Part 2

75 20 1
                                    

Dita melangkahkan kakinya menuju Kelasnya. Semalaman ia menangis karna kembali teringat sang Ayah. Dan semoga tidak ada yang menyadari mata sembabnya pagi ini.

"DITA!!!!!"

Suara cempreng itu menghentikan langkahnya. Sebetulnya ia tidak perlu berbalik untuk mengetahui siapa pemilik suara cempreng tersebut. Namun, akhirnya ia berbalik juga dan mendapati Muti -pemilik suara cempreng tersebut- sedang berlari kearahnya.

"Bareng yuk ke kelas!" Ujarnya setelah sampai di hadapan Dita lalu segera menarik lengannya. "Nangis lagi Dit? Itu udah lama banget loh berlalu." Ucap Muti tiba tiba.

Dita tersenyum tipis. Muti sahabat sekaligus sepupunya memang mengetahui apa yang orang lain tidak ketahui. "Dia balik Mut." Ujar Dita tanpa menggubris kata kata Muti.

"Serius? Kapan? Seneng dong lo." Muti memang mengetahui semua cerita yang terjadi dalam hidup Dita. Termasuk tentang kepergian sang Ayah yang sampai sekarang masih sering ia tangisi dan tentang Dika.

"Kemarin dia balik. Mamah ga ngasih tau gitu kalo dia udah balik tiba tiba gue disuruh nganterin Mamah ke bandara dan ternyata gue ketemu dia."

"Akhirnya pangeran lo balik juga ya." Ledek Muti sambil menaruh tasnya di meja.

"Ngaco lo ah."  

 ————————————————————————

Dita melangkah gontai menuju kantin. Disampingnya, Muti terlihat tidak kalah gontai. Post test yang tadi diberikan Pak James sukses membuat satu kelas lemas.

"Gue masih ga nyangka kenapa sih ada guru yang sadis banget begitu macem dia?!" Gerutu Muti kesal. Itu anak sejak keluar emang ngedumeel mulu. Ngedumelin tentang betapa kejam dan sadisnya Pak James itu. Sementara Dita seperti biasa hanya diam dan menjawab sekenanya kalo Muti nanya.

"Gue tuh heran, dia tuh ga pernah ngerasain jadi murid apa? Kok bisa sadis banget gitu kalo bikin soal. Kalo soalnya Bahasa Inggris atau Bahasa Indonesia gue ga masalah. Lah ini Matematika. Terkutuk tuh orang!" Rancau Muti berapi api. Dita yang duduk disebelahnya tidak menggubrisnya sama sekali. Pandangan matanya tertuju pada satu titik dilapangan futsal. Pandangan matanya tertuju pada seorang cowok dengan t-shirt hijau yang sedang menggocek bola dengan lihainya di lapangan. Ezra. Cowo yang sekarang menjadi fokusnya. Cowo yang selama setahun ini merebut semua perhatiannya. Cowo yang tak pernah berani ia sapa. Tanpa ia sadari seulas senyum terukir dibibirnya.

"Dita! Lo dengerin gue ngomong ga sih? Ngeliatin apaan sih lo? Sampe gue dicuekin gitu." Tanya Muti lalu mengikuti arah pandangan Dita. Begitu mengetahui apa yang menjadi fokus sahabatnya, Muti tersenyum jahil "Jangan diliatin doang Dit. Deketin dong, ga ada untungnya memendam perasaan."

Dita hanya tersenyum mendengar ucapan Muti. Salah satu sisi dirinya sangat menginginkan untuk menyapa cowok itu, membuatnya sadar bahwa ada seorang cewek yang diam diam suka menatapnya dari jauh. Namun, sisi lain dirinya menahannya. Egonya sebagai perempuan melarang Dita melakukan itu.

"Ga perlu. Menganggumi dia dari jauh udah lebih dari cukup buat gue." Jawab Dita yang dibalas dengan dengusan Muti.

Muti gemas melihat tingkah sahabatnya yang hanya berani menganggumi Ezra dari jauh. Ia mengambil inisiatif yang mungkin akan membuat Dita mencak-mencak. Dengan nekat, ia mengambil nafas dalam dalam lalu.... "EZRA!!! SINI!!!!" Teriak Muti membuat Dita tersentak kaget.

Rona merah perlahan menjalar di pipi Dita saat Ezra mendekati mejanya.

"Kenapa Mut?" Tanya Ezra sambil duduk di hadapan Dita. Membuat muka Dita semakin memerah.

DienDiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang