Hiraeth (8) : Pertengkaran

6 0 0
                                    

Ian melepaskan pelukan mama avi, dan menatap kia, "kau tahu? Dia adalah ibuku! Dan siapa kau sampai membentak ibu ku!?" tanya kia dengan suara dingin.

"kia!" tegur sang papah

"kenapa?, lihat tuh anak yang kalian manjakan sekarang membentak ibuku!, punya hak apa kamu ha!?" bentak kia membuat ian terkejut. "kau tahu?, hidupmu hanya menyusahkan semua orang!" ketus kia, ia yang mendengar itu menundukkan kepalanya yang dimana ia sedang menutupi air matanya yang menetes.

Kia yang melihat itu pun tersenyum kecut, karena melihat ian menangis sedikit membuat dadanya sesak, "kia cukup! Jaga batasan mu!" sentak papah bagas

"ya aku harus selalu jaga batasan!, dan kenapa kalian gak nyuruh anak kalian yang lain buat jaga batasan!?" tanya kia dengan menyindir diva dan ara, diva dan ara yang mendengarnya pun menundukkan kepalanya.

"kau tahu! Persyaratan itu akan berlaku! Aku sudah mengabulkan yang kalian inginkan, lantas kenapa kalian sulit sekali mengabulkan apa yang ku minta!?, lihat! Yang menjadi syarat disini sudah hangus!. Anak itu mengetahuinnya! Hanya karena kalian berdua! " marah kia pada diva dan ara.

"kak kia mamanya ian hiks... " panggil ian dengan suara lirih. "gue bukan emak lo anjing!" umpatnya

"kia!!"

"iya bener!, dia anak mama dan papah bukan anak gue!." marah kia, "lo kenapa mesti tahu ha?, cukup dari rahim gue aja! Jangan jadi anak gue!. Lo itu lebih rendah dari sampah!" ucapan kia membuat papah bagas yang marah, papah bagas pun menghampiri kia dan setelah sampai didepan kia...

PLAK

Wajah kia tertoleh kesamping, kia terkekeh ini kedua kalinya ia mendapatkan tamparan dari sang papah, tangan kia terulur untuk menyeka darah yang keluar akibat bibirnya yang sobek.

"mas!" tegur mamag avi.

Papah bagas terdiam, lagi lagi ia merutuki kebodohanya, "ma-maafin papah kia." mohon papah bagas

"lihat kan lo!? Papah gue nampar gue lagi hanya karena sampah menjijikan kayak lo!" ucap kia dan langsung menaiki tangga menuju kamarnya. "hiks..." tangis ian.

"kenapa papah mukul kak kia hiks... Jangan dipukul kak kianya, pasti sakit!" marah ian, "lihat kan, bibil kak kia beldalah kalena papah!, ian malah sama papah" ucap ian dan ia langsung menaiki tangga melewati papah bagas begitu saja. "mas!" marah mama avi.

"maaf, kedua kalinya tangannya melukai putriku" lirihnya membuat mama avi menghembuskan nafas kasar. "mama mau samperin ian, kalian minta maaf sama kia! Kalian tahukan kalian mengacaukan semuanya! Terutama kamu mas!" marah mama avi dan mulai menaiki anak tangga meninggalkan mereka bertiga yang merutuki kesalahannya.

Tok tok tok...

Suara ketokkan pintu membuat kia melirik pintunya sekilas tanpa niatan membukanya, "kak kia, hiks... Ian minta maaf. Ian janji gak akan manggil kakak mama lagi" tangis ian yang ternyata yang tadi mengetok pintu.

"mending lo pergi aja!" teriak kia.

"kak ian minta bukain, setelah ian ngomong sesuatu ian akan pelgi dari kamal kak kia. Boleh ya?"

Ceklek

Pintu terbuka, menampilkan mata ian yang memerah karena menangis, "masuk dan tetap berdiri. Jangan nyentuh barang gue!" peringat kia dan ian mengangguk.

Ian masuk kedalam ke kamar kia, ia sedikit takjub dengan desain kamar kia. Memang ian tak pernah mengetahuin isi kamar kia karena kamar kia selalu dikunci saat ia bekerja dan ia hanya bisa melihat pintu kamar kia yang selalu tertutup rapat.

Kia duduk di tepi ranjang, memalingkan wajahnya ke arah jendela agar tak melihat ian yang berdiri didepannya berjarak satu meter.

"kak, ian minta maaf. Maafin ian ya?, kalena ian papah sampai nampal kak kia" tangis ian,

"hm, udah kan?" tanya kia, "ian mau ngomong, kak kia gak suka ian hidup ya?, kak kia gak suka ian karena ian anaknya kak kia?."

"apasih ngaco lo kalau ngomong!" decaknya tak suka, namun hatinya begitu sakit mendengar pertanyaan yang terlontar dari bibir ian.

"kalau memang kak kia gak suka ian hidup, kak kia boleh kok sakitin ian. Jangan hati ian kakak, hati ian sakit" lirih ian dan ia kembali menangis mengeluarkan isakkan kecil dari bibirnya. "hiks... Ian bakalan jauhin kakak kok, ian janji." lanjutnya.

"stop!"

"ian minta maaf, sehalusnya ian gak hidup. Ian hidup cuma nyusahin orang, sehalusnya ian gak usah hidup. Ian gak suka lihat kakak kayak gini, ian sedih lihat kakak nangis apalagi sampai ditampal papah. Ian minta maaf kak" tangisnya.

"stop gue bilang anjing!"

"kia!!" teriak mama avi diambang pintu, "bisa gak kamu gak bersikap kasar sama ian!?, ian darah daging kamu kalau kamu lupa!" ketus mama avi dan menghampiri ian lalu memeluknya namun pelukkannya tak dibalas oleh ian yang masih setia mengeluarkan isakkan kecil.

"mama kira tiga tahun bisa buat kamu berpikir dewasa, kamu mau diperlakuin mama sama kayak kamu meperlakukan ian!?. Ingat kia!, kamu itu sudah dewasa dan ian itu masih bocah umur tiga tahun. Lihat dia! Dia tiga tahun ini bisa dewasa, dia minta maaf atas kesalahan yang dia gak perbuat!"

"sekali kali lakuin tugas mu sebagai seorang ibu!" tegas mama avi.

"aku udah ngelakuin itu, aku udah kerja buat bayar kebutuhannya-"

"itu gak cukup kia!" sentak mama avi, "bukan itu yang seorang anak inginkan!, ian dia cuma pengen kasih sayang kamu. Ian selalu aja ngerasa kamu itu benci dia!"

"emang aku benci dia-"

"kenapa kamu jadi Seperti ini sih nak?" lirih mama avi, "kamu bukan kia yang mama kenal, kia yang mama kenal gak egois dan bukan orang emosional. Kamu harus sadar kia, gak selamanya kamu bisa egois seperti ini!"

"disini bukan cuma kamu doang yang tersakiti, kami juga terutama ian. Ian disini yang tersakiti, apalagi ibunya alasan dia kayak gini. Kamu mau apa lagi kia?, gak ada masyrakat yang mengolok olok kamu!, gak ada yang menodai harga diri mama dan papah!. Ini kecelakaan bukan kesengajaan!, kalau kamu pikir kamu lah yang merupakan orang yang paling tersakiti maka mama bilang itu adalah salah!"

"kasih sedikit aja kasih sayang buat ian, lupain masalalu!. Jangan sia siain yang ada kia, kamu punya kesempatan dan gunakan kesempatan itu dengan baik!" ucap mama avi, ia langsung menggendong tubuh ian dan pergi meninggakkannya namun sebelum itu ia mengatakan sesuatu yang menyakitkan, "terima dia, atau dia mama bawa pergi dari kamu selamanya!" desisnya.

Kia diam, diam dengan air mata yang terus terusan meluruh, hatinya begitu sakit namun egonya begitu tinggi. "apa yang harus gue lakuin?" lirihnya

Hiraeth (On-Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang