Prolog

147 27 4
                                    

Hari sedang terik. Cuaca siang ini sangat panas. Seorang gadis kecil berdiri mendongak memandangi mangga yang terlihat sudah sangat matang di pohon. Di dalam pikirannya ia membayangkan bagaimana kalau mangga itu ia makan, pasti manis dan dapat menghilangkan dahaga. Namun, khayalannya buyar ketika seseorang menepuk pundaknya.

"Ngeliatin apa kamu?" Tanya cowok itu polos. Cewek itu tidak menjawab, hanya menunjuk mangga yang ada di pohon.

"Kamu mau?" Cewek itu hanya membalas dengan anggukan kepala. Dengan sigap, anak cowok itu segera memanjat pohon mangga. Mata gadis kecil itu membulat kaget melihat apa yang dilakukan anak cowok itu.

"Dika, kamu mau ngapain?" Tanya cewek itu panik.

"Ngambil mangga. Katanya kamu pengen mangganya?" Jawab cowok yang tadi di panggil Dika.

"Ih, tapi kamu jangan nekat! Kalo ketauan kan bahaya! Yang punya galak bangeet."

"Ga bakal ketauan kalo kamu ga ngomong mulu kayak sekarang." Ujarnya lalu kembali memanjat kedahan yang lebih tinggi.

Namun, belum sempat ia mendapatkan mangga yang di inginkan, suara seorang wanita dari dalam rumah sudah berteriak heboh. Kedua anak itu langsung panik.

"Tuh kan ketauan, kamu sih ngeyeel." Ujar gadis kecil itu dengan ketakutan.

"Udah kamu pergi sana! Biar ga ketauan. Kalo aku nanti gampang. Udah sana!"cewek itu menurut dan segera berlari bersembunyi.

"DIKA! MAU NGAPAIN KAMU? NGAMBIL MANGGA YA?! BANDEL BANGET SIH!" Teriak seorang wanita gendut pemilik pohon mangga.

Dika langsung memutar otak mecari alasan "Engga Bu. Saya mau nyari kadal. Tadi kadalnya ke pohon ini, makannya saya manjat pohon ini biar kadalnya bisa saya tangkep. Kadalnya galak lho bu! Bisa gigit. Bahaya." Ujarnya menakut nakuti.

"Terus? Sekarang udah dapet?" Tanya wanita gendut itu ketakutan.

"Udah Bu. Makannya saya mau turun." Dika dengan sigap menuruni pohon itu lalu segera berlari keluar. Ia selamat dari omelan wanita gendut itu.

Nama bocah laki laki itu Dika. Cowok bandel dan malas. Sahabatnya bernama Dita. Gadis kecil yang sangat tomboy. Ia lebih suka menggunakan kaos kebesaran dibandingkan menggunakan rok. Ia lebih suka membiarkan rambutnya tergerai berantakan di bandingkan di ikat dengan pita yang lucu. Walaupun begitu, Dita tetap terlihat sangat lucu.

Dika dan Dita bersahabat sejak mereka berumur 3 tahun. Dika adalah anak cowok yang males tapi pintar. Anak cowok yang bandelnya minta ampun tapi selalu melindungi Dita.

---------------------------------


"Dita! Ini buat kamu." Ujar Dika riang sambil memberikan gantungan kunci berbentuk burung merpati pada Dita. Saat mereka berdua sedang duduk di rumah pohon kesayangan mereka.

"Gantungan kunci? Untuk apa?"

Dika menghembuskan nafas pelan dan berat. Ia sangat berat mengatakan ini.

"Besok... Aku harus pergi ke Belanda. Ayah di pindah tugaskan ke sana, jadi aku ikut."

Dita menatap Dika. Matanya sudah berkaca kaca. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya kalau ga ada Dika. Pasti hari harinya bakalan sepi.

"Dika ga boleh pergi!" ujar Dita dengan suara bergetar menahan tangis.

"Aku harus pergi. Tapi aku janji. Nanti kalo aku udah besar aku bakal ke sini lagi buat ketemu kamu." Janjinya.

"Janji ya?" tanya Dita sambil menyodorkan jari kelingkingnya.

Dika menatap jari kelingking Dita lalu ia menautkan jari kelingkingnya. "janji!" ujarnya tegas. Janji ini tidak akan pernah ia lupakan sampai kapan pun.


--------------------

Hey there! This is my new story. Hope you like it guys!

Jangan lupa untuk vote, comment, dan kritik. Kritik kalian sangat berarti buatku.


Happy reading :D


-Insanaya-

DienDiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang