambut itu menggulung jika dihitung mungkin ada ratusan helai. Roni jadi panik dan memegang kepalanya. Cepat-cepat ia melihat rambutnya di cermin.

"Apa rambutku rontok parah?"

"Tapi enggak juga, kok."

"Lagian itu buku baru beli mana mungkin sebelumnya sudah ada yang pinjam." Bulu kuduk Roni meremang. Merasa di belakannya ada orang lain yang berdiri. Tapi ia tidak melihat apa-apa di cermin.

Selidik semi selidik Pemandangan yang tidak pernah ia lihat tiba-tiba terlihat di dalam cermin. Perempuan bergaun putih tengah berdiri di belakang kepalanya tertunduk kearah Roni menyebabkan rambutnya yang terurai panjang menutupi wajah Roni di dalam cermin.

Konsentrasi Roni pecah dan akhirnya memutuskan untuk tidur. Ia melihat jam dinding sesaat, yang beberapa menit lagi menunjukkan tengah malam.

Sementara di luar sana Bedu terbangun dan memutuskan pergi keluar menuju kamar mandi yang terletak di luar. Ia ingin buang air kecil. Lagi-lagi ia memandang pintu kusam yang ada di pojok dekat kamar Roni. Ia merasa aneh dengan kejadian kemarin.

"Huu... Huu... Hu... " terdengar suara tangisan perempuan di ujung sana. Desiran angin yang berhembus membuat Bedu bergidik. Ditambah suara koak burung gagak di kejauhan menambah suasana tengah malam itu semakin mencekam. Bedu akhirnya memutuskan untuk kembali ke kamar tidurnya dan mengurungkan niatnya ke kamar mandi.

Bersambung...

26 September 2018
Revisi: 20 Mei 2023

Gimana suka gak sama ceritanya? Kalau suka jangan lupa ya klik ★ dan komennya ya :D..

Karena itu adalah energi untukku... :)

My Kost-an Haunted (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang