Tempat ini selalu mengingatkanku padanya. Ketika dia kecelakaan, namun masih bisa tersenyum. Ketika dia kecelakaan, namun seperti sedikit pun tidak memiliki luka. Aku memandang keluar jendela. Hanya terlihat orang yang berjalan kesana dan kemari entah mencari apa. Aku menghela napasku dengan kuat.
Aku berjalan dengan perlahan, mencoba sebisa mungkin untuk tidak menimbulkan suara supaya tidak membuatnya terbangun dari tidurnya yang amat pulas itu.
"Ra," panggilku selembut dan berusaha setenang mungkin, namun realitanya bibirku bergetar.
"Kenapa enggak nunggu kakak jemput di pos biasa aja? Kenapa kamu mencoba untuk menyebrang?" aku melihat wajahnya yang amat damai.
"Sekarang kamu pasti lagi seneng banget ya? Bisa tidur senyenyak itu. Apa emang iya sangat nyenyak? Atau kamu emang butuh tidur yang lebih lama karena kamu masih merasa sakit karena perilaku kakak dulu?" Air matak mulai luruh, tanganku menggenggam tangan mungilnya.
"Kapan sih Ra kamu mau bangun? Tau ga sih? Kakak tuh kangen disaat kamu gangguin kakak dengan setumpuk tugas dari sekolahmu, kakak tuh kangen disaat kamu ajakin kakak main walaupun kamu tahu kakak sangat sibuk. Kakak janji disaat kamu bangun kakak akan melakukan apapun yang kamu mau, kakak akan berusaha untuk menjadi kakak yang lebih baik lagi. Kakak janji." Isakanku semakin menjadi – jadi.
"Jadi, kakak mohon kamu bangun ya?" pintaku.
Aku memejamkan mataku membuat seluruh air mataku tumpah.
Iya aku yakin ini takkan berhasil, karena mungkin dia belum mau untuk bangun, mungkin dia takut untuk menatapku, jadi dia lebih memilih untuk memejamkan matanya. Aku menghapus air mataku. Kemudan kembali melangkah mendekati jendela yang menampilkan cuaca yang mendung.
>> H A N Y A K I T A << H K >>
"Kalau ada sesuatu yang terjadi kenapa tidak bilang?"
Aku membalikkan badanku menuju sumber suara. Aku terdiam, hanya mengangkat bibirku sedikit.
"Aku tidak tahu" hanya itu yang bisa aku ucapkan kepadanya.
"Maaf" lanjutku.
Namun, seketika dia memelukku membuat air mataku luruh begitu saja. Aku terisak, dan isakanku semakin menjadi – jadi.
"Kamu ga salah apa – apa, Moca" ucapnya.
Dia menuntunku untuk duduk, kemudian dia menghapus air mataku.
"Kamu tau ga sih? Semalem aku bener – bener bingung harus gimana, aku bingung harus cari kamu kemana, karena waktu kamu angkat telpon kamu itu, ekspresi muka kamu itu ga bisa dibaca" terangnya sambil melihat ke arah lantai, sedangkan aku hanya bisa menatapnya.
"akhirnya aku putuskan untuk membayar makanannya, dan pergi mencarimu, aku tidak tahu kenapa tiba – tiba aku takut kehilanganmu. Haha, aneh ya padahal kita baru ketemu" lanjutnya, dan diakhiri dengan menatapku.
"Kai," lirihku pelan, dan sedikit menunduk. Aku tidak ingin perasaank tergantikan oleh orang lain.
"Ah, lo belum sarapan kan? Yuk, kita sarapan" ajaknya.
>> H A N Y A K I T A << H K >>
"Kamu, Moca Dandelion Sabrina kan?"
Aku menghentikan langkahku ketika aku merasa seseorang telah memegang bahuku. Dan aku terdiam.
"Maaf, kalau aku salah orang"
Aku tetap diam ditempat, begitu pun dengan orang yan berada di hadapanku, sedangan Kai hanya diam menatapku menunggu jawaban.
"Reno" ucapku dalam hati.
Aku tersenyum sedikit.
"Apakah benar kau Moca?" tanyanya sekali lagi.
Aku benar – benar ingin menjawab iya, iya ini aku. Tapi lidahku kelu seketika. Karena ketika aku mengingat teman – temanku, detik itu juga aku mengingatnya. Mengingat ketika kita bersama mulai membangun rencana untuk mengerjai orang itu di hari ulang tahunnya. Tepat tanggal 11 November. 5 hari sebelum kelahiranku.
"Maaf, lo siapa ya? Moca, kamu kenal dia?" sekarang Kai yang bersuara, dia bertanya kedapa seseorang dihadapanku dilanjutkan dengan menatapku.
Aku tetap bungkam.
"Mungkin gua salah orang, maaf" ucap orang didepanku kemudian dia berbalik meninggalkanku dengan Kai.
>> H A N Y A K I T A << H K >>
Iya itu dia, gua berhasil menemukannya, tapi dia siapa? Dia sudah melupakan Hanif? Perlukah gua kasih tahu Hanif? Pikir Reno. Reno berjalan mendekati Hanif.
"Lo darimana aja?" tanya Hanif.
"Toilet" jawab Reno asal.
Bohong! Jelas – jelas toilet itu di kanan, dan lo dari arah kiri. Lo ga bisa bohong sama gua.
"Gimana kak Denis? Udah sadar?"
2 Hari yang lalu, tepat di malam hari ketika suara yang sangat keras meluap dari kamar di lantai dua. Kamar Kak Denis. Hanif segera berlari menuju sumber suara yang terlalu keras itu. Dia terperangah. Dia diam. Dia mencoba untuk mencerna segala – galanya. Kamar kakaknya berantakan. Sangat – sangat berantakan. Dia mencoba untuk mengelilingi kamar kakaknya yang lumayan luas ini. Ini adalah rumah buatan kak Denis, jadi kamar inilah proitasnya.
Sekali lagi dia terdiam, ketika menemukan kak Denis yang telah terkulai lemas dengan darah yang berlumuran yang berasal dari kepala dan tangannya. Dia segera memanggil ambulan dengan tangan yang bergetar hebat. Dan hingga hari ini Kak Denis belum tersadar dari komanya.
Aku selalu berharap kamu bisa berada di sebelahku disaatseperti ini, ataupun tidak seperti ini. Apakah kamu masih mengingatku?
- - - - - - - - - - - - - -
maaf yaaaa cuma sedikit updatenya, dan maaf karena baru update karena minggu minggu kemarin lagi disibukin sama tugas sekolah, sama ujian akhir semester, sama try out UN. maaf sekali lagi . .
Selamat menunggu update selanjutnya - Araitri^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanya Kita
RomanceMungkin disini hanya aku yang berharap. Mungkin tulisannya sewaktu itu hanyalah sebuah tulisan biasa tanpa makna yang mendalam. Tanpa diisi dengan harapan. Atau mungkin aku yang terlalu banyak berharap dari dirinya, seseorang yang memberikanku banya...