Jam kerja Kia telah usai, Ia kini sedang diperjalanan menuju rumahnya. namun sebelum pulang ia menyempatkan diri untuk datang kerumah sakit.
masuk keruangan kesehatan mental dan bertemu dengan seorang dokter bername tag dessya
"selamat datang lagi Kia" ucap sang dokter yang begitu semangat, ralat untuk menyemangati Kia.
Kia tersenyum tipis dan duduk di kursi yang berhadapan dengan dokter namun tersekat oleh meja. "apa ada perkembangan?"
Kia menggeleng lemah setelah itu menundukkan kepala. "bole cerita?" tanya dokter Dessya dengan nada lembutnya.
"aku gabisa nahan emosi aku, bahkan buat anak itu sakit sama perkataan aku..." lirih Kia.
dokter dessya menghela nafas pelan, Ia sudah menganggap Kia sebagai putrinya. Kia mengingatkan ia dengan Putrinya yang telah meninggal, putrinya yang punya gangguan kejiwaan dan tiada karena bunuh diri.
"Kia?, lihat mata ibu"
Kia mengangkat kepalanya menatap, Dokter daessya yang sudah menampilkan senyum manisnya. "anak itu siapa?"
Kia menggelang, matanya memerah. ia tidak bisa mengatakan lebih, jujur ini sakit sekali. "Ian itu siapa kia?"
"hiks"
isakkan terdengar, kian lama suara tangis mulai kencang. "sakit bu"
"iya dimana sakitnya?"
"ini sakit, ingat anak itu sama aja ngingat perlakuan bapa biologis nya yang udah tega perkosa aku" tangis Kia menunjuk dadanya yang terasa sesak.
"Yang salah pria itu kia, dengarin ibu ya? anak kamu, anak yang kamu lahirkan itu sama sekali tidak bersalah atas semua ini."
"semua yang kamu alami bukan lah kesalahan yang harus Ian tanggung, Kia tau jelas siapa yang salah disini kan?"
"Kia engga salah bu" ucap Kia dengab kepala yang terus menggeleng.
Dokter daessya berdiri merengkuh tubuh ramping Kia. "kamu memang ga salah disini, bahkan saat ini ibu akui kamu hebat Kia."
"mereka nyalahin Kia ibu "
"sudah, jangan dengarkan apa yang mereka katakan kia" Ucap Dokter Daessya sambil menghapus air mata yang menetes di pipi kia. "Kia harus janji sama diri kia"
"hiks janji a-apa?"
"Kia harus mencintai diri kia, kia harus memulai semua dari awal. yang kamu punya setelah keluarga kamu itu Ian. dia putra kamu, sayangi dia. Dia anak laki laki hebat yang bisa menerima kamu walaupun kamu suka bersikap kasar ke dia"
"perbaiki atau suatu saat kamu menyesal kia. perbaiki selagi masih ada waktu, dan jangan menyesal jika kamu terlambat menyadarinya "
Kia terdiam mencerna semuanya. Ia tidak mau terlambat, namun mendekati Ian membuat hatinya sakit. hancur sudah ia rasakan terus menerus.
di cap hina, wanita murahan, ibu jahat, gadis masa depan suram, penghancur nama baik orang tua, dan sebagainya. namun dibalik itu, ada keluarganya yang membantu untuk berdiri kokoh.
"kia mau memperbaiki hubungan kia dengan ian?" tanya dokter membuat kia terdiam.
••
"Argh kenapa motornya mogok si" decak Kia sembari menendang kecil motornya. Ia pun beranjak untuk mendorong motor, untung saja bengkel tak terlalu jauh dari tempatnya berada.
"Pak, ini motornya mati tiba tiba."
"udah mba periksa bensin nya? barangkali bensinnya abis"
Kia mendengus, "yakali saya bawa motor yang bensinnya abis pak. ini mogok kayaknya pak, coba bapak periksa"
"oke oke neng"
Kia duduk disana, memperhatikan montir yang sedang memperbaiki motornya. "neng ini mah olinya habis, harus diisi. terus mesinnya agak rusak neng"
"terus gimana pak?"
"paling engga kalau malem jadi pagi mba"
"duh" Kia menepuk jidatnya.
"engga bisa sekarang pak?"
"engga bisa mba, stok oli juga habis. ini nanti sore aja saya mau beli"
"huft"
"yaudah besok saya ambil motornya pak"
Dan disini lah Kia berada, ia ingin memesan ojol, namun ia susah mendapatkan nya. jaraknya lumayan cukup jauh, terlebih lagi hari sudah mulai gelap padahal masih jam 16.00, petir pun sesekali terdengar .
"Kia lo harus cepet cepet pulang, kalau engga lo bisa basah kuyup" gumamnya.
ia berjalan, sembari memainkan ponselnya.
kenapa ia tak menelpon keluarganya?, sebab ia tidak ingin meminta bantuan keluarnya terlebih sang ayah.
Setelah menunggu lama ojol pun ia dapatkan, dan saat dijalan hujan mulai mengguyur jalanan. "mba, maaf saya gabawa jas hujan double. saya pikir engga hujan hari ini"
"ha? oh-iya pak, engga apa apa. bapa pake aja" jawab Kia yang tak terlalu mendengar dengan jelas akibat suara hujan yang begitu kencang.
"maaf ya mba"
"gue ramal gue sakit besok. aish kia kia, lemah!"
25 menit berlalu, dan 25 menit juga Kia hujan hujanan.
Kia memasuki rumahnya dengan basah kuyup, mengetok pintu berkali kali. namun ia menunggu lama sampai akhirnya pintu terbuka.
"Loh Kia?" Kaget Mami Avi. "kok hujan hujanan? terus mana motornya?"
Kia mendengus, hei diluar ini cuacanya begitu dingin apalagi bajunya yang basah kuyup. apakah tidak bisa nanti saja bertanya nya?
"Mogok" Jawaban singkat dari Kia, ia pun menyelonong masuk. Ia terhenti, menatap seluruh anggota keluarganya yang menatapnya. "Kia hujan hujanan?" tanya papah bagas.
Kia memutarkan bola matanya malas, Ia pun langsung menaiki anak tangga tanpa menjawab pertanyaan sang papah.
"Kak Kia masih marah ya?" Cicit Ara
mereka mengembuskan nafas kasar, mereka merindukan Kia yang lama. Sedangkan Ian hanya menunduk, ia sedih. Ia merasa semuanya seperti ini karena dirinya.
Jam Makan Malam telah tiba, namun sudah sepuluh menit Ia menunggu Kia, kia tak turun turun. "Pangggil Anaknya ma" suruh Papah Bagas, mama avi menganggukkan kepala.
setelah sampai di depan kamar Kia, Mama Avi mengetok pintu berkali-kali namun tak ada jawaban. "Kia? ini mama"
"makan malem dulu yuk?, Kia pasti belum makan kan?"
"Kia?, Kia denger mama kan?"
Lagi lagi tak ada jawaban. mama Avi memegang knop pintu dan ternyata tak dikunci. setelah itu ia membuka pintu itu, dan betapa terkejutnya ia melihat Kia yang dengan selimutan dengan tubuh pucatnya. "Astagfirullah, Kia kenapa nak?" tanya mama Avi panik.
"enghs" Kia meringis, ia memegang kepalanya yang berdenyut. "pusing" Ucapnya dengan suara serak. "kia disini, mama ambil makan sama obat"
"hm" jawab Kia
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth (On-Going)
AcakTentang Kiana mayaza putri. gadis yang berubah karena sebuah tragedi yang sangat ia benci.