"Kamu tahu? Takdir hidup memang sudah di tentukan oleh Tuhan tapi jalan kehidupan kita sendiri yang memilih," ucap Lingga saat ini dia sedang bersama dengan Arsen di balkon kamar Arsen.
"Aku tidak tahu apa yang kamu alami di masa lalu, yang aku tahu dirimu yang hari itu bertemu dengan ku di hutan. Aku tidak meminta mu untuk menceritakan masa lalu mu, tetapi aku hanya ingin mendengar apa yang kau inginkan?" ujarnya lagi, sedangkan Arsen hanya mendengarkan semua yang Lingga katakan.
"Kamu ingin pulang? Aku akan mengantar mu malam ini juga cukup katakan pada ku di mana ruamh mu? Tidak ada gunanya hidup di rumah yang besar dan mewah jika penghuninya tidak nyaman, untuk apa semua kemewahan itu jika kamu tidak bisa menikmatinya, itu semua tidak ada gunanya" Lingga terus mencoba bicara dengan Arsen dia ingin tahu apa yang anak itu inginkan jika benar anak itu ingin pulang ke rumahnya maka ia akan mengantarkannya.
"Tempat yang nyaman ya? Nanti akan aku katakan pada adan di mana tempat itu, untuk saat ini bolehkah aku tetap di sini?" ucap Arsen menoleh ke arah sampingnya di mana Lingga berdiri.
"Tentu saja kamu boleh tinggal di sini tapi berhenti memanggil ku dengan sebutan anda" jawab Lingga.
"Lalu? Aku harus memanggil apa Om, Anda tidak mau, Abang apa lagi" balas Arsen dirinya masih ingat dengan kejadian di rumah sakit waktu itu Lingga tidak mau di panggil Om tidak mau juga di panggil Abang tapi Lingga tidak mau memberitahu pada dirinya harus memanggilnya apa.
"Benar juga aku belum memikirkannya, panggilan apa yang cocok untuk ku" ucap Lingga dalam hati dirinya tengah berpikir kira-kira panggil apa yang cocok untuk dirinya.
"Ayah, panggil aku dengan sebutan itu" ucap Lingga, menurutnya pangilan itu yang paling cocok untuk dirinya.
"Aku tidak meminta mu untuk menerima ku menjadi Ayah mu, kita kerja sama saja panggil aku dengan sebutan Ayah, dan aku akan menuruti semua keinginan mu" lanjutnya keren tidak mendengar respon dari Arsen dirinya berpikir anak itu tidak menerimanya.
"Baiklah aku setuju mulai sekarang aku akan memanggil Anda dengan sebutan Ayah, kerja sama di terima" ucap Arsen menoleh ke sampingnya tersenyum manis pada Lingga.
"Kamu bukan Aresn benar kan?" tanya Lingga memperhatikan mata Arsen, sorot mata itu sama seperti hari pertama ia bertemu dengan Aresn di hutan waktu malam itu.
"Gane itu nama ku, Ayah benar aku bukan Aresn" jawab Gane memang sejak tadi itu Gane bukan Aresn.
"Kamu bisa mengbil alih tubuhnya dengan mudah?" heran Lingga tadi siang masih Aresn dan malam ini Gane.
"Itu di luar kerja sama kita, aku sudah memangil mu Ayah sekarang giliran diriku yang meminta sesuatu pada Ayah, benar begitu bukan Ayah?" ujar Gane dengan senyuman tipis otak kecilnya sudah merencanakan banyak hal-hal menyenangkan dirinya ingin menikmati kebebasan tanpa adanya si Bagas sialan itu.
"Kamu menginginkan apa?" tanya Lingga tidak perduli mau Gane atau Arsen bagi dirinya sama saja toh mereka berdua tinggal di dalam tubuh yang sama.
Yang terpenting sekarang anak itu sudah mau memangilnya Ayah itu artinya dirinya akan segera mendapatkan kunci ruang bawah tanah tempat menyimpan koleksi berharganya kuncinya ada bersama dengan Papa-nya untuk mendapatkan kunci itu kembali dirinya harus membuktikan jika dirinya bisa menjadi orang tua yang baik untuk Arsen.
"Pistol yang waktu itu aku menginginkan itu dan juga pelurunya" jawab Gane dengan semangat dirinya tidak sabar untuk mencobanya.
"Tidak, benda itu tidak boleh di gunakan untuk anak di bawah umur" tolak Lingga yang ada koleksinya hancur di tangan Papa-nya jika menuruti permintaan anak itu.
"Kerja sama di batalkan" kesal Gane lalu masuk ke dalam kamar mengunci pintu balkon sedangkan Lingga masih ada di balkon.
"Gane bukain pintunya" teriak Lingga dari luar sambil menggedor-gedor pintu balok.
BRAK
Pintu kamar Arsen di buka oleh Banu dengan kasar "di mana Ayah mu?" tanya Banu.
"Di sana" jawab Gane menujuk pintu balkon, Banu segera membuka pintu balkon kamar Arsen.
"Ikut dengan ku, ada yang ingin ku bicarakan ini soal anak mu" ucap Banu segera pergi dari kamar Aresn.
"Tidur ini sudah malam Ayah ada urusan sebentar" ucap Lingga mengusap kepala Gane lalu segera menyusul Banu keluar.
"Tempat paling nyaman, lo punya kan Ar? sekarang lo punya orang yang akan nganterin lo ke sana kapan saja lo mau" gumam Gane setelah Lingga pergi dari kamarnya.
"Katakan?" titah Lingga saat ini mereka berada di ruang kerja Lingga.
Banu mulai menceritakan semuanya tentang Bagas dan juga kematian Arsen yang di palsukan oleh Ayah kandungnya sendiri.
.
.
.
.
."Abang," pangil Adi lalu menghampiri Arya yang sedang duduk di kafe bersama Vano temannya.
"Abang aku boleh duduk sini gak?" tanyanya menujuk kursi kosong di sebelah Arya.
"Tidak" jawab singkat Arya.
"Ekhem, kursi itu udah ada yang nempatin orangnya lagi ke kamar mandi" jelas Vano merasa tak enak hati dengan Adi.
"Ya sudah aku duduk di sana aja" ucap Adi lalu berjalan ke meja sebelah mereka.
"Ayo pulang" ajak Arya berdiri dari duduknya.
"Kita kan baru sampai? Kopinya aja belum di anterin" jawab Vano memang mereka baru saja pesan kopi bahkan orang yang mau bertemu dengan mereka saja belum sampai dan sekarang Arya ngajak pulang yang benar aja.
"Gue duluan" pungkas Arya lau pergi dari kafe itu, meninggalkan Vano sendiri.
"woi!! Lo ada masalah sama dia?" tanya Vano pada Adi karena temannya itu tidak menceritakan apa pun pada dirinya.
"Gak ada Bang" jawab Adi dirinya merasa tak pernah memiliki masalah dengan Arya selama ini.
"Tapi dia langsung pergi pas lo datang?" tanya Vano lagi kali ini dia duduk di depan Adi.
"Aku juga gak tau Bang kenapa Bang Arya begitu" balas Adi dengan wajah polosnya.
"Mungkin dia masih sedih dengan kepergian adiknya, dia sayang banget sama adeknya makanya belum bisa ikhlas" ucap Vano waktu itu saat adiknya Arya meninggal dirinya sedang berada di luar negeri bersam keluarganya Vano hanya mengucapkan belasungkawa melalui pesan singkat pada Arya.
"Mungkin" ucap Adi dengan tangan mengepal erat "Anak itu sudah mati masih saja bawa sial" kesalnya dalam hati.
.
.
.
."Aku rasa kita tidak perlu melakukan apapun untuk saat ini" ucap Banu setelah selesai menceritakan semuanya yang ia ketahui dari bawahnya tentang Arsen.
"Maksud mu?" tanya Lingga
"Ada yang sedang menyelidiki hal ini juga kita lihat saja sampai di mana orang itu menyelidikinya, berhasil atau tidak" jelas Banu karena mendapat informasi ada orang lain yang ikut menyelidiki hal ini.
"Apa orang itu ada hubungannya dengan Aresn?"
"Ada dia suami Ibu kandung Arsen lebih tepatnya Ayah tirinya, menurut ku dia hanya orang bodoh karena membiarkan Arsen pergi dengan Ayah kandungnya sedangkan dia sudah mulai menyelidiki tentang Ayah kandungnya" ucap Banu tak habis pikir dengan pemikiran Ayah tiri Arsen.
"Kamu fokus saja dengan anak mu kesehatan lebih penting, aku akan memastikan mereka tidak akan menemukan Arsen di sini" lanjutnya.
"Kamu benar kesehatan anak ku lebih penting, tapi memberikan pelajaran kepada mereka juga penting" balas Lingga dirinya berjanji akan memberikan pelajaran setimpal pada mereka terutama Ayah kandungnya.
"Oh aku lupa, Bara meminta mu besok datang ke rumah sakit bersama Arsen" ucap Banu baru saja ingat pesan temannya sebelum dirinya datang ke rumah Lingga.
"Besok aku harus membujuknya, semoga Ibu ku bisa membantu bukanya menambah keributan" gumam Lingga dirinya harus memikirkan bagaimana caranya agar Arsen mau pergi ke rumah sakit besok.
"Itu urusan mu, kamu kan Ayah-nya sekarang jadi selamat menikmati menjadi orang tua" ucap Banu tersenyum mengejek sahabatnya tadi saja sudah di kunci di balkon kamarnya besok apa lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSEN GANENDRA
Teen FictionArya Giandra dan Arsen Ganendra dua saudara kembar yang terpisah karena perceraian kedua orang tuanya. Arya ikut dengan sang ibu memiliki nasib beruntung, hidup berlimpah kasih sayang dari ayah tirinya dan juga saudara tirinya dari segi materi tentu...