𝕶𝖆𝖑𝖊𝖓𝖉𝖊𝖗 𝕬𝖓𝖙𝖆𝖗𝖎𝖐𝖘𝖆²

703 139 41
                                    

"Itu Bumi. Buku kuno mengatakan bahwa Bumi adalah bintang biru" ucap Mikhail.

Mereka bertujuh kini berdiri di depan jendela pesawat. Memandang sebuah planet gelap yang hampir seluruhnya berwarna hitam.

"Aku penasaran, bagaimana indah nya bumi ratusan tahun yang lalu" ujar Arthur.

Tidak ada yang menyahut karena semua nya juga merasakan hal yang sama.

"Persiapkan pendaratan" titah Eugine.

"Baik Yang Mulia" balas Jeremian.

Pesawat penjelajah ruang angkasa yang megah itu mendarat di Bumi, api pendaratannya membumi hanguskan dataran sekitar yang memang sudah hancur.

"Pasang perlengkapan kalian, udara di Bumi sudah tidak bersahabat lagi dengan kita" ucap Mikhail.

Karena tingginya paparan radiasi dan cemaran gas alam. Oksigen sangat tipis di Bumi, walaupun mereka sudah menjadi manusia revolusioner, tetapi tetap saja udara di Bumi kini bagaikan racun.

"Kau diam disini, jangan ikut menjelajah. Hanya enam alat bantu yang kami bawa" jelas Hugo pada Bumi.

Sedangkan Bumi hanya diam, memandang pintu pesawat yang terbuka dan membiarkan para anak muda itu keluar menapaki daratan.

Semua orang mulai menjauh dari pesawat, langkah membawa mereka jelajahi Bumi.

Bumi turun, menginjakkan kaki nya pada Bumi. Tanpa sadar air mata kerinduan dan penyesalan mengalir dari dua bola matanya yang indah.

"𝑴𝒂𝒂𝒇, 𝒃𝒖𝒕𝒖𝒉 𝒘𝒂𝒌𝒕𝒖 𝒍𝒂𝒎𝒂 𝒃𝒂𝒈𝒊𝒌𝒖 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒑𝒖𝒍𝒂𝒏𝒈"

Bumi yang dulu di hiasi pepohohan hijau nan rindang dengan pelukan sinar mentari yang hangat juga kicauan burung-burung bernyanyi, kini tidak berjejak sedikitpun. Yang tersisa hanya dinginnya cuaca, bau yang menyengat dan alam yang menghitam.

Menelusuri semua pepohonan yang mati, air mata nya tak jua kunjung berhenti.

𖣐𖣐𖣐

"Kita sudah sampai di pusat kota"

"Kau yakin tuan Mikhail?" tanya Jeremian.

"Tentu saja, lihat lah intensitas reruntuhan disini. Lebih banyak dari tempat yang kita lewati tadi" jelas Mikhail sembari melihat peta kuno yang dia bawa.

"Arthur, coba kau jelajahi bebatuan itu" titah Eugine.

"Baik Yang Mulia"

Arthur bergegas mencari bebatuan yang sekiranya tidak terkontaminasi lendir dan racun Bumi. Menggali sebentar, ia mendapatkan satu potongan untuk di genggam.

"Ini memang pusat kota, batu ini dulunya adalah bangunan besar. Aku melihat orang-orang berdatangan dan mereka berlutut dihadapan patung"

"Ah, itu pasti Kuil Dewata!" seru Mikhail.

"Apa itu Kuil Dewata?" tanya Hugo.

"Orang bumi kuno menggunakan kuil untuk tempat beribadah dan berdoa. Biasanya ada salah satu dewa yang mereka sembah di setiap kuil" jawab Khail.

"Tapi Kuil Dewata ini benar-benar sangat megah, bahkan hampir mirip dengan istana kekaisaran" jelas Arthur.

"Hati-hati dengan yang kau ucapkan Arthur. Orang di Bumi kuno tidak akan semampu itu utuk membuat bangunan semegah kekaisaran. Maksud ucapan mu bisa di kategorikan sebagai penghinaan" tutur Noah.

bruuk

Arthur berlutut di hadapan Eugine.

"Maaf Yang Mulia, saya tidak bermaksud seperti itu" nada bicara itu diliputi kecemasan.

Kalender Antariksa [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang