Chapter 05

133 24 10
                                    

"Pemotong buah?"

"Iya, kau tidak mau?" Seokjin menatap Jieun dengan satu alis naik. "Kalau tidak, aku akan mencari orang lain-"

"Tidak, tidak, bukan begitu." Jieun buru-buru menggeleng. "Hanya saja, gajinya benar sepuluh ribu Won perjam?"

Seokjin terkekeh. "Kau tidak tahu, ya? Bos kami itu murah hati, setiap orang yang bekerja di sana dapat gaji lumayan. Aku sengaja membawa poster untuk mencari orang secara acak, dan kaulah yang beruntung mendapatkannya."

Jieun meremat tangannya dan menggigit-gigit bibir bawahnya. Bisakah ia mempercayai pemuda ini?

Jieun tidak mengenal baik pemuda bernama Seokjin ini, dia terus tersenyum manis dan bicara dengan sopan padanya, tapi entah kenapa ada sesuatu yang aneh dengan tatapannya.

Atau ini hanya perasaannya saja?

Mungkin karena kepalanya agak sakit, jadi penglihatannya juga kurang baik.

"Jadi ... kau berminat atau tidak?" Tanya Seokjin. "Aku akan mencari orang lain jika-"

"Y-ya, aku berminat." Jieun mengangguk cepat. Kesempatan seperti ini tidak akan datang dua kali, jadi ia setidaknya harus mencoba.

Seokjin langsung tersenyum lebar. "Baiklah, pukul sembilan datanglah ke kelab. Aku menunggumu di sana."

Kemudian, Seokjin berlalu pergi saat Jieun mengangguk setuju.

Jieun kembali ke kelasnya dan mengikuti pelajaran seperti biasa. Jungkook masih tidak masuk, dan anehnya Lisie juga. Apa mungkin mereka menghabiskan waktu bersama?

Asumsi itu meluruh saat Jieun melihat Jungkook dan Taehyung di lapangan, sedang bermain basket. Keringat bercucuran di wajah pemuda itu, kaosnya tampak basah. Jieun bisa melihat otot-ototnya yang berkontraksi saat dia melempar bola ke dalam ring.

Ketika Jieun melewatinya, pemuda itu menoleh dan melemparkan seringai manis. Dia menatap Jieun untuk waktu yang lama, sampai kemudian Taehyung menepuk pundaknya dengan keras.

Jieun memalingkan wajah dan mempercepat langkahnya menuju gerbang. Ia tidak pernah mengerti arti dari tatapan Jungkook padanya, dan pemuda itu sepertinya selalu sengaja melemparkan seringai padanya.

Jieun membersihkan rumah sepanjang sore itu sampai jam menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Ia memutuskan untuk berangkat lebih awal.

Seokjin bilang tempatnya tidak jauh dari sekolah. Jieun sudah mencari rutenya di ruang komputer sekolah, ia bisa berjalan kaki sekitar 15 menit. Tapi karena ini hari pertama, Jieun memutuskan untuk naik bus agar tidak terlambat.

Kelabnya sangat ramai.

Jieun meremat tangannya dan berdiri di gang yang gelap, memperhatikan untuk sejenak. Ada kumpulan laki-laki dan perempuan yang berdiri di luar kelab, sepertinya sudah mabuk melihat bagaimana mereka tertawa-tawa tidak jelas. Dua penjaga bertubuh kekar berdiri di pintu masuk. Musik terdengar diputar dengan gila-gilaan, rasanya bisa menulikan pendengaran.

Jieun berjalan dengan hati-hati ke arah pagar, matanya dengan cepat memindai sekitar.

"Oh Jieun?!"

Jieun hampir melompat di tempatnya. Ia berbalik dan melihat Seokjin baru turun dari sebuah mobil.

"Sudah lama?" Tanyanya, menghampiri Jieun.

"Aku baru saja datang," jawab Jieun.

Seokjin memperhatikan penampilan Jieun untuk sejenak, kemudian mengangguk. "Baiklah, ayo masuk kalau begitu."

Jieun mengikuti Seokjin yang berjalan terlebih dahulu. Kumpulan laki-laki di sudut bersiul dan melempar kata-kata kotor, tapi Jieun memilih
mengabaikan mereka. Seokjin membawanya memutari kelab, menuju pintu belakang.

Burn the RoseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang