11 Juni 2023

2 0 0
                                    


Tema :
Pilih salah satu pasangan favorit kalian dari cerita orang lain (buku yang sudah terbit). Buat pasangan tersebut karam di cerita hari ini. Cantumkan cerita asal dari pasangan yang kalian ambil di akhir cerita.

Happy Reading 🤍🌹
.
.
.
.

Livia Byun mengemudikan mobilnya diluar kecepatan normal, matanya pedih tapi dia tidak ingin menangis. Rasa kesal, benci, marah, dan sedih bercampur menjadi satu. Ancaman dari sang kakek meruntuhkan hatinya. Livia harus dijodohkan dengan keluarga mafia, dia tidak mau dijadikan alat memperkuat kekuasaan. Livia menolak, tapi Mark Lee taruhannya.

Berkali-kali Livia membunyikan klakson supaya kendaraan di depannya memberi jalan. Ia tidak tau akan pergi ke mana, di dalam pikiran Liv saat ini berputar-putar nama kekasihnya, Mark Lee.

Dia merutuki kenapa Tuhan memberinya cobaan di saat ia sudah mulai bangkit dari titik terendah. Tampaknya belum cukup cobaannya, Livia lahir di keluarga mafia, orang tua dan saudaranya tiada, kekasihnya hampir celaka. Kenapa melalui perantara kakeknya Tuhan kembali menguji Livia. Ini untuk kedua kalinya, hati Livia serasa dihantam, disayat, tidak karuan.

Sebelumnya, dia berhasil mengatasi ancaman Tuan Byun. Itu pun karena Mark meyakinkan bahwa mereka bisa melaluinya bersama. Livia kalut, dia tidak mau kehilangan Mark, dia tidak mau menuruti ucapan Tuan Byun begitu saja. Ia harus mencari cara, nyawa Mark taruhannya.

Otaknya harus berfikir jernih, namun nihil, tidak bisa. Livia menghentikan mobilnya mendadak. Dia berteriak, melepaskan kegelisahannya.

Ponsel Livia berbunyi, nama Mark Lee tertera di layar ponsel, kemudian di baris kedua ada nama teman kuliahnya. Livia lebih dulu membuka chat kedua. Dia menanyakan, kenapa Liv tidak masuk kelas hari ini dan memberitahu kalau lusa akan ada ulangan. Liv melempar ponselnya ke kursi belakang, dia menghembuskan nafas kasar, lalu mengacak-acak rambutnya frustasi.

"Aku harus pakai cara apalagi." keluh Livia. Dia harus berpikir keras, dia tidak ingin Mark tau dan kembali terseret permainan Tuan Byun.

Livia enggan menangis walaupun dadanya sesak, dia kuat, dia bisa menyelesaikan masalah tanpa menangis, dengan menangis masalah tidak akan selesai, lebih baik gunakan waktu untuk berpikir.

...

Livia keluar dari perpustakaan kampus. Saat menuju parkiran, Livia melihat Mark bersandar di samping mobilnya, lengkap dengan masker dan kacamata minus bundar. Livia mendekat, dia menyapa Mark dengan canggung.

Mereka lalu masuk ke dalam mobil dan mulai berbicara.

"Aku khawatir Liv, kenapa dari kemarin kamu gak bisa dihubungi?"

"I'm busy Mark, besok ada ulangan." jawab Liv sekenanya tanpa menatap Mark. Iya sibuk, tapi bukan karena persiapan untuk ulangan melainkan menyusun strategi menantang ancaman Tuan Byun. Strategi itu akan Livia mulai hari ini, dia berharap Mark tidak se-kukuh sebelumya. Meski Livia tau Mark sangat mencintainya, dan Mark berkali-kali menawarkan diri sebagai tempat berkeluh - kesah, Livia tidak ingin Mark dalam bahaya.

Selalu saja rasa bahwa Livia adalah sumber bahaya muncul ketika nyawa orang yang dia sayangi harus terancam karena ambisi Tuan Byun. Karena rasa itu, dia tidak akrab dengan banyak orang. Ketika Mark hadir dia sangat bersyukur. Laki-laki itu, selalu meyakinkannya, mencoba mengubah pemikiran buruk itu. Walaupun Mark konyol, setiap hari hampir menyebalkan, tetapi ada sisi dari Mark dapat membuat Livia merasa tenang.

