Prolog

287 30 12
                                    

Semesta alampun mengijinkan kita bersama. Mematahkan semua keyakinan manusia tentang bulan dan matahari yang tak mungkin bisa bersama. Walau kebersamaan inipun hanya sekejab mata. Seperti sebuah keajaiban indah bernama Gerhana Matahari.

.

.

.

.

.

Itu terjadi begitu saja. Ia tidak ingat kapan tepatnya semua ini dimulai. Ia tak ingat kapan perasaan itu mulai tumbuh. Tapi ia tak akan pernah lupa saat pertama kali melihat sosok rapuh itu. Dari balik jendela di bawah rintik-rintik hujan sore itu.

Sudah menjadi kebiasaannya untuk duduk di café ini, setelah kunjungan rutinnya ke Planetarium Herley, Planetarium yang membuatnya jatuh cinta saat ikut Olimpiade Sains beberapa waktu yang lalu. Dan ia mengakui, saat itu irisnya hanya tak sengaja menemukan sosok yang berjalan dengan tatapan kosong bersama seorang wanita yang menggandengnya.

Pemuda itu.

Dan ia makin tak mengerti kenapa ia sama sekali tak bisa mengalihkan pandangannya dari sorot yang begitu redup tanpa ada kehidupan di dalamnya itu. Seperti kutub magnet yang berlawanan, yang menariknya untuk membongkar apa yang sudah membuat permata hitam menakjubkan itu kehilangan cahayanya. Tapi tak ada yang ia bisa lakukan. Karena memang ia tahu tak mungkin ada yang bisa ia lakukan. Ia hanya diam dan menatap bagaimana punggung itu menjauhinya. Menghilang masuk dalam sebuah mobil yang akhirnya membawa sang pemuda pergi dari radius pandangan matanya.

Namun, itu kembali terjadi di kunjungan berikutnya. Ia bertanya-tanya bagaimana bisa mereka selalu bertemu di saat yang sama, ditempat yang sama, dan di situasi yang hampir sama? Apa ini takdir? Atau hanya kebetulan semata?

Dan akhirnya ia mengetahui jawabannya saat ia tak sengaja berpapasan dengan pemuda itu lagi. Bertemu saat ia keluar dari pelataran sebuah gedung di samping gedung Planetarium bersama wanita yang sama yang menemaninya beberapa waktu yang lalu. Gadis itu menelan ludahnya susah payah. Seakan ikut merasakan kesedihan yang menjadi alasan onyx indah itu tak pernah bercahaya.

Tempat rehabilitasi pengguna narkoba.

Ia tak tahu kenapa ia harus merasakan perasaan ini. Ia seharusnya tak peduli. Seharusnya ia menghindar. Mereka tak saling kenal bukan? Dan lagi, melihat bagaimana penampilan pemuda dengan tubuh kurus, pucat dan kantung hitam dibawah matanya membuatnya dapat menyimpulkan bahwa pemuda itu adalah pengguna narkoba.

Seharusnya ia menghindar bukan?

Namun yang ia rasakan adalah sebaliknya. Perasaan sesak yang ia tak tahu apa namanya. Perasaan yang ingin memeluk dan menghibur. Perasaan yang ingin ikut menanggung penderitaannya.

Dan kini ia menyadarinya.

Ia menyukainya.

Seorang Haruno Sakura menyukai seorang pemuda yang bahkan tidak ia kenal sama sekali.

.

.

.

.

.

.

.

.

Pertama kali mengetahui nama gadis itu adalah saat ia menatap sebuah spanduk yang terpajang di depan gedung planetarium, di sebelah pusat rehabilitasi tempatnya di rawat. Gadis home schooling yang turut ambil bagian dalam National Science Olimpiade, bersama sekitar dua puluh wajah peserta dari sekolah formal Jepang terpampang jelas dalam spanduk itu.

Awalnya ia tak begitu peduli dengan gadis dalam poster tersebut. Tak peduli bagaimana satu sekolahannyapun mulai membicarakan nama gadis yang menjadi-jadi satu-satunya siswa home schooling yang dengan ajaibnya bisa menembus final ajang bergengsi itu.

Solar Eclipse SasuSaku versionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang