Lisie sialan.
Lisie jalang—
Tidak, tidak. Jieun menggeleng keras. Ia bukan gadis yang buruk. Sama sekali bukan.
Ia gadis normal. Ia gadis baik. Itulah yang bibi Haeun katakan padanya. Jieun harus menurutinya, meskipun dorongan untuk membalas Lisie menggelegak seperti api yang membakar dalam dadanya.
Dari apa yang Seokjin katakan, pemuda itu jelas-jelas suruhan Lisie. Pekerjaan itu hanya alibi supaya Seokjin bisa menyakitinya.
Ia tidak mengerti kenapa Lisie begitu membencinya. Apakah karena ia menatap Jungkook? Apakah salah untuk sekadar menatap? Semuanya berawal dari kejadian itu.
Jieun menekuk lututnya dan menghela napas. Ia meraih pisau di atas meja, lalu menusuk-nusuk apel yang sudah mulai busuk di hadapannya.
Dari sekian banyak hal, kenapa ia harus bertemu gadis seperti Lisie?
Jieun hanya ingin menjadi anak baik untuk bibi Haeun, tapi sepertinya sangat sulit. Jieun ingin menjadi gadis normal dan melupakan kejahatan masa lalunya, tapi Lisie menghancurkannya.
Ia tidak tahu sampai kapan ia bisa menahan diri.
Ia tidak bisa membiarkan dirinya dilecehkan. Ia tidak ingin kembali ke kubangan lumpur yang menjijikkan.
Jika ia tidak bisa terus bersabar menghadapi Lisie, maka ia bisa kembali ke sifatnya yang dulu.
Sekelebat ingatan ketika Jieun jatuh ke sumur mendadak melintas. Jieun menggeleng-geleng dan langsung berdiri dari tempatnya.
Tidak. Aku tidak mau mengingat kejadian itu lagi.
Jieun bergegas ke kamar mandi dan melepas pakaiannya. Ia menyalakan keran dan berendam di bathub, mendesah lega merasakan air hangat seolah memijat kulitnya.
Kepalanya disandarkan ke belakang dan matanya terpejam, sebab ia tidak ingin melihat bekas-bekas luka di sepanjang tubuhnya.
Ia perlu menenangkan diri dan mengingat segala nasehat bibi Haeun agar ia tidak kembali ke rumah sakit itu lagi.
Jungkook sudah menolongnya untuk menyembunyikan semuanya.
Jieun termenung saat menatap bulan purnama yang bersinar terang dibalik jendela.
Ia sudah berutang dua kali pada pemuda itu. Bagaimana ia membalas semuanya?
Jieun menyelesaikan mandinya dan bergegas untuk mencuci kemeja Jungkook. Kemejanya harum di bagian atas, tapi aroma alkohol yang kuat tercium di bagian bawah. Ia mengangkat kemejanya dan melihat bubuk putih berjatuhan di atas keramik.
Dia mengonsumsi obat-obatan, pikirnya. Atau mungkin itu hanya kesenangan belaka. Entahlah. Tapi fisik Jungkook terlihat baik-baik saja, jadi ia kira dia tidak mengonsumsi kokain secara rutin.
Mengulang kembali kejadian saat pemuda itu menolongnya, menatapnya dengan khawatir, dan membawanya pulang terlepas dari kondisinya yang tidak terlalu baik ... ia menduga-duga apakah Jungkook masih menganggapnya sebagai temannya?
Jieun meremat tangannya, mengernyit merasakan sesuatu yang aneh terasa berkembang di hatinya. Perasaan yang sama ketika ia menyadari bahwa satu-satunya orang yang bisa ia percayai di tempat rehabilitasi hanyalah Jungkook.
Dan sekarang, di sekolah pun hanya Jungkook yang ia percayai.
Terkadang Jieun berpikir bahwa Jungkook bukan lagi sekadar teman baginya, tapi ia selalu menepis pikiran itu. Mereka jarang berbicara selama di rumah sakit, tapi kenapa ia merasa ada sesuatu yang terhubung di antara keduanya seolah-olah mereka sangat akrab?
KAMU SEDANG MEMBACA
Burn the Rose
FanfictionLee Jieun tidak pernah mengerti mengenai hubungannya dengan Jeon Jungkook. Entah keduanya saling membutuhkan atau malah saling menghancurkan. Tapi satu hal yang Jieun tahu, sekalipun malam membawanya ke dalam kegelapan yang pekat, Jungkook akan sela...