Bab 1

97 3 2
                                    

2 tahun yang lalu tepat di bulan November aku telah kembali ke tanah kelahiranku. Bersama keluarga baruku. Papa, Mama dan adikku.

- - - - - - - - - - -

Aku sudah berusaha sekuat yang aku bisa untuk tidak rindu dengannya. Untuk tidak merasakan aku sangat membutuhkan dirinya disampingku, setiap waktu. Disaat aku sedih atau pun senang. Tapi usahaku selalu sia – sia. Aku selalu ingat akan suratnya yang walau tidak ada digenggamanku. Aku selalu ingat disaat dia menasehatiku, dan saat dia selalu ada untukku.

"Moca! Angkat telponnya!"

Tanganku mulai meraba mencari dimana ponselku berada.

"Argh! Mengganggu" erangku.

Akhirnya aku putuskan untuk benar – benar membuka mataku, karena aku tidak menemukan dimana ponsel itu berada. "Oh, Ayolah, aku baru tidur 1 jam dan ponsel ini menggangguku!"

Aku menemukan ponselku yang ternyata berada di balik buku catatan perkembangan toko yang aku miliki saat ini. Ya, sekarang aku sudah 29 tahun. Tapi keadaanku seakan – akan tidak berubah. Hanya berubah di beberapa sisi. Seperti aku sudah memiliki keluarga yang lengkap, atau mungkin lebih lengakp lagi karena sekarang aku memiliki seorang adik yang umurnya sangat jauh dariku, kamu berbeda 17 tahun. Araina Belva. Ya, itu nama adik yang selalu berusaha aku lindungi.

"Halo?" aku mengangkat tepon itu yang sepertinya sudah mengganggu waktu tidurku. Bagaimana aku tidak merasa terganggu. Toko bunga milikku sekarang sedang terjadi masalah dan aku benar – benar pusing dibuatnya. Hingga pukul 6 dini hari aku baru menemukan solusi terbaik, dan sekarang waktu baru saja menunjukkan pukul 7 pagi, itu berarti aku baru tidur 1 jam!

"Halo?" sekali lagi aku berucap karena aku tidak mendengar sedikitpun jawaban dari pihak sana.

Sekitar 5 menit aku menunggu jawaban dari sana, hingga aku melihat adikku yang hanya memunculkan kepalanya di daun pintu.

"Argh! Udah ganggu, ga jelas pula!" dengan kasar aku mematikan telpon itu secara sepihak. Biarkan kalu dia marah. Dan biarkan kalau memang aku gagal mendapat pelanggan tambahan karena ternyata dia mau meminta kiriman bunga.

"Ada apa?" tanyaku sambil berusaha mengucir rambutku yang sudah mulai panjang.

"Sarapan, disuruh mama" ujarnya. Ah, adikku ini memang memiliki sifat yang terbalik dari diriku. Dia sangat pemalu dan sepertinya sedikit takut jika berada di depanku. Haha

"Ya sudah nanti aku menyusul, kamu duluan aja"  jawabku.

Aku merapihkan tempat tidurku kemudian mencuci mukaku sebelum aku turun kebawah untuk sarapan dengan keluarga baruku.

Senang rasanya, ketika aku mengetahui keluargaku yang sekarang sudah tidak ada pertengkaran didalamnya, rasanya semua air mataku dan emosiku sudah terbayar semua dengan ini.

"Selamat pagi" sapaku kepada mereka semua yang sudah siap duduk di depan meja makan.

"Pagi" balas papa tetap berada di balik koran paginya.

"Pagi juga sayang" jawab mama dengan lembut sambil membawa sebuah mangkuk dari arah dapur.

"Sini ma, biar Ara bantu" ucap adikku, ketika melihat mama yang sepertinya sedikit menglami kesulitan.

Aku, Adikku, Mama dan papa. Sebuah keluarga kecil yang sedang sarapan di meja makan. Secara bersama – sama, tanpa adanya gangguan. Ah, ini indah.

"Kamu kapan mau ngenalin pasangan kamu ke kita Ca? kamu udah 29 tahun loh, mau sampai kapan sendirian terus?" ujar mama memecah keheningan diantar kami.

Hanya KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang