03

298 40 34
                                    

Sampai di rumah sakit, langkah Vior mendadak berhenti di tikungan saat bertemu dengan dua suster sembari mendorong brankar pasien yang akan di pindahkan.

"Suster bawa pasien ke kamar mayat!"

"Baik dok."

Perasaan Vior sudah mulai tidak enak saat melewati ruang operasi, brankar kosong itu di bawa masuk ke dalam sana oleh suster. Karna ada rasa penasaran Vior mengintip, Vior tampak terkejut saat melihat seseorang yang ia kenal

2 jam yang lalu Aiden memberi tahu lewat Whatsapp bahwa dirinya sedang menemani Ainun di ruang rawat inap. Namun, kenapa lelaki itu justru berada di dalam sana?

Tak lama pintu terbuka dan menampilkan dokter dan dua suster yang tengah mendorong brankar di mana di atasnya terdapat tubuh seseorang yang sudah di tutupi kain putih.

"Anda siapa nya pasien, ya?" Tanya sang dokter menyadari pergerakan Vior sejak tadi.

"Oh, saya sahabat nya dok." Vior menjawab dengan gamblang walaupun sebenarnya ia tidak tahu pasien itu sahabatnya atau bukan.

"Maaf, kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi yang maha kuasa sudah berkata lain. Tapi kami mohon maaf yang sebesar-besar nya, pasien bernama Ainun telah menghembuskan nafas terakhirnya." Jelas sang dokter turut prihatin.

Deg

Bagai di tembak benda yang sangat tajam di hatinya. Hancur sudah harapan Vior, gadis itu terduduk di lantai tak bisa lagi menopang tubuh nya yang lemas. Tatapan nya kosong namun air mata terus di biarkan mengalir.

Ainun, sabahat dan harapan satu satunya telah pergih jauh meninggalkan Vior sendiri di dunia yang kejam ini. Tidak ada penyemangat hidup tidak ada lagi teman bersandar semua nya telah pergih. Lantas, kenapa tuhan membiarkan Ainun pergih? kenapa gak dirinya saja yang pergih, rasanya ia sudah tak kuat menahan pedih di hatinya, masalah yang di hadapi nya tidak pernah selesai.

Apa tuhan benar-benar ada? Kenapa ia merasa tidak pernah di adili, kesalahan apa yang Vior buat di masa lalu? Gadis itu terus bertanya-tanya di pikiran nya.

Hati nya hancur, bagai di tusuk-tusuk oleh pisau beracun. Bahkan rasa sakit yang Raga beri sudah tidak ada apa apa nya jika di bandingkan dengan rasa sakit ini. Terus siapa orang yang akan menjadi tempat bersandar selanjut nya? Sekarang Vior merasakan benar-benar sendiri sekarang.

"Gua tau lo kuat Vior, kita ikhlasin bareng-bareng yuk." Ujar Aiden memeluk tubuh Vior.

Vior membalas pelukan Aiden, ia menatap wajah lelaki itu sedih "Tapi Ainun pergih ninggalin kita den, hiks."

"Iya gua tau, lebih baik kita mendoakan dia biar tenang di sana. Nanti dia marah kalo lihat kita sedih begini."

Vior menyadari kebongan pada lelaki itu, sejak tadi Aiden menahan tangis nya. Vior tahu lelaki itu lebih merasakan sakit luar biasa dari pada dirinya, kehilangan gadis yang sudah resmi menjadi tunangan nya seminggu yang lalu itu sungguh menyesakkan.

"Kita lewati Fase ini bareng-bareng. Ada gua vi, lo nggak sendiri." Anggap saja itu hanya kata-kata penenang untuk Vior.

"Ainun hiks.."

"Disini kita sama-sama kehilangan, Vi." Ujar Aiden tangan satunya bergerak mengusap punggung Vior.

Vior hanya diam saja, bahkan rasa sakit luka yang Raga beri di tubuh nya seakan menghilang, dirinya sangat terpukul. Bagi Vior ainun sudah menjadi sahabat dan saudara kandung nya sendiri.

Selesai mengantar ke rumah terakhir sang sahabat. Vior memutuskan untuk pulang, hari ini ia membolos sekola ingin memintan izin kepada guru pun gadis itu tidak sempat karna saking sibuknya mengurus pemakaman Ainun. Sudah tak terhitung berapa banyak air mata yang ia keluarkan hari ini, mata nya yang membengkak membuat nya kesulitan untuk melihat jalanan.

ANTARIKSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang