Sakura menatap paket teleskop di tangan Sasuke. Sudah berjalan beberapa minggu setelah pertemuan mereka di planetarium waktu itu. Walau mereka sering bertemu lagi setelahnya di tempat yang sama dan menghabiskan waktu bersama, Sakura tahu itu waktu yang seumur jagung bagi mereka untuk dapat dikatakan sebagai teman akrab. Karena itulah ia tak percaya pemuda itu akan memberinya sesuatu yang bahkan ia tak yakin mampu membelinya.Schmidt-Cassegrain 300 mm Dobsonian.
Demi Tuhan, itu teleskop yang sangat mahal. Bahkan Sakura yakin jika uang jajannya setahun, tak akan cukup untuk membeli teleskop itu. Dan pemuda di hadapannya ini dengan mudahnya memberikannya barang mahal itu?
"Sasuke, ini untuk siapa?"
Sasuke mendengus.
"Hn, untukmu."
Sakura tertawa kemudian mengibas-ngibaskan tangannya.
"Kau pasti bercanda, Sasuke. Ini sangat mahal kau tahu? Aku tak bisa menerimanya."
Lagi-lagi Sasuke mendengus sebelum menarik tangan Sakura untuk menerimanya. Mengabaikan protes dari mulut Sang Gadis.
"Tapi –"
"Ayah yang membelikannya. Kau tak perlu khawatir. Ini untuk mengganti teleskop yang pecah saat kau menolongku waktu itu."
Ada nada sedih saat ia mengucapkan kalimat itu, dan Sakura menyadarinya. Karena itu ia tak membantah Sang Pemuda.
"Bukumu sudah kukembalikan. Hanya teleskopmu yang belum mampu kuganti. Aku berjanji pada ayah akan belajar dan bekerja keras agar kelak aku bisa mengganti harga teleskop itu."
Sakura tersenyum tulus mendengarnya. Hatinya menghangat mendengar bagaimana pemuda di hadapannya ini berniat berubah untuk dapat membelikannya sebuah teleskop. Karenanya ia tak ingin menyakiti hati Sang Pemuda dengan menolak pemberiannya. Ia memutuskan untuk menerimanya. Menganggapnya sebagai pemicu motivasi Sasuke untuk terus berjuang.
"Baiklah. Terima kasih, Sasuke."
Sasuke tersenyum tipis. Sangat bahagia Sakura mau menerima hadiahnya.
"Pakailah untuk penelitianmu. Aku dengar tiga bulan lagi akan ada gerhana matahari."
Sakura membelalakan matanya.
"Benarkah?!" serunya kaget. Membuat Sasuke mendengus di sebelahnya. Mengenal Sakura beberapa minggu membuatnya paham dengan betapa berisiknya gadis itu. Hilang sudah sikap pemalunya kalau sudah dekat dengannya.
"Hn, kau tak tahu?"
Mendadak raut Sakura berubah sendu.
"Sasori-nii tidak mengijinkanku memakai barang elektronik. Aku tak tahu ada berita seperti itu."
Sasuke menatap dalam gadis yang menunduk di hadapannya itu. Berpikir betapa kolotnya kakak Sakura. Tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi. Sakura menyembunyikan segalanya. Ia tak pernah menceritakan masalah penyakitnya pada Sasuke. Kalau pemuda itu tahu, mungkin ia bisa mengerti kenapa Sasori bisa menjadi seperti itu. Bagaimana sinyal elektronik bisa memicu kankernya menjadi lebih ganas.
"Tidak apa."
Sakura kembali mendongak ke arah pemilik mata onyx yang kini tengah tersenyum menatapnya itu.
"Besok malam aku akan mengajakmu ke suatu tempat."
Tangan kekarnya bergerak pelan menepuk kepala Sakura lembut.
"Kau bisa menjadikannya tempat mengamati gerhana matahari kalau kau mau?"
Sakura menatapnya ragu. Apa Sasori akan mengijinkannya. Sesaat sebelum senyumnya kembali tersemat di wajahnya diiringi dengan anggukan yang sangat antusias. Untuk sekali ini saja. Untuk sekali ini saja ia membantah Sasori. Untuk sekali ini saja ia tak akan peduli jika Sasori tak mengijinkannya. Ia hanya ingin menikmati hidupnya. Hanya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Solar Eclipse SasuSaku version
FanfictionSemesta alampun mengijinkan kita bersama. Mematahkan semua keyakinan manusia tentang bulan dan matahari yang tak mungkin bisa bersama. Walau kebersamaan inipun hanya sekejab mata. Seperti sebuah keajaiban indah bernama Gerhana Matahari