"You deserve all good things in this world, Porongbyun." tutur Mark, setiap kali Livia sedih dan bersalah karena latar belakangnya.

Sedari tadi Mark berceloteh betapa dia ingin bertemu Livia, tetapi tidak bisa dikarenakan jadwal latihan dan persiapan tour boy group mereka. Livia tidak mendengarkan, dia menunduk, mengumpulkan tenaga untuk mengucapkan kalimat yang dapat melukai hati Mark Lee.

"Liv, do you hear me? Nanti sore aku berangkat ke London untuk tour, aku mau-

"Mark, kita putus, ya?" potong Liv, dia menatap wajah Mark datar. Astaga, dalam hati Liv susah payah menciptakan raut itu. Sementara Mark, diam. Matanya mencoba mencari celah di wajah Liv, dia ingin meyakinkan diri kalau Livia sedang bercanda. Sebelum Mark berucap,  Livia sudah berbicara terlebih dahulu.

"Aku gak lagi bercanda, aku serius."

Mark memalingkan wajahnya, ia mengusap kasar, lalu menatap Liv dengan tajam, "Apa alasannya?" tantang Mark. Mulut Liv kelu, ia harus cepat menjawab sebelum Mark curiga.

"Kamu alasannya."

Aku gak sepenuhnya bohong, semoga kamu bisa maafin aku lagi, Mark.

"What?! It's not rational, Liv."

"It's rational Mark Lee. Karena kamu, aku hidup dalam mimpi terus!"

Alis Mark mengkerut dalam, dia menahan kesal. Lama diam, Liv berbicara kembali.

"Selama ini kamu kasih aku kata - kata penuh afirmasi, dan tindakan konyol. Awalnya aku mencoba berpikir positif pasti aku bisa pahami itu semua dan ikut bersikap yang kamu contohkan."

"Liv, kamu gak-

"Aku belum selesai ngomong." tegas Liv, dia menatap Mark tajam, sekuat tenaga dia menahan air mata. Livia amat tidak suka dengan rentetan kalimat dari mulutnya, kalimat jahat.

"Seiring berjalannya waktu, aku menyerah. Aku memilih pura-pura menikmati semua perlakuan spesial kamu, Mark."

Jahat, jahat, jahat

"Owh, gitu? So, selama ini semua cuma pura-pura Liv?"

"Ya, it all feels nothing. "

Mark terkekeh sarkastik, lalu melembutkan tatapannya. "Liv, ada apa? Bukankah kita sudah janji untuk jujur satu sama lain?"

Hati Liv terpukul, sorot matanya mulai melembut, tetapi hanya sesaat, secepat kilat menajam kembali. "Kali ini aku jujur, ayo putus Mark."

"Kamu bohong!"

"Jujur."

"Bohong, bohong, bohong!"

"Aku jujur Mark Lee. Selama ini sikap kamu konyol."

Mark masih belum menyerah, dia sangat mencintai Livia. Dalam hati Mark berharap Liv sedang bercanda, mengingat ulang tahun Mark sebentar lagi.

"Aku tanya sekali lagi,

" Aku mau putus, kamu-

"Livia Byun, kenapa dari tadi kamu menyela aku?! Kamu gak pinter bohong."

Kesabaran Livia hampir habis, dia harus segera mengakhiri semuanya. "Sok tau kamu. Aku mau putus Mark! Aku udah muak sama semuanya, aku udah berusaha, tapi masih gak merasakan apapun, nothing between us."

"Oke, ayo putus! Seharusnya aku sudah tau, kemungkinan orang jahat berubah jadi baik hampir ga ada!" Mark keluar dari mobil, dia membanting pintu. Langkanya lebar, penuh emosi. Livia harap Mark tidak melakukan hal yang membahayakan dirinya sendiri.

Setelah yakin Mark sudah pergi jauh, runtuh pertahanan Liv. Air matanya keluar setetes demi setetes. Dia baru saja berlaku jahat. Apakah Mark bisa memberinya kesempatan kembali?

...

Buku Vacancy Part.2

2

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


|30DWCNPC2023| Wind After The AshTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang