'Sudah bukan rahasia umum lagi kalau keluarga Hopkins memiliki dua putri yang sangat bebas. Mereka memiliki jiwa petualang dan dikenal terlalu berani dalam mengekspresikan pendapat mereka.
Walau hal tersebut bisa menjadi pesona, tapi sepertinya mereka belum mampu mengatasi pesona tersebut dengan baik. Terbukti dengan sedikitnya lamaran pernikahan yang ditawarkan pada keluarga aristokrat baru tersebut.
Rupanya kesuksesan Duchess dan Mrs. White dalam mencari suami tak berimbas kepada tingginya minat pria kepada Miss Lilianne. Walaupun kami berharap wanita muda tersebut akan segera menikah, dengan pria yang tepat.'
Viscountess Hopkins selesai membaca surat kabar yang memberitakan soal keluarga mereka dengan penuh amarah. Ia meremas kedua sisi koran tersebut saat menatap putrinya jengkel.
"Kau sudah mendengarnya? Coba lihat apa yang mereka beritakan tentangmu."
Kedua putrinya yang tengah menunggu sarapan menatap ibunya lugu. "Sudah."
"Lalu kau tak melakukan apapun?"
Lily meminum susunya dan mengerutkan dahi saat menyingkirkan gelas tersebut ke pinggir. Pelayan dengan cepat mengambil susu dan mengganti dengan teh. Wanita tersebut menyeruput tehnya dan mengangguk.
"Memangnya apa yang mama ingin ku lakukan?"
"Melakukan sesuatu mungkin. Sesuatu yang baik, yang akan membuatmu di pandang oleh mereka."
"Hmmm ku pikir mereka ingin mengatakan kalau aku terlalu liar."
"Dan kau tidak mencoba untuk setidaknya berubah?" tanya ibunya takjub.
"Kenapa harus?" tanya putrinya balik dengan tak kalah takjub yang membuat ibunya memegang kening.
Seperti biasa, sarapan di keluarga Hopkins selalu terasa ramai. Ada saja masalah yang terjadi dan membuat pagi hari di rumah ini dimulai dengan keluhan.
Viscount yang duduk di kursi kepala memilih diam dan melebarkan surat kabarnya, menolak melihat apa yang terjadi.
Roselyn lebih parah. Wanita itu tak memiliki niat untuk makan, atau bahkan menegak susunya. Dia hanya duduk disana, seperti sedang melakukan absen dan tak melakukan apapun.
Viscountess sedang berusaha, atau lebih tepat memaksa putrinya untuk menjadi wanita anggun yang sempurna. Ia tak bisa menerima kenyataan kalau kedua putrinya terlahir dengan liar.
Dibesarkan di Amerika, Lily dan Rose tumbuh menjadi gadis muda dengan jiwa petualang yang bebas. Bukannya belajar tata krama saat kecil, keduanya sering bermain ketapel, lumpur dan bahkan permainan menjaga benteng.
Hal itu diperkuat dengan ayah yang selalu sibuk di luar dan ibu yang bersosialisasi. Keduanya diasuh oleh nenek mereka yang kelewatan memanjakan kedua cucunya. Apalagi hal tersebut ditunjang oleh paman mereka yang selalu melindungi Lilianne.
Paman Eldrich adalah paman kesayangannya. Selain karna rentang usia mereka yang hanya berjarak tujuh tahun, lelaki itu jugalah yang selalu menerima hukuman tiap kali Lily dan Rose membuat ulah.
Oh Lilianne masih mengingat dengan jelas bagaimana nenek mereka menceritakan soal kelahiran pamannya yang tak direncanakan disaat semua umur saudaranya sudah jauh lebih tua.
Kehamilan tersebut tentu saja hadiah tambahan, apalagi neneknya berusia lima puluh tahun saat itu. Lily sempat mengira kalau paman Eldrich mungkin saja anak haram ayahnya, tapi tidak.
Sayangnya paman Eldrich memutuskan untuk pergi berpetualang setelah kematian neneknya. Lilianne duga itu upayanya untuk menghibur diri, dan sampai saat ini tak ada tanda-tanda lelaki itu berniat pulang atau melanjutkan usaha perkapalan milik keluarga Hopkins.

KAMU SEDANG MEMBACA
A BRIDE FOR EARL
Historical FictionPertemuan pertama mereka tak bisa dianggap baik. Pertemuan kedua mereka juga tak bisa dianggap sopan. Tapi pertemuan ketiga mereka adalah bencana. James Collin, Earl terhormat yang menjadi incaran semua wanita muda. Ia tak pernah kekurangan wanita